Semangatnya Para Tokoh Kerajaan Islam Nusantara
Kerajaan Islam di Indonesia diperkirakan kejayaannya berlangsung antara abad ke-13 sampai dengan abad ke-16. Timbulnya kerajaan-kerajaan tersebut didorong oleh maraknya lalu lintas perdagangan laut dengan pedagang-pedagang Islam dari Arab, India, Persia, Tiongkok, dll. Kerajaan tersebut dapat dibagi menjadi berdasarkan wilayah pusat pemerintahannya, yaitu di Sumatera, Jawa, Maluku, dan Sulawesi.
1. Kerajaan Islam di Jawa
a. Kesultanan Demak (1500 - 1550)
Kesultanan Demak atau Kesultanan Demak Bintara adalah kesultanan Islam pertama di Jawa yang didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1478. Kesultanan ini sebelumnya merupakan keadipatian (kadipaten) vazal dari kerajaan Majapahit, dan tercatat menjadi pelopor penyebaran agama Islam di pulau Jawa dan Indonesia pada umumnya. Kesultanan Demak tidak berumur panjang dan segera mengalami kemunduran karena terjadi perebutan kekuasaan di antara kerabat kerajaan. Pada tahun 1568, kekuasaan Kesultanan Demak beralih ke Kesultanan Pajang yang didirikan oleh Jaka Tingkir. Salah satu peninggalan bersejarah Kesultanan Demak ialah Mesjid Agung Demak, yang diperkirakan didirikan oleh para Walisongo. Lokasi ibukota Kesultanan Demak, yang pada masa itu masih dapat dilayari dari laut dan dinamakan Bintara, saat ini telah menjadi kota Demak di Jawa Tengah.
1. Cikal-bakal Demak
Pada saat kerajaan Majapahit mengalami masa surut, secara praktis wilayah-wilayah kekuasaannya mulai memisahkan diri. Wilayah-wilayah yang terbagi menjadi kadipaten-kadipaten tersebut saling serang, saling mengklaim sebagai pewaris tahta Majapahit. Pada masa itu arus kekuasaan mengerucut pada dua adipati, yaitu Raden Patah dan Ki Ageng Pengging. Sementara Raden Patah mendapat dukungan dari Walisongo, Ki Ageng Pengging mendapat dukungan dari Syech Siti Jenar.
2. Demak di bawah Pati Unus
Demak di bawah Pati Unus adalah Demak yang berwawasan Nusantara. Visi besarnya adalah menjadikan Demak sebagai kesultanan maritim yang besar. Pada masa kepemimpinannya, Demak merasa terancam dengan pendudukan Portugis di Malaka. Dengan adanya Portugis di Malaka, kehancuran pelabuhan-pelabuhan Nusantara tinggal menunggu waktu.
3. Demak di bawah Sultan Trenggono
Sultan Trenggono berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di bawah Sultan Trenggono, Demak mulai menguasai daerah-daerah Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau tentara Portugis yang akan mendarat di sana (1527), Tuban (1527), Madiun (1529), Surabaya dan Pasuruan (1527), Malang (1545), dan Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur pulau Jawa (1527, 1546). Panglima perang Demak waktu itu adalah Fatahillah, pemuda asal Pasai (Sumatera), yang juga menjadi menantu Sultan Trenggono. Sultan Trenggono meninggal pada tahun 1546 dalam sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto.
4. Peran Wali Songo
Pada zaman Kesultanan Demak, majelis ulama Wali Songo memiliki peran penting, bahkan ikut mendirikan kerajaan tersebut. Majelis ini bersidang secara rutin selama periode tertentu dan ikut menentukan kebijakan politik Demak.
5. Kemunduran Demak
Suksesi ke tangan Sunan Prawoto tidak berlangsung mulus. Ia ditentang oleh adik Sultan Trenggono, yaitu Pangeran Suksesi ke tangan Sunan Prawoto tidak berlangsung mulus Sekar Seda Lepen. Pangeran Sekar Seda Lepen akhirnya terbunuh. Pada tahun 1561 Sunan Prawoto beserta keluarganya "dihabisi" oleh suruhan Arya Penangsang, putera Pangeran Sekar Seda Lepen. Arya Penangsang kemudian menjadi penguasa tahta Demak. Suruhan Arya Penangsang juga membunuh Pangeran Hadiri adipati Jepara, dan hal ini menyebabkan banyak adipati memusuhi Arya Penangsang.
Arya Penangsang akhirnya berhasil dibunuh dalam peperangan oleh pasukan Joko Tingkir, menantu Sunan Prawoto. Joko Tingkir memindahkan istana Demak ke Pajang, dan di sana ia mendirikan Kesultanan Pajang.
b. Kesultanan Banten (1524 - 1813)
Kesultanan Banten berawal ketika Kesultanan Demak memperluas pengaruhnya ke daerah barat. Pada tahun 1524/1525, Sunan Gunung Jati bersama pasukan Demak merebut pelabuhan Banten dari kerajaan Sunda, dan mendirikan Kesultanan Banten yang berafiliasi ke Demak. Menurut sumber Portugis, sebelumnya Banten merupakan salah satu pelabuhan Kerajaan Sunda selain pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara (Tangerang), Sunda Kalapa dan Cimanuk.
1. Sejarah
Anak dari Sunan Gunung Jati (Hasanudin) menikah dengan seorang putri dari Sultan Trenggono dan melahirkan dua orang anak. Anak yang pertama bernama Maulana Yusuf. Sedangkan anak kedua menikah dengan anak dari Ratu Kali Nyamat dan menjadi Penguasa Jepara.
Terjadi perebutan kekuasaan setelah Maulana Yusuf wafat (1570). Pangeran Jepara merasa berkuasa atas Kerajaan Banten daripada anak Maulana Yusuf yang bernama Maulana Muhammad karena Maulana Muhammad masih terlalu muda. Akhirnya Kerajaan Jepara menyerang Kerajaan Banten. Perang ini dimenangkan oleh Kerajaan Banten karena dibantu oleh para ulama.
2. Puncak kejayaan
Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Abu Fatah Abdulfatah atau lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Saat itu Pelabuhan Banten telah menjadi pelabuhan internasional sehingga perekonomian Banten maju pesat. Wilayah kekuasaannya meliputi sisa kerajaan Sunda yang tidak direbut kesultanan Mataram dan serta wilayah yang sekarang menjadi provinsi Lampung. Piagam Bojong menunjukkan bahwa tahun 1500 hingga 1800 Masehi Lampung dikuasai oleh kesultanan Banten.
3. Masa kekuasaan Sultan Haji
Pada jaman pemerintahan Sultan Haji, tepatnya pada 12 Maret 1682, wilayah Lampung diserahkan kepada VOC. seperti tertera dalam surat Sultan Haji kepada Mayor Issac de Saint Martin, Admiral kapal VOC di Batavia yang sedang berlabuh di Banten. Surat itu kemudian dikuatkan dengan surat perjanjian tanggal 22 Agustus 1682 yang membuat VOC memperoleh hak monopoli perdagangan lada di Lampung.
4. Penghapusan kesultanan
Kesultanan Banten dihapuskan tahun 1813 oleh pemerintah kolonial Inggris. Pada tahun itu, Sultan Muhamad Syafiuddin dilucuti dan dipaksa turun takhta oleh Thomas Stamford Raffles. Tragedi ini menjadi klimaks dari penghancuran Surasowan oleh Gubernur-Jenderal Belanda, Herman William Daendels tahun 1808.
5. Nama-nama Kesultanan Banten
a. Sunan Gunung Jati
b. Sultan Maulana Hasanudin 1552 - 1570
c. Maulana Yusuf 1570 - 1580
d. Maulana Muhammad 1585 - 1590
e. Sultan Abdul Mufahir Mahmud Abdul Kadir 1605 - 1640 (dianugerahi gelar tersebut pada tahun 1048 H (1638) oleh Syarif Zaid, Syarif Makkah saat itu.)
f. Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad 1640 - 1650
g. Sultan Ageng Tirtayasa 1651-1680
h. Sultan Abdul Kahar (Sultan Haji) 1683 - 1687
i. Abdul Fadhl / Sultan Yahya (1687-1690)
j. Abul Mahasin Zainul Abidin (1690-1733)
k. Muhammad Syifa Zainul Ar / Sultan Arifin (1750-1752)
l. Muhammad Wasi Zainifin (1733-1750)
m. Syarifuddin Artu Wakilul Alimin (1752-1753)
n. Muhammad Arif Zainul Asyikin (1753-1773)
o. Abul Mafakir Muhammad Aliyuddin (1773-1799)
p. Muhyiddin Zainush Sholihin (1799-1801)
q. Muhammad Ishaq Zainul Muttaqin (1801-1802)
r. Wakil Pangeran Natawijaya (1802-1803)
s. Aliyuddin II (1803-1808)
t. Wakil Pangeran Suramanggala (1808-1809)
u. Muhammad Syafiuddin (1809-1813)
v. Muhammad Rafiuddin (1813-1820)
c. Kesultanan Mataram (1586 - 1755)
Kesultanan Mataram adalah kerajaan Islam di Jawa yang didirikan oleh Sutawijaya, keturunan dari Ki Ageng Pemanahan yang mendapat hadiah sebidang tanah dari raja Pajang, Hadiwijaya, atas jasanya. Kerajaan Mataram pada masa keemasannya dapat menyatukan tanah Jawa dan sekitarnya termasuk Madura serta meninggalkan beberapa jejak sejarah yang dapat dilihat hingga kini, seperti wilayah Matraman di Jakarta dan sistem persawahan di Karawang.
1. Masa awal
Sutawijaya naik tahta setelah ia merebut wilayah Pajang sepeninggal Hadiwijaya dengan gelar Panembahan Senopati. Pada saat itu wilayahnya hanya di sekitar Jawa Tengah saat ini, mewarisi wilayah Kerajaan Pajang. Pusat pemerintahan berada di Mentaok, wilayah yang terletak kira-kira di timur Kota Yogyakarta dan selatan Bandar Udara Adisucipto sekarang. Lokasi keraton (tempat kedudukan raja) pada masa awal terletak di Banguntapan, kemudian dipindah ke Kotagede. Sesudah ia meninggal (dimakamkan di Kotagede) kekuasaan diteruskan putranya Mas Jolang yang setelah naik tahta bergelar Prabu Hanyokrowati.
Pemerintahan Prabu Hanyokrowati tidak berlangsung lama karena beliau wafat karena kecelakaan saat sedang berburu di hutan Krapyak. Karena itu ia juga disebut Susuhunan Seda Krapyak atau Panembahan Seda Krapyak yang artinya Raja (yang) wafat (di) Krapyak. Setelah itu tahta beralih sebentar ke tangan putra keempat Mas Jolang yang bergelar Adipati Martoputro. Ternyata Adipati Martoputro menderita penyakit syaraf sehingga tahta beralih ke putra sulung Mas Jolang yang bernama Mas Rangsang.
2. Sultan Agung
Sesudah naik tahta Mas Rangsang bergelar Sultan Agung Hanyokrokusumo atau lebih dikenal dengan sebutan Sultan Agung. Pada masanya Mataram berekspansi untuk mencari pengaruh di Jawa. Wilayah Mataram mencakup Pulau Jawa dan Madura (kira-kira gabungan Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur sekarang). Ia memindahkan lokasi kraton ke Kerta (Jw. "kertå", maka muncul sebutan pula "Mataram Kerta"). Akibat terjadi gesekan dalam penguasaan perdagangan antara Mataram dengan VOC yang berpusat di Batavia, Mataram lalu berkoalisi dengan Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon dan terlibat dalam beberapa peperangan antara Mataram melawan VOC. Setelah wafat (dimakamkan di Imogiri), ia digantikan oleh putranya yang bergelar Amangkurat (Amangkurat I).
3. Terpecahnya Mataram
Amangkurat I memindahkan lokasi keraton ke Pleret (1647), tidak jauh dari Kerta. Selain itu, ia tidak lagi menggunakan gelar sultan, melainkan "sunan" (dari "Susuhunan" atau "Yang Dipertuan"). Pemerintahan Amangkurat I kurang stabil karena banyak ketidakpuasan dan pemberontakan. Pada masanya, terjadi pemberontakan besar yang dipimpin oleh Trunajaya dan memaksa Amangkurat bersekutu dengan VOC. Ia wafat di Tegalarum (1677) ketika mengungsi sehingga dijuluki Sunan Tegalarum. Penggantinya, Amangkurat II (Amangkurat Amral), sangat patuh pada VOC sehingga kalangan istana banyak yang tidak puas dan pemberontakan terus terjadi. Pada masanya, kraton dipindahkan lagi ke Kartasura (1680), sekitar 5km sebelah barat Pajang karena kraton yang lama dianggap telah tercemar.
Pengganti Amangkurat II berturut-turut adalah Amangkurat III (1703-1708), Pakubuwana I (1704-1719), Amangkurat IV (1719-1726), Pakubuwana II (1726-1749). VOC tidak menyukai Amangkurat III karena menentang VOC sehingga VOC mengangkat Pakubuwana I (Puger) sebagai raja. Akibatnya Mataram memiliki dua raja dan ini menyebabkan perpecahan internal. Amangkurat III memberontak dan menjadi "king in exile" hingga tertangkap di Batavia lalu dibuang ke Ceylon.
Kekacauan politik baru dapat diselesaikan pada masa Pakubuwana III setelah pembagian wilayah Mataram menjadi dua yaitu Kesultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta tanggal 13 Februari 1755. Pembagian wilayah ini tertuang dalam Perjanjian Giyanti (nama diambil dari lokasi penandatanganan, di sebelah timur kota Karanganyar, Jawa Tengah). Berakhirlah era Mataram sebagai satu kesatuan politik dan wilayah. Walaupun demikian sebagian masyarakat Jawa beranggapan bahwa Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta adalah "ahli waris" dari Kesultanan Mataram.
4. Peristiwa Penting
1558 : Ki Ageng Pemanahan dihadiahi wilayah Mataram oleh Sultan Pajang Adiwijaya atas jasanya mengalahkan Arya Penangsang.
1577 : Ki Ageng Pemanahan membangun istananya di Pasargede atau Kotagede.
1584 : Ki Ageng Pemanahan meninggal. Sultan Pajang mengangkat Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan sebagai penguasa baru di Mataram, bergelar "Ngabehi Loring Pasar" (karena rumahnya di utara pasar).
1587 : Pasukan Kesultanan Pajang yang akan menyerbu Mataram porak-poranda diterjang badai letusan Gunung Merapi. Sutawijaya dan pasukannya selamat.
1588 : Mataram menjadi kerajaan dengan Sutawijaya sebagai Sultan, bergelar "Senapati Ingalaga Sayidin Panatagama" artinya Panglima Perang dan Ulama Pengatur Kehidupan Beragama.
1601 : Panembahan Senopati wafat dan digantikan putranya, Mas Jolang yang bergelar Panembahan Hanyakrawati dan kemudian dikenal sebagai "Panembahan Seda ing Krapyak" karena wafat saat berburu (jawa: krapyak).
1613 : Mas Jolang wafat, kemudian digantikan oleh putranya Pangeran Aryo Martoputro. Karena sering sakit, kemudian digantikan oleh kakaknya Raden Mas Rangsang. Gelar pertama yang digunakan adalah Panembahan Hanyakrakusuma atau "Prabu Pandita Hanyakrakusuma". Setelah Menaklukkan Madura beliau menggunakan gelar "Susuhunan Hanyakrakusuma". Terakhir setelah 1640-an beliau menggunakan gelar bergelar "Sultan Agung Senapati Ingalaga Abdurrahman"
1645 : Sultan Agung wafat dan digantikan putranya Susuhunan Amangkurat I.
1645 - 1677 : Pertentangan dan perpecahan dalam keluarga kerajaan Mataram, yang dimanfaatkan oleh VOC.
1677 : Trunajaya merangsek menuju Ibukota Pleret. Susuhunan Amangkurat I mangkat. Putra Mahkota dilantik menjadi Susuhunan Amangkurat II di pengasingan. Pangeran Puger yang diserahi tanggung jawab atas ibukota Pleret mulai memerintah dengan gelar Susuhunan Ing Ngalaga.
2. Kerajaan Islam di Sumatera, Malaka dan Aceh
Dalam catatan sejarah, ada kerajaan Islam di Sumatera, Malaka dan Aceh, antara lain:
a. Kesultanan Samudera Pasai
Kesultanan Samudera Pasai, juga dikenal dengan Samudera, Pasai, atau Samudera Darussalam, adalah kerajaan Islam yang terletak di pesisir timur Laut Aceh. Sumatera, kurang lebih di sekitar Kota Lhokseumawe, Aceh Utara sekarang. Kerajaan ini merupakan keraaan Islam pertama di Indonesia. Penguasa kerajaan Samudera Pasai terdiri atas dua dinasti, yaitu Dinasti Meurah Khair dan Meurah Silu sebagaimana dalam penjelasan berikut.
1. Dinasti Meurah Khair
Pendiri dan raja pertama kerajaan Samudera Pasai adalah Murah Khair yang bergelar Maharaja Mahmud Syah. Pengganti beliau adalah Maharaja Mansyur Syah. Kemudian dilanjutkan oleh Maharaja Giyasuddin Syah. Raja kerajaan Samudera Pasai berikutnya adalah Meurah Noe yang bergelar Maharaja Nuruddin, beliau juga dikenal dengan Tengku Samudera atau Sultan Nazimuddin al Kamil, beliau tidak dikaruniai keturunan sehingga ketika ia wafat, kerajaan samudra pasai mengalami kekacauan karena perebutan kekuasaan.
2. Dinasti Meurah Silu
Dinasti ini didirikan oleh Meurah Silu yang bergelar Malik al-Saleh. Ia merupakan keturunan Raja Perlak yang mendirikan kedua dinasti di Kerajaan Samudera Pasai.
a. Nama-nama raja yang memerintah pada Kerajaan Samudera Pasai, antara lain:
1. Malik as Saleh (1285-1297 M)
Pada masa Malik as Saleh sistem pemerintahan kerajaan dan angkatan perang laut telah terstruktur rapi, serta mengalami kemakmuran terutama setelah pelabuhan Pasai dibuka. Menjadikan hubungan kerajaan Samudera Pasai dan Perlak berjalan harmonis. Terbukti Meurah Silu menikah dengan puteri raja Perlak yang bernama Ganggang Sari. Kondisi demikian semakin memperkuat pengaruh kerajaan Samudera Pasai di Pantai Timur Aceh dan berkembang menjadi kerajaan perdagangan yang kuat di Selat Malaka.
2. Muhammad Malik Zahir (1297-1326M)
3. Mahmud Zahir (1326-1345M)
4. Mansur Malik Zahir (1345-1346M)
5. Achmad Malik Zahir (1346-1383M)
6. Zainal Abidin (1383-1403M)
Masa pemerintahannya meliputi daerah Kedah di Semenanjung Malaya, beliau juga aktif dalam menyebarkan Islam ke pulau Jawa dan Sulawesi dengan mengrim ahli dakwah seperti Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishak.
Samudera Pasai merupakan kota dagang yang mengandalkan lada sebagai komoditi andalannya dan pada umumnya masyarakat Pasai telah menanam padi di ladang yang dipanen dua kali dalam setahun bahkan memiliki sapi perah yang mengasilkan keju. Selain itu letak Pasai sangat strategis di selat Malaka yang menyebabkan pelabuhan Samudera Pasai dikunjungi banyak pedagang.
Perkembangan Samudera Pasai sebagai kerajaan Islam yang besar ditunjang dengan diberlakukannya hukum atau syariát Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
b. Kesultanan Malaka (abad ke-14 - abad ke-17)
Kesultanan Malaka (1402-1511) adalah sebuah kesultanan yang didirikan oleh Parameswara, seorang putera Sriwijaya yang melarikan diri dari perebutan Palembang oleh Majapahit.
Pada 1402, dia mendirikan sebuah ibu kota baru, Melaka yang terletak pada penyempitan Selat Malaka. Pada 1414, dia berganti menjadi seorang Muslim dan menjadi Sultan Malaka.
Kesultanan ini berkembang pesat menjadi sebuah entrepot dan menjadi pelabuhan terpenting di Asia Tenggara pada abad ke-15 dan awal 16. Kegemilangan yang dicapai oleh Kerajaan Melaka adalah daripada beberapa faktor yang penting. Antaranya, Parameswara telah mengambil kesempatan untuk menjalinkan hubungan baik dengan negara Cina ketika Laksamana Yin Ching mengunjungi Melaka pada tahun 1402. Malah, salah seorang daripada sultan Melaka telah menikahi seorang putri dari negara Cina yang bernama Putri Hang Li Po. Hubungan erat antara Melaka dengan Cina telah memberi banyak manfaat kepada Melaka. Melaka mendapat perlindungan dari negara Tiongkok yang merupakan sebuah kuasa besar di dunia untuk mengelakkan serangan Siam.
Malaka diserang pasukan Portugis di bawah pimpinan Alfonso de Albuquerque pada 10 Agustus 1511 dan berhasil direbut pada 24 Agustus 1511. Sultan Mahmud Syah melarikan diri ke Bintan dan mendirikan ibukota baru di sana. Pada tahun 1526 Portugis membumihanguskan Bintan, dan Sultan kemudian melarikan diri ke Kampar, tempat dia wafat dua tahun kemudian. Putranya Muzaffar Syah kemudian menjadi sultan Perak, sedangkan putranya yang lain Alauddin Riayat Syah II mendirikan kerajaan baru yaitu Johor. Berikut nama-nama raja-raja Malaka, antara lain:
1. Parameswara (1402-1424)
2. Sultan Muhammad Syah (1424-1444)
3. Sultan Muzaffar Syah (1444-1459)
4. Sultan Mansur Syah (1459-1477)
5. Sultan Alauddin Riayat Syah (1477-1488)
6. Sultan Mahmud Syah (1488-1528)
c. Kesultanan Aceh (abad ke-16 - 1903)
Kesultanan Aceh Darussalam berdiri menjelang keruntuhan dari Samudera Pasai yang pada tahun 1360 ditaklukkan oleh Majapahit hingga kemundurannya di abad ke-14. Kesultanan Aceh terletak di utara pulau Sumatera dengan ibu kota Kutaraja (Banda Aceh) dengan sultan pertamnya adalah Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada pada Ahad, 1 Jumadil awal 913 H atau pada tanggal 8 September 1507. Dalam sejarahnya yang panjang itu (1496 - 1903), Aceh telah mengukir masa lampaunya dengan begitu megah dan menakjubkan, terutama karena kemampuannya dalam mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, komitmennya dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan, hingga kemampuannya dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.
1. Sejarah Awal mula
Kesultanan Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1496. Diawal-awal masa pemerintahannya wilayah Kesultanan Aceh berkembang hingga mencakup Daya, Deli, Pedir, Pasai, dan Aru. Pada tahun 1528, Ali Mughayat Syah digantikan oleh putera sulungnya yang bernama Salahuddin, yang kemudian berkuasa hingga tahun 1537. Kemudian Salahuddin digantikan oleh Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahar yang berkuasa hingga tahun 1568.
2. Masa kejayaan
Kesultanan Aceh mengalami masa keemasan pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda (1607 - 1636). Pada masa kepemimpinannya, Aceh telah berhasil memukul mundur kekuatan Portugis dari selat Malaka. Kejadian ini dilukiskan dalam La Grand Encyclopedie bahwa pada tahun 1582, bangsa Aceh sudah meluaskan pengaruhnya atas pulau-pulau Sunda (Sumatera, Jawa dan Borneo) serta atas sebagian tanah Semenanjung Melayu. Selain itu Aceh juga melakukan hubungan diplomatik dengan semua bangsa yang melayari Lautan Hindia. Pada tahun 1586, kesultanan Aceh melakukan penyerangan terhadap Portugis di Melaka dengan armada yang terdiri dari 500 buah kapal perang dan 60.000 tentara laut. Serangan ini dalam upaya memperluas dominasi Aceh atas Selat Malaka dan semenanjung Melayu. Walaupun Aceh telah berhasil mengepung Melaka dari segala penjuru, namun penyerangan ini gagal dikarenakan adanya persekongkolan antara Portugis dengan kesultanan Pahang.
Dalam lapangan pembinaan kesusasteraan dan ilmu agama, Aceh telah melahirkan beberapa ulama ternama, yang karangan mereka menjadi rujukan utama dalam bidang masing-masing, seperti Hamzah Fansuri dalam bukunya Tabyan Fi Ma'rifati al-U Adyan, Syamsuddin al-Sumatrani dalam bukunya Mi'raj al-Muhakikin al-Iman, Nuruddin ar-Raniry dalam bukunya Sirat al-Mustaqim, dan Syekh Abdul Rauf Singkili dalam bukunya Mi'raj al-Tulabb Fi Fashil.
3. Kemunduran
Kemunduran Kesultanan Aceh bermula sejak kemangkatan Sultan Iskandar Tsani pada tahun 1641. Kemunduran Aceh disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya ialah makin menguatnya kekuasaan Belanda di pulau Sumatera dan Selat Malaka, ditandai dengan jatuhnya wilayah Minangkabau, Siak, Deli dan Bengkulu kedalam pangkuan penjajahan Belanda. Faktor penting lainnya ialah adanya perebutan kekuasaan diantara pewaris tahta kesultanan.
Traktat London yang ditandatangani pada 1824 telah memberi kekuasaan kepada Belanda untuk menguasai segala kawasan British/Inggris di Sumatra sementara Belanda akan menyerahkan segala kekuasaan perdagangan mereka di India dan juga berjanji tidak akan menandingi British/Inggris untuk menguasai Singapura.
Pada akhir Nopember 1871, lahirlah apa yang disebut dengan Traktat Sumatera, dimana disebutkan dengan jelas "Inggris wajib berlepas diri dari segala unjuk perasaan terhadap perluasan kekuasaan Belanda di bagian manapun di Sumatera. Pembatasan-pembatasan Traktat London 1824 mengenai Aceh dibatalkan." Sejak itu, usaha-usaha untuk menyerbu Aceh makin santer disuarakan, baik dari negeri Belanda maupun Batavia. Setelah melakukan peperangan selama 40 tahun, Kesultanan Aceh akhirnya jatuh ke pangkuan kolonial Hindia-Belanda. Sejak kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, Aceh menyatakan bersedia bergabung ke dalam Republik indonesia atas ajakan dan bujukan dari Soekarno kepada pemimpin Aceh Tengku Muhammad Daud Beureueh saat itu.
4. Gelar-Gelar yang Digunakan dalam Kerajaan Aceh
a. Teungku
c. Teuku
f. Cut
b. Tuanku
d. Laksamana
g. Panglima Sagoe
c. Pocut
e. Uleebalang
h. Meurah
3. Kerajaan Islam di Sulawesi
a. Kesultanan Gowa dan Tallo
Kerajaan Gowa dan Tallo merupakan kerajaan yang terletak di Sulawesi Selatan dan memiliki hubungan baik.
Pada awalnya di daerah Gowa terdapat sembilan komunitas, yang dikenal dengan nama Bate Salapang (Sembilan Bendera), yang kemudian menjadi pusat kerajaan Gowa: Tombolo, Lakiung, Parang-Parang, Data, Agangjene, Saumata, Bissei, Sero dan Kalili. Melalui berbagai cara, baik damai maupun paksaan, komunitas lainnya bergabung untuk membentuk Kerajaan Gowa. Masing-masing kerajaan tersebut membentuk persekutuan sesuai dengan pilihan masing-masing. Salah satunya adalah kerajaan Gowa dan Tallo membentuk persekutuan pada tahun 1528, sehingga melahirkan suatu kerajaan yang lebih dikenal dengan sebutan kerajaan Makasar. Nama Makasar sebenarnya adalah ibukota dari kerajaan Gowa dan sekarang masih digunakan sebagai nama ibukota propinsi Sulawesi Selatan.
1. Letak geografis
Secara geografis daerah Sulawesi Selatan memiliki posisi yang sangat strategis, karena berada di jalur pelayaran (perdagangan Nusantara). Bahkan daerah Makasar menjadi pusat persinggahan para pedagang baik yang berasal dari Indonesia bagian Timur maupun yang berasal dari Indonesia bagian Barat. Dengan posisi strategis tersebut maka Kerajaan Gowa dan Tallo berkembang menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas jalur perdagangan Nusantara.
2. Faktor-faktor penyebab Kerajaan Gowa Tallo berkembang menjadi pusat perdagangan, sebagai berikut:
a. Letaknya strategis yaitu sebagai penghubung pelayaran Malaka dan Jawa ke Maluku.
b. Letaknya di muara sungai, sehingga lalu lintas perdagangan antar daerah pedalaman berjalan dengan baik.
c. Di depan pelabuhan terdapat gugusan pulau kecil yang berguna untuk menahan gelombang dan angin, sehingga keamanan berlabuh di pelabuhan ini terjamin.
d. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis mendorong para pedagang mencari daerah atau pelabuhan yang menjual belikan rempah-rempah.
e. Halauan politik Mataram sebagai kerajaan agraris ternyata kurang memperhatikan pemngembangan pelabuhan-pelabuhan di Jawa. Akibatnya dapat diambil alih oleh Makasar.
f. Kemahiran penduduk Makasar dalam bidang pelayaran dan pembuatan kapal besar jenis Phinisi dan Lambo.
3. Pendiri Gowa dan Tallo dan raja terkenalnya
a. Raja Tumanurunga (1300+), merupakan Raja pertama sekaligus pendiri dari Kerajaan Gowa dan Tallo (Kerajaan Makassar) dan yang terakhir adalah Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin (1956-1960) merupakan Raja Gowa terakhir, meninggal di Jongaya pada tahun 1978.
b. Sultan Alauddin (1591-1638M) yang nama aslinya Karaeng Ma’towaya Tumamenanga merupakan raja pertama yang memeluk agama Islam dan kerajaan Makassar berkembang menjadi kerajaan maritim.
c. Setelah Sultan Alauddin wafat dilanjutkan Muhammad Said (1639-1653M)
d. Raja yang terkenal dari Kerajaan Gowa dan Tallo adalah Sultan Hasanuddin dengan julukannya Ayam Jantan dari Timur. Dengan prestasinya untuk memporak-porandakan kedudukan Belanda (VOC) dalam menguasai wilayah Makassar. Ini menyebabkan Belanda terpaksa mundur dari wilayah Makassar sebelum melakukan penyerangan besar-besaran.
4. Kerajaan Islam di Maluku
a. Ternate dan Tidore
1. Letak Ternate dan Tidore
Kerajaan Ternate dan Tidore, sebelah barat pulau Halmahera. Kerajaan ini terletak di kepulauan Maluku, di wilayah ini terdapat dua persekutuan yaitu:
a. Ulilima (pulau Obi, Bacan).
b. Seram,Ambon, Ternate pemimpinnya).
c. Ulisiwa (pulau Makyan, Jailolo, dansekitar Irian Barat yang di pimpin oleh Tidore.
2. Kehidupan Politik
Persaingan antar Ulilima dan Ulisiwa bersaing menguasai Maluku (dimanfaatkan oleh bangsa pendatang seperti Portugis dan Spanyol)
a. Portugis àTernate.
b. Spanyol àTidore (dikalahkan)
c. Menghasilkan perjanjian Saragosa 1528
d. Menetapkan Portugis sebagai penguasa Maluku dan Spanyol pindah ke Filipina.
e. Kesewenangan Portugis membuat Ulilima dan Ulisiwa bersatu Sultan Hairun.
f. Baru pada masa Sultan Baabullah Maluku (Ternate dan Tidore) mengusir Portugis 1575.
g. Ternate-Tidore mencapai kejayaannya.
3. Kehidupan Ekonomi
a. Ternate-Tidore berkembang sebagai kerajaan Maritim.
b. Penghasil komoditi perdagangan rempah-rempah.
c. Kedatangan pedagang Ternate, Jawa, Melayu,pedagang Arab
4. Kehidupan Sosial Budaya
a. Islam berkembang di Maluku
b. Seni Bangunan Mesjid dan Istana Raja
c. Agama Katolik juga berkembang
d. Jumlah perahu (kora-kora)
e. Keaneka ragaman agama.
b. Sejarah berdirinya kerajaan Ternate
Pulau Gapi (kini Ternate) mulai ramai di awal abad ke-13, penduduk Ternate awal merupakan warga eksodus dari Halmahera. Momole (kepala marga), merekalah yang pertama - tama mengadakan hubungan dengan para pedagang yang datang dari segala penjuru mencari rempah - rempah. Tahun 1257 Momole Ciko pemimpin Sampalu terpilih dan diangkat sebagai Kolano (raja) pertama dengan gelar Baab Mashur Malamo (1257-1272). Sehingga dibangunlah kerajaan yang berpusat di kampung ternate tersebut.
1. Silsilah raja-raja Kerajaan Ternate
Zainal Abidin - Sultan Tarbaji - Sultan Khairun - Sultan Baabullah. Kerajaan Ternate mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Baabullah.
2. Prestasi Kerajaan Ternate
a. Berhasil mengusir portugis dari maluku
b. Berhasil menahan spanyol untuk kembali lagi menguasai maluku
c. bahasa Ternate memiliki dampak terbesar terhadap bahasa Melayu yang digunakan masyarakat timur Indonesia
d. Dua naskah Melayu tertua di dunia adalah naskah surat sultan Ternate Abu Hayat II kepada Raja Portugal tanggal 27 April dan 8 November 1521 yang saat ini masih tersimpan di museum Lisabon – Portugal.
3. Penyebab kemunduran bahkan keruntuhan kerajaan Ternate :
Maluku adalah daerah penghasil rempah-rempah yang sangat terkenal bahkan sampai ke Eropa. Itulah komoditi yang menarik orang-orang Eropa dan Asia datang ke Nusantara. Para pedagang itu membawa barang-barangnya dan menukarkannya dengan rempah-rempah. Proses perdagangan ini pada awalnya menguntungkan masyarakat setempat. Namun, dengan berlakunya politik monopoli perdagangan, terjadi kemunduran di berbagai bidang, termasuk kesejahteraan masyarakat.
c. Sejarah berdirinya kerajaan Tidore
Tidore merupakan salah satu pulau yang terdapat di gugusan kepulauan Maluku. Sebelum Islam datang ke bumi Nusantara, Tidore dikenal dengan nama Kie Duko, yang berarti pulau yang bergunung api. Penamaan ini sesuai dengan kondisi topografi Tidore yang memiliki gunung api bahkan tertinggi di gugusan kepulauan Maluku yang mereka namakan gunung Marijang. Saat ini, gunung Marijang sudah tidak aktif lagi. Nama Tidore berasal dari gabungan dua rangkaian kata bahasa Tidore dan Arab dialek Irak : bahasa Tidore, To ado re, artinya, ‘aku telah sampai’ dan bahasa Arab dialek Irak anta thadore yang berarti ‘kamu datang’. Penggabungan dua rangkaian kata dari dua bahasa ini bermula dari suatu peristiwa yang terjadi di Tidore. Menurut kisahnya, di daerah Tidore ini sering terjadi pertikaian antar para Momole (kepala suku), yang didukung oleh anggota komunitasnya masing-masing dalam memperebutkan wilayah kekuasaan persukuan. Pertikaian tersebut seringkali menimbulkan pertumpahan darah. Usaha untuk mengatasi pertikaian tersebut selalu mengalami kegagalan.
1. Silsilah raja-raja Kerajaan Tidore
Sultan Jamaludin - Sultan Almansur - Sultan Amiruddin Iskandar Zulkamaen- Sultan Saifuddin - Sultan Kamaluddin - Sultan Nuku. Kerajaan Tidore mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Nuku.
2. Penyebab kemunduran bahkan keruntuhan kerajaan Tidore :
1635 : Rakyat melawan belanda atas keputusannya untuk menebang pohon besar-besaran
1641 : Pasukan yang dipimpin oleh Ambon Salahakan Luhu menggempur markas belanda, tetapi dia ditangkap dan dieksekusi mati
1650 : Bangsawan ternate melakukan perlawanan atas sikap Sultan Mandarsyah yang terlampau akrab dan dianggap cenderung menuruti kemauan Belanda.
: Sultan Sibori melakukan perlawanan kepada belanda dengan menjalin persekutuan dengan Datuk Abdulrahman penguasa Mindanao.
1914 : Sultan Haji Muhammad Usman Syah melakukan perlawanan terhadap belanda, tapi kalah karena senjata belanda lebih tangguh dan canggih
3. Masuknya agama Islam di maluku melalui jalur perdagangan
Pada abad ke-15, para pedagang dan ulama dari Malaka dan Jawa menyebarkan Islam ke sana. Dari sini muncul empat kerajaan Islam di Maluku, contohnya kerajaan ternate dan tidore. Mereka adalah dua kerajaan yang memiliki peran yang menonjol dalam menghadapi kekuatan-kekuatan asing yang mencoba menguasai Maluku.
Dalam perkembangan selanjutnya, kedua kerajaan ini bersaing memperebutkan hegemoni politik di kawasan Maluku. Kerajaan Ternate dan Tidore merupakan daerah yang menjadi pusat perdagangan rempah-rempah. Wilayah Maluku bagian timur dan pantai-pantai Irian (Papua), dikuasai oleh Kesultanan Tidore, sedangkan sebagian besar wilayah Maluku, Gorontalo, dan Banggai di Sulawesi, dan sampai ke Flores dan Mindanao, dikuasai oleh Kesultanan Ternate. Dari persaingan tersebut muncul 2 persekutuan dagang:
a. Uli-Lima (persekutuan lima bersaudara) dipimpin oleh Ternate meliputi Bacan, Seram, Obi, dan Ambon.
b. Uli-Siwa (persekutuan sembilan bersaudara) dipimpin oleh Tidore meliputi; Halmahera, Jailalo sampai ke Papua.
1. Kerajaan Islam di Jawa
a. Kesultanan Demak (1500 - 1550)
Kesultanan Demak atau Kesultanan Demak Bintara adalah kesultanan Islam pertama di Jawa yang didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1478. Kesultanan ini sebelumnya merupakan keadipatian (kadipaten) vazal dari kerajaan Majapahit, dan tercatat menjadi pelopor penyebaran agama Islam di pulau Jawa dan Indonesia pada umumnya. Kesultanan Demak tidak berumur panjang dan segera mengalami kemunduran karena terjadi perebutan kekuasaan di antara kerabat kerajaan. Pada tahun 1568, kekuasaan Kesultanan Demak beralih ke Kesultanan Pajang yang didirikan oleh Jaka Tingkir. Salah satu peninggalan bersejarah Kesultanan Demak ialah Mesjid Agung Demak, yang diperkirakan didirikan oleh para Walisongo. Lokasi ibukota Kesultanan Demak, yang pada masa itu masih dapat dilayari dari laut dan dinamakan Bintara, saat ini telah menjadi kota Demak di Jawa Tengah.
1. Cikal-bakal Demak
Pada saat kerajaan Majapahit mengalami masa surut, secara praktis wilayah-wilayah kekuasaannya mulai memisahkan diri. Wilayah-wilayah yang terbagi menjadi kadipaten-kadipaten tersebut saling serang, saling mengklaim sebagai pewaris tahta Majapahit. Pada masa itu arus kekuasaan mengerucut pada dua adipati, yaitu Raden Patah dan Ki Ageng Pengging. Sementara Raden Patah mendapat dukungan dari Walisongo, Ki Ageng Pengging mendapat dukungan dari Syech Siti Jenar.
2. Demak di bawah Pati Unus
Demak di bawah Pati Unus adalah Demak yang berwawasan Nusantara. Visi besarnya adalah menjadikan Demak sebagai kesultanan maritim yang besar. Pada masa kepemimpinannya, Demak merasa terancam dengan pendudukan Portugis di Malaka. Dengan adanya Portugis di Malaka, kehancuran pelabuhan-pelabuhan Nusantara tinggal menunggu waktu.
3. Demak di bawah Sultan Trenggono
Sultan Trenggono berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di bawah Sultan Trenggono, Demak mulai menguasai daerah-daerah Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau tentara Portugis yang akan mendarat di sana (1527), Tuban (1527), Madiun (1529), Surabaya dan Pasuruan (1527), Malang (1545), dan Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur pulau Jawa (1527, 1546). Panglima perang Demak waktu itu adalah Fatahillah, pemuda asal Pasai (Sumatera), yang juga menjadi menantu Sultan Trenggono. Sultan Trenggono meninggal pada tahun 1546 dalam sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto.
4. Peran Wali Songo
Pada zaman Kesultanan Demak, majelis ulama Wali Songo memiliki peran penting, bahkan ikut mendirikan kerajaan tersebut. Majelis ini bersidang secara rutin selama periode tertentu dan ikut menentukan kebijakan politik Demak.
5. Kemunduran Demak
Suksesi ke tangan Sunan Prawoto tidak berlangsung mulus. Ia ditentang oleh adik Sultan Trenggono, yaitu Pangeran Suksesi ke tangan Sunan Prawoto tidak berlangsung mulus Sekar Seda Lepen. Pangeran Sekar Seda Lepen akhirnya terbunuh. Pada tahun 1561 Sunan Prawoto beserta keluarganya "dihabisi" oleh suruhan Arya Penangsang, putera Pangeran Sekar Seda Lepen. Arya Penangsang kemudian menjadi penguasa tahta Demak. Suruhan Arya Penangsang juga membunuh Pangeran Hadiri adipati Jepara, dan hal ini menyebabkan banyak adipati memusuhi Arya Penangsang.
Arya Penangsang akhirnya berhasil dibunuh dalam peperangan oleh pasukan Joko Tingkir, menantu Sunan Prawoto. Joko Tingkir memindahkan istana Demak ke Pajang, dan di sana ia mendirikan Kesultanan Pajang.
b. Kesultanan Banten (1524 - 1813)
Kesultanan Banten berawal ketika Kesultanan Demak memperluas pengaruhnya ke daerah barat. Pada tahun 1524/1525, Sunan Gunung Jati bersama pasukan Demak merebut pelabuhan Banten dari kerajaan Sunda, dan mendirikan Kesultanan Banten yang berafiliasi ke Demak. Menurut sumber Portugis, sebelumnya Banten merupakan salah satu pelabuhan Kerajaan Sunda selain pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara (Tangerang), Sunda Kalapa dan Cimanuk.
1. Sejarah
Anak dari Sunan Gunung Jati (Hasanudin) menikah dengan seorang putri dari Sultan Trenggono dan melahirkan dua orang anak. Anak yang pertama bernama Maulana Yusuf. Sedangkan anak kedua menikah dengan anak dari Ratu Kali Nyamat dan menjadi Penguasa Jepara.
Terjadi perebutan kekuasaan setelah Maulana Yusuf wafat (1570). Pangeran Jepara merasa berkuasa atas Kerajaan Banten daripada anak Maulana Yusuf yang bernama Maulana Muhammad karena Maulana Muhammad masih terlalu muda. Akhirnya Kerajaan Jepara menyerang Kerajaan Banten. Perang ini dimenangkan oleh Kerajaan Banten karena dibantu oleh para ulama.
2. Puncak kejayaan
Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Abu Fatah Abdulfatah atau lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Saat itu Pelabuhan Banten telah menjadi pelabuhan internasional sehingga perekonomian Banten maju pesat. Wilayah kekuasaannya meliputi sisa kerajaan Sunda yang tidak direbut kesultanan Mataram dan serta wilayah yang sekarang menjadi provinsi Lampung. Piagam Bojong menunjukkan bahwa tahun 1500 hingga 1800 Masehi Lampung dikuasai oleh kesultanan Banten.
3. Masa kekuasaan Sultan Haji
Pada jaman pemerintahan Sultan Haji, tepatnya pada 12 Maret 1682, wilayah Lampung diserahkan kepada VOC. seperti tertera dalam surat Sultan Haji kepada Mayor Issac de Saint Martin, Admiral kapal VOC di Batavia yang sedang berlabuh di Banten. Surat itu kemudian dikuatkan dengan surat perjanjian tanggal 22 Agustus 1682 yang membuat VOC memperoleh hak monopoli perdagangan lada di Lampung.
4. Penghapusan kesultanan
Kesultanan Banten dihapuskan tahun 1813 oleh pemerintah kolonial Inggris. Pada tahun itu, Sultan Muhamad Syafiuddin dilucuti dan dipaksa turun takhta oleh Thomas Stamford Raffles. Tragedi ini menjadi klimaks dari penghancuran Surasowan oleh Gubernur-Jenderal Belanda, Herman William Daendels tahun 1808.
5. Nama-nama Kesultanan Banten
a. Sunan Gunung Jati
b. Sultan Maulana Hasanudin 1552 - 1570
c. Maulana Yusuf 1570 - 1580
d. Maulana Muhammad 1585 - 1590
e. Sultan Abdul Mufahir Mahmud Abdul Kadir 1605 - 1640 (dianugerahi gelar tersebut pada tahun 1048 H (1638) oleh Syarif Zaid, Syarif Makkah saat itu.)
f. Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad 1640 - 1650
g. Sultan Ageng Tirtayasa 1651-1680
h. Sultan Abdul Kahar (Sultan Haji) 1683 - 1687
i. Abdul Fadhl / Sultan Yahya (1687-1690)
j. Abul Mahasin Zainul Abidin (1690-1733)
k. Muhammad Syifa Zainul Ar / Sultan Arifin (1750-1752)
l. Muhammad Wasi Zainifin (1733-1750)
m. Syarifuddin Artu Wakilul Alimin (1752-1753)
n. Muhammad Arif Zainul Asyikin (1753-1773)
o. Abul Mafakir Muhammad Aliyuddin (1773-1799)
p. Muhyiddin Zainush Sholihin (1799-1801)
q. Muhammad Ishaq Zainul Muttaqin (1801-1802)
r. Wakil Pangeran Natawijaya (1802-1803)
s. Aliyuddin II (1803-1808)
t. Wakil Pangeran Suramanggala (1808-1809)
u. Muhammad Syafiuddin (1809-1813)
v. Muhammad Rafiuddin (1813-1820)
c. Kesultanan Mataram (1586 - 1755)
Kesultanan Mataram adalah kerajaan Islam di Jawa yang didirikan oleh Sutawijaya, keturunan dari Ki Ageng Pemanahan yang mendapat hadiah sebidang tanah dari raja Pajang, Hadiwijaya, atas jasanya. Kerajaan Mataram pada masa keemasannya dapat menyatukan tanah Jawa dan sekitarnya termasuk Madura serta meninggalkan beberapa jejak sejarah yang dapat dilihat hingga kini, seperti wilayah Matraman di Jakarta dan sistem persawahan di Karawang.
1. Masa awal
Sutawijaya naik tahta setelah ia merebut wilayah Pajang sepeninggal Hadiwijaya dengan gelar Panembahan Senopati. Pada saat itu wilayahnya hanya di sekitar Jawa Tengah saat ini, mewarisi wilayah Kerajaan Pajang. Pusat pemerintahan berada di Mentaok, wilayah yang terletak kira-kira di timur Kota Yogyakarta dan selatan Bandar Udara Adisucipto sekarang. Lokasi keraton (tempat kedudukan raja) pada masa awal terletak di Banguntapan, kemudian dipindah ke Kotagede. Sesudah ia meninggal (dimakamkan di Kotagede) kekuasaan diteruskan putranya Mas Jolang yang setelah naik tahta bergelar Prabu Hanyokrowati.
Pemerintahan Prabu Hanyokrowati tidak berlangsung lama karena beliau wafat karena kecelakaan saat sedang berburu di hutan Krapyak. Karena itu ia juga disebut Susuhunan Seda Krapyak atau Panembahan Seda Krapyak yang artinya Raja (yang) wafat (di) Krapyak. Setelah itu tahta beralih sebentar ke tangan putra keempat Mas Jolang yang bergelar Adipati Martoputro. Ternyata Adipati Martoputro menderita penyakit syaraf sehingga tahta beralih ke putra sulung Mas Jolang yang bernama Mas Rangsang.
2. Sultan Agung
Sesudah naik tahta Mas Rangsang bergelar Sultan Agung Hanyokrokusumo atau lebih dikenal dengan sebutan Sultan Agung. Pada masanya Mataram berekspansi untuk mencari pengaruh di Jawa. Wilayah Mataram mencakup Pulau Jawa dan Madura (kira-kira gabungan Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur sekarang). Ia memindahkan lokasi kraton ke Kerta (Jw. "kertå", maka muncul sebutan pula "Mataram Kerta"). Akibat terjadi gesekan dalam penguasaan perdagangan antara Mataram dengan VOC yang berpusat di Batavia, Mataram lalu berkoalisi dengan Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon dan terlibat dalam beberapa peperangan antara Mataram melawan VOC. Setelah wafat (dimakamkan di Imogiri), ia digantikan oleh putranya yang bergelar Amangkurat (Amangkurat I).
3. Terpecahnya Mataram
Amangkurat I memindahkan lokasi keraton ke Pleret (1647), tidak jauh dari Kerta. Selain itu, ia tidak lagi menggunakan gelar sultan, melainkan "sunan" (dari "Susuhunan" atau "Yang Dipertuan"). Pemerintahan Amangkurat I kurang stabil karena banyak ketidakpuasan dan pemberontakan. Pada masanya, terjadi pemberontakan besar yang dipimpin oleh Trunajaya dan memaksa Amangkurat bersekutu dengan VOC. Ia wafat di Tegalarum (1677) ketika mengungsi sehingga dijuluki Sunan Tegalarum. Penggantinya, Amangkurat II (Amangkurat Amral), sangat patuh pada VOC sehingga kalangan istana banyak yang tidak puas dan pemberontakan terus terjadi. Pada masanya, kraton dipindahkan lagi ke Kartasura (1680), sekitar 5km sebelah barat Pajang karena kraton yang lama dianggap telah tercemar.
Pengganti Amangkurat II berturut-turut adalah Amangkurat III (1703-1708), Pakubuwana I (1704-1719), Amangkurat IV (1719-1726), Pakubuwana II (1726-1749). VOC tidak menyukai Amangkurat III karena menentang VOC sehingga VOC mengangkat Pakubuwana I (Puger) sebagai raja. Akibatnya Mataram memiliki dua raja dan ini menyebabkan perpecahan internal. Amangkurat III memberontak dan menjadi "king in exile" hingga tertangkap di Batavia lalu dibuang ke Ceylon.
Kekacauan politik baru dapat diselesaikan pada masa Pakubuwana III setelah pembagian wilayah Mataram menjadi dua yaitu Kesultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta tanggal 13 Februari 1755. Pembagian wilayah ini tertuang dalam Perjanjian Giyanti (nama diambil dari lokasi penandatanganan, di sebelah timur kota Karanganyar, Jawa Tengah). Berakhirlah era Mataram sebagai satu kesatuan politik dan wilayah. Walaupun demikian sebagian masyarakat Jawa beranggapan bahwa Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta adalah "ahli waris" dari Kesultanan Mataram.
4. Peristiwa Penting
1558 : Ki Ageng Pemanahan dihadiahi wilayah Mataram oleh Sultan Pajang Adiwijaya atas jasanya mengalahkan Arya Penangsang.
1577 : Ki Ageng Pemanahan membangun istananya di Pasargede atau Kotagede.
1584 : Ki Ageng Pemanahan meninggal. Sultan Pajang mengangkat Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan sebagai penguasa baru di Mataram, bergelar "Ngabehi Loring Pasar" (karena rumahnya di utara pasar).
1587 : Pasukan Kesultanan Pajang yang akan menyerbu Mataram porak-poranda diterjang badai letusan Gunung Merapi. Sutawijaya dan pasukannya selamat.
1588 : Mataram menjadi kerajaan dengan Sutawijaya sebagai Sultan, bergelar "Senapati Ingalaga Sayidin Panatagama" artinya Panglima Perang dan Ulama Pengatur Kehidupan Beragama.
1601 : Panembahan Senopati wafat dan digantikan putranya, Mas Jolang yang bergelar Panembahan Hanyakrawati dan kemudian dikenal sebagai "Panembahan Seda ing Krapyak" karena wafat saat berburu (jawa: krapyak).
1613 : Mas Jolang wafat, kemudian digantikan oleh putranya Pangeran Aryo Martoputro. Karena sering sakit, kemudian digantikan oleh kakaknya Raden Mas Rangsang. Gelar pertama yang digunakan adalah Panembahan Hanyakrakusuma atau "Prabu Pandita Hanyakrakusuma". Setelah Menaklukkan Madura beliau menggunakan gelar "Susuhunan Hanyakrakusuma". Terakhir setelah 1640-an beliau menggunakan gelar bergelar "Sultan Agung Senapati Ingalaga Abdurrahman"
1645 : Sultan Agung wafat dan digantikan putranya Susuhunan Amangkurat I.
1645 - 1677 : Pertentangan dan perpecahan dalam keluarga kerajaan Mataram, yang dimanfaatkan oleh VOC.
1677 : Trunajaya merangsek menuju Ibukota Pleret. Susuhunan Amangkurat I mangkat. Putra Mahkota dilantik menjadi Susuhunan Amangkurat II di pengasingan. Pangeran Puger yang diserahi tanggung jawab atas ibukota Pleret mulai memerintah dengan gelar Susuhunan Ing Ngalaga.
2. Kerajaan Islam di Sumatera, Malaka dan Aceh
Dalam catatan sejarah, ada kerajaan Islam di Sumatera, Malaka dan Aceh, antara lain:
a. Kesultanan Samudera Pasai
Kesultanan Samudera Pasai, juga dikenal dengan Samudera, Pasai, atau Samudera Darussalam, adalah kerajaan Islam yang terletak di pesisir timur Laut Aceh. Sumatera, kurang lebih di sekitar Kota Lhokseumawe, Aceh Utara sekarang. Kerajaan ini merupakan keraaan Islam pertama di Indonesia. Penguasa kerajaan Samudera Pasai terdiri atas dua dinasti, yaitu Dinasti Meurah Khair dan Meurah Silu sebagaimana dalam penjelasan berikut.
1. Dinasti Meurah Khair
Pendiri dan raja pertama kerajaan Samudera Pasai adalah Murah Khair yang bergelar Maharaja Mahmud Syah. Pengganti beliau adalah Maharaja Mansyur Syah. Kemudian dilanjutkan oleh Maharaja Giyasuddin Syah. Raja kerajaan Samudera Pasai berikutnya adalah Meurah Noe yang bergelar Maharaja Nuruddin, beliau juga dikenal dengan Tengku Samudera atau Sultan Nazimuddin al Kamil, beliau tidak dikaruniai keturunan sehingga ketika ia wafat, kerajaan samudra pasai mengalami kekacauan karena perebutan kekuasaan.
2. Dinasti Meurah Silu
Dinasti ini didirikan oleh Meurah Silu yang bergelar Malik al-Saleh. Ia merupakan keturunan Raja Perlak yang mendirikan kedua dinasti di Kerajaan Samudera Pasai.
a. Nama-nama raja yang memerintah pada Kerajaan Samudera Pasai, antara lain:
1. Malik as Saleh (1285-1297 M)
Pada masa Malik as Saleh sistem pemerintahan kerajaan dan angkatan perang laut telah terstruktur rapi, serta mengalami kemakmuran terutama setelah pelabuhan Pasai dibuka. Menjadikan hubungan kerajaan Samudera Pasai dan Perlak berjalan harmonis. Terbukti Meurah Silu menikah dengan puteri raja Perlak yang bernama Ganggang Sari. Kondisi demikian semakin memperkuat pengaruh kerajaan Samudera Pasai di Pantai Timur Aceh dan berkembang menjadi kerajaan perdagangan yang kuat di Selat Malaka.
2. Muhammad Malik Zahir (1297-1326M)
3. Mahmud Zahir (1326-1345M)
4. Mansur Malik Zahir (1345-1346M)
5. Achmad Malik Zahir (1346-1383M)
6. Zainal Abidin (1383-1403M)
Masa pemerintahannya meliputi daerah Kedah di Semenanjung Malaya, beliau juga aktif dalam menyebarkan Islam ke pulau Jawa dan Sulawesi dengan mengrim ahli dakwah seperti Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishak.
Samudera Pasai merupakan kota dagang yang mengandalkan lada sebagai komoditi andalannya dan pada umumnya masyarakat Pasai telah menanam padi di ladang yang dipanen dua kali dalam setahun bahkan memiliki sapi perah yang mengasilkan keju. Selain itu letak Pasai sangat strategis di selat Malaka yang menyebabkan pelabuhan Samudera Pasai dikunjungi banyak pedagang.
Perkembangan Samudera Pasai sebagai kerajaan Islam yang besar ditunjang dengan diberlakukannya hukum atau syariát Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
b. Kesultanan Malaka (abad ke-14 - abad ke-17)
Kesultanan Malaka (1402-1511) adalah sebuah kesultanan yang didirikan oleh Parameswara, seorang putera Sriwijaya yang melarikan diri dari perebutan Palembang oleh Majapahit.
Pada 1402, dia mendirikan sebuah ibu kota baru, Melaka yang terletak pada penyempitan Selat Malaka. Pada 1414, dia berganti menjadi seorang Muslim dan menjadi Sultan Malaka.
Kesultanan ini berkembang pesat menjadi sebuah entrepot dan menjadi pelabuhan terpenting di Asia Tenggara pada abad ke-15 dan awal 16. Kegemilangan yang dicapai oleh Kerajaan Melaka adalah daripada beberapa faktor yang penting. Antaranya, Parameswara telah mengambil kesempatan untuk menjalinkan hubungan baik dengan negara Cina ketika Laksamana Yin Ching mengunjungi Melaka pada tahun 1402. Malah, salah seorang daripada sultan Melaka telah menikahi seorang putri dari negara Cina yang bernama Putri Hang Li Po. Hubungan erat antara Melaka dengan Cina telah memberi banyak manfaat kepada Melaka. Melaka mendapat perlindungan dari negara Tiongkok yang merupakan sebuah kuasa besar di dunia untuk mengelakkan serangan Siam.
Malaka diserang pasukan Portugis di bawah pimpinan Alfonso de Albuquerque pada 10 Agustus 1511 dan berhasil direbut pada 24 Agustus 1511. Sultan Mahmud Syah melarikan diri ke Bintan dan mendirikan ibukota baru di sana. Pada tahun 1526 Portugis membumihanguskan Bintan, dan Sultan kemudian melarikan diri ke Kampar, tempat dia wafat dua tahun kemudian. Putranya Muzaffar Syah kemudian menjadi sultan Perak, sedangkan putranya yang lain Alauddin Riayat Syah II mendirikan kerajaan baru yaitu Johor. Berikut nama-nama raja-raja Malaka, antara lain:
1. Parameswara (1402-1424)
2. Sultan Muhammad Syah (1424-1444)
3. Sultan Muzaffar Syah (1444-1459)
4. Sultan Mansur Syah (1459-1477)
5. Sultan Alauddin Riayat Syah (1477-1488)
6. Sultan Mahmud Syah (1488-1528)
c. Kesultanan Aceh (abad ke-16 - 1903)
Kesultanan Aceh Darussalam berdiri menjelang keruntuhan dari Samudera Pasai yang pada tahun 1360 ditaklukkan oleh Majapahit hingga kemundurannya di abad ke-14. Kesultanan Aceh terletak di utara pulau Sumatera dengan ibu kota Kutaraja (Banda Aceh) dengan sultan pertamnya adalah Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada pada Ahad, 1 Jumadil awal 913 H atau pada tanggal 8 September 1507. Dalam sejarahnya yang panjang itu (1496 - 1903), Aceh telah mengukir masa lampaunya dengan begitu megah dan menakjubkan, terutama karena kemampuannya dalam mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, komitmennya dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan, hingga kemampuannya dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.
1. Sejarah Awal mula
Kesultanan Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1496. Diawal-awal masa pemerintahannya wilayah Kesultanan Aceh berkembang hingga mencakup Daya, Deli, Pedir, Pasai, dan Aru. Pada tahun 1528, Ali Mughayat Syah digantikan oleh putera sulungnya yang bernama Salahuddin, yang kemudian berkuasa hingga tahun 1537. Kemudian Salahuddin digantikan oleh Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahar yang berkuasa hingga tahun 1568.
2. Masa kejayaan
Kesultanan Aceh mengalami masa keemasan pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda (1607 - 1636). Pada masa kepemimpinannya, Aceh telah berhasil memukul mundur kekuatan Portugis dari selat Malaka. Kejadian ini dilukiskan dalam La Grand Encyclopedie bahwa pada tahun 1582, bangsa Aceh sudah meluaskan pengaruhnya atas pulau-pulau Sunda (Sumatera, Jawa dan Borneo) serta atas sebagian tanah Semenanjung Melayu. Selain itu Aceh juga melakukan hubungan diplomatik dengan semua bangsa yang melayari Lautan Hindia. Pada tahun 1586, kesultanan Aceh melakukan penyerangan terhadap Portugis di Melaka dengan armada yang terdiri dari 500 buah kapal perang dan 60.000 tentara laut. Serangan ini dalam upaya memperluas dominasi Aceh atas Selat Malaka dan semenanjung Melayu. Walaupun Aceh telah berhasil mengepung Melaka dari segala penjuru, namun penyerangan ini gagal dikarenakan adanya persekongkolan antara Portugis dengan kesultanan Pahang.
Dalam lapangan pembinaan kesusasteraan dan ilmu agama, Aceh telah melahirkan beberapa ulama ternama, yang karangan mereka menjadi rujukan utama dalam bidang masing-masing, seperti Hamzah Fansuri dalam bukunya Tabyan Fi Ma'rifati al-U Adyan, Syamsuddin al-Sumatrani dalam bukunya Mi'raj al-Muhakikin al-Iman, Nuruddin ar-Raniry dalam bukunya Sirat al-Mustaqim, dan Syekh Abdul Rauf Singkili dalam bukunya Mi'raj al-Tulabb Fi Fashil.
3. Kemunduran
Kemunduran Kesultanan Aceh bermula sejak kemangkatan Sultan Iskandar Tsani pada tahun 1641. Kemunduran Aceh disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya ialah makin menguatnya kekuasaan Belanda di pulau Sumatera dan Selat Malaka, ditandai dengan jatuhnya wilayah Minangkabau, Siak, Deli dan Bengkulu kedalam pangkuan penjajahan Belanda. Faktor penting lainnya ialah adanya perebutan kekuasaan diantara pewaris tahta kesultanan.
Traktat London yang ditandatangani pada 1824 telah memberi kekuasaan kepada Belanda untuk menguasai segala kawasan British/Inggris di Sumatra sementara Belanda akan menyerahkan segala kekuasaan perdagangan mereka di India dan juga berjanji tidak akan menandingi British/Inggris untuk menguasai Singapura.
Pada akhir Nopember 1871, lahirlah apa yang disebut dengan Traktat Sumatera, dimana disebutkan dengan jelas "Inggris wajib berlepas diri dari segala unjuk perasaan terhadap perluasan kekuasaan Belanda di bagian manapun di Sumatera. Pembatasan-pembatasan Traktat London 1824 mengenai Aceh dibatalkan." Sejak itu, usaha-usaha untuk menyerbu Aceh makin santer disuarakan, baik dari negeri Belanda maupun Batavia. Setelah melakukan peperangan selama 40 tahun, Kesultanan Aceh akhirnya jatuh ke pangkuan kolonial Hindia-Belanda. Sejak kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, Aceh menyatakan bersedia bergabung ke dalam Republik indonesia atas ajakan dan bujukan dari Soekarno kepada pemimpin Aceh Tengku Muhammad Daud Beureueh saat itu.
4. Gelar-Gelar yang Digunakan dalam Kerajaan Aceh
a. Teungku
c. Teuku
f. Cut
b. Tuanku
d. Laksamana
g. Panglima Sagoe
c. Pocut
e. Uleebalang
h. Meurah
3. Kerajaan Islam di Sulawesi
a. Kesultanan Gowa dan Tallo
Kerajaan Gowa dan Tallo merupakan kerajaan yang terletak di Sulawesi Selatan dan memiliki hubungan baik.
Pada awalnya di daerah Gowa terdapat sembilan komunitas, yang dikenal dengan nama Bate Salapang (Sembilan Bendera), yang kemudian menjadi pusat kerajaan Gowa: Tombolo, Lakiung, Parang-Parang, Data, Agangjene, Saumata, Bissei, Sero dan Kalili. Melalui berbagai cara, baik damai maupun paksaan, komunitas lainnya bergabung untuk membentuk Kerajaan Gowa. Masing-masing kerajaan tersebut membentuk persekutuan sesuai dengan pilihan masing-masing. Salah satunya adalah kerajaan Gowa dan Tallo membentuk persekutuan pada tahun 1528, sehingga melahirkan suatu kerajaan yang lebih dikenal dengan sebutan kerajaan Makasar. Nama Makasar sebenarnya adalah ibukota dari kerajaan Gowa dan sekarang masih digunakan sebagai nama ibukota propinsi Sulawesi Selatan.
1. Letak geografis
Secara geografis daerah Sulawesi Selatan memiliki posisi yang sangat strategis, karena berada di jalur pelayaran (perdagangan Nusantara). Bahkan daerah Makasar menjadi pusat persinggahan para pedagang baik yang berasal dari Indonesia bagian Timur maupun yang berasal dari Indonesia bagian Barat. Dengan posisi strategis tersebut maka Kerajaan Gowa dan Tallo berkembang menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas jalur perdagangan Nusantara.
2. Faktor-faktor penyebab Kerajaan Gowa Tallo berkembang menjadi pusat perdagangan, sebagai berikut:
a. Letaknya strategis yaitu sebagai penghubung pelayaran Malaka dan Jawa ke Maluku.
b. Letaknya di muara sungai, sehingga lalu lintas perdagangan antar daerah pedalaman berjalan dengan baik.
c. Di depan pelabuhan terdapat gugusan pulau kecil yang berguna untuk menahan gelombang dan angin, sehingga keamanan berlabuh di pelabuhan ini terjamin.
d. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis mendorong para pedagang mencari daerah atau pelabuhan yang menjual belikan rempah-rempah.
e. Halauan politik Mataram sebagai kerajaan agraris ternyata kurang memperhatikan pemngembangan pelabuhan-pelabuhan di Jawa. Akibatnya dapat diambil alih oleh Makasar.
f. Kemahiran penduduk Makasar dalam bidang pelayaran dan pembuatan kapal besar jenis Phinisi dan Lambo.
3. Pendiri Gowa dan Tallo dan raja terkenalnya
a. Raja Tumanurunga (1300+), merupakan Raja pertama sekaligus pendiri dari Kerajaan Gowa dan Tallo (Kerajaan Makassar) dan yang terakhir adalah Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin (1956-1960) merupakan Raja Gowa terakhir, meninggal di Jongaya pada tahun 1978.
b. Sultan Alauddin (1591-1638M) yang nama aslinya Karaeng Ma’towaya Tumamenanga merupakan raja pertama yang memeluk agama Islam dan kerajaan Makassar berkembang menjadi kerajaan maritim.
c. Setelah Sultan Alauddin wafat dilanjutkan Muhammad Said (1639-1653M)
d. Raja yang terkenal dari Kerajaan Gowa dan Tallo adalah Sultan Hasanuddin dengan julukannya Ayam Jantan dari Timur. Dengan prestasinya untuk memporak-porandakan kedudukan Belanda (VOC) dalam menguasai wilayah Makassar. Ini menyebabkan Belanda terpaksa mundur dari wilayah Makassar sebelum melakukan penyerangan besar-besaran.
4. Kerajaan Islam di Maluku
a. Ternate dan Tidore
1. Letak Ternate dan Tidore
Kerajaan Ternate dan Tidore, sebelah barat pulau Halmahera. Kerajaan ini terletak di kepulauan Maluku, di wilayah ini terdapat dua persekutuan yaitu:
a. Ulilima (pulau Obi, Bacan).
b. Seram,Ambon, Ternate pemimpinnya).
c. Ulisiwa (pulau Makyan, Jailolo, dansekitar Irian Barat yang di pimpin oleh Tidore.
2. Kehidupan Politik
Persaingan antar Ulilima dan Ulisiwa bersaing menguasai Maluku (dimanfaatkan oleh bangsa pendatang seperti Portugis dan Spanyol)
a. Portugis àTernate.
b. Spanyol àTidore (dikalahkan)
c. Menghasilkan perjanjian Saragosa 1528
d. Menetapkan Portugis sebagai penguasa Maluku dan Spanyol pindah ke Filipina.
e. Kesewenangan Portugis membuat Ulilima dan Ulisiwa bersatu Sultan Hairun.
f. Baru pada masa Sultan Baabullah Maluku (Ternate dan Tidore) mengusir Portugis 1575.
g. Ternate-Tidore mencapai kejayaannya.
3. Kehidupan Ekonomi
a. Ternate-Tidore berkembang sebagai kerajaan Maritim.
b. Penghasil komoditi perdagangan rempah-rempah.
c. Kedatangan pedagang Ternate, Jawa, Melayu,pedagang Arab
4. Kehidupan Sosial Budaya
a. Islam berkembang di Maluku
b. Seni Bangunan Mesjid dan Istana Raja
c. Agama Katolik juga berkembang
d. Jumlah perahu (kora-kora)
e. Keaneka ragaman agama.
b. Sejarah berdirinya kerajaan Ternate
Pulau Gapi (kini Ternate) mulai ramai di awal abad ke-13, penduduk Ternate awal merupakan warga eksodus dari Halmahera. Momole (kepala marga), merekalah yang pertama - tama mengadakan hubungan dengan para pedagang yang datang dari segala penjuru mencari rempah - rempah. Tahun 1257 Momole Ciko pemimpin Sampalu terpilih dan diangkat sebagai Kolano (raja) pertama dengan gelar Baab Mashur Malamo (1257-1272). Sehingga dibangunlah kerajaan yang berpusat di kampung ternate tersebut.
1. Silsilah raja-raja Kerajaan Ternate
Zainal Abidin - Sultan Tarbaji - Sultan Khairun - Sultan Baabullah. Kerajaan Ternate mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Baabullah.
2. Prestasi Kerajaan Ternate
a. Berhasil mengusir portugis dari maluku
b. Berhasil menahan spanyol untuk kembali lagi menguasai maluku
c. bahasa Ternate memiliki dampak terbesar terhadap bahasa Melayu yang digunakan masyarakat timur Indonesia
d. Dua naskah Melayu tertua di dunia adalah naskah surat sultan Ternate Abu Hayat II kepada Raja Portugal tanggal 27 April dan 8 November 1521 yang saat ini masih tersimpan di museum Lisabon – Portugal.
3. Penyebab kemunduran bahkan keruntuhan kerajaan Ternate :
Maluku adalah daerah penghasil rempah-rempah yang sangat terkenal bahkan sampai ke Eropa. Itulah komoditi yang menarik orang-orang Eropa dan Asia datang ke Nusantara. Para pedagang itu membawa barang-barangnya dan menukarkannya dengan rempah-rempah. Proses perdagangan ini pada awalnya menguntungkan masyarakat setempat. Namun, dengan berlakunya politik monopoli perdagangan, terjadi kemunduran di berbagai bidang, termasuk kesejahteraan masyarakat.
c. Sejarah berdirinya kerajaan Tidore
Tidore merupakan salah satu pulau yang terdapat di gugusan kepulauan Maluku. Sebelum Islam datang ke bumi Nusantara, Tidore dikenal dengan nama Kie Duko, yang berarti pulau yang bergunung api. Penamaan ini sesuai dengan kondisi topografi Tidore yang memiliki gunung api bahkan tertinggi di gugusan kepulauan Maluku yang mereka namakan gunung Marijang. Saat ini, gunung Marijang sudah tidak aktif lagi. Nama Tidore berasal dari gabungan dua rangkaian kata bahasa Tidore dan Arab dialek Irak : bahasa Tidore, To ado re, artinya, ‘aku telah sampai’ dan bahasa Arab dialek Irak anta thadore yang berarti ‘kamu datang’. Penggabungan dua rangkaian kata dari dua bahasa ini bermula dari suatu peristiwa yang terjadi di Tidore. Menurut kisahnya, di daerah Tidore ini sering terjadi pertikaian antar para Momole (kepala suku), yang didukung oleh anggota komunitasnya masing-masing dalam memperebutkan wilayah kekuasaan persukuan. Pertikaian tersebut seringkali menimbulkan pertumpahan darah. Usaha untuk mengatasi pertikaian tersebut selalu mengalami kegagalan.
1. Silsilah raja-raja Kerajaan Tidore
Sultan Jamaludin - Sultan Almansur - Sultan Amiruddin Iskandar Zulkamaen- Sultan Saifuddin - Sultan Kamaluddin - Sultan Nuku. Kerajaan Tidore mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Nuku.
2. Penyebab kemunduran bahkan keruntuhan kerajaan Tidore :
1635 : Rakyat melawan belanda atas keputusannya untuk menebang pohon besar-besaran
1641 : Pasukan yang dipimpin oleh Ambon Salahakan Luhu menggempur markas belanda, tetapi dia ditangkap dan dieksekusi mati
1650 : Bangsawan ternate melakukan perlawanan atas sikap Sultan Mandarsyah yang terlampau akrab dan dianggap cenderung menuruti kemauan Belanda.
: Sultan Sibori melakukan perlawanan kepada belanda dengan menjalin persekutuan dengan Datuk Abdulrahman penguasa Mindanao.
1914 : Sultan Haji Muhammad Usman Syah melakukan perlawanan terhadap belanda, tapi kalah karena senjata belanda lebih tangguh dan canggih
3. Masuknya agama Islam di maluku melalui jalur perdagangan
Pada abad ke-15, para pedagang dan ulama dari Malaka dan Jawa menyebarkan Islam ke sana. Dari sini muncul empat kerajaan Islam di Maluku, contohnya kerajaan ternate dan tidore. Mereka adalah dua kerajaan yang memiliki peran yang menonjol dalam menghadapi kekuatan-kekuatan asing yang mencoba menguasai Maluku.
Dalam perkembangan selanjutnya, kedua kerajaan ini bersaing memperebutkan hegemoni politik di kawasan Maluku. Kerajaan Ternate dan Tidore merupakan daerah yang menjadi pusat perdagangan rempah-rempah. Wilayah Maluku bagian timur dan pantai-pantai Irian (Papua), dikuasai oleh Kesultanan Tidore, sedangkan sebagian besar wilayah Maluku, Gorontalo, dan Banggai di Sulawesi, dan sampai ke Flores dan Mindanao, dikuasai oleh Kesultanan Ternate. Dari persaingan tersebut muncul 2 persekutuan dagang:
a. Uli-Lima (persekutuan lima bersaudara) dipimpin oleh Ternate meliputi Bacan, Seram, Obi, dan Ambon.
b. Uli-Siwa (persekutuan sembilan bersaudara) dipimpin oleh Tidore meliputi; Halmahera, Jailalo sampai ke Papua.
Comments
Post a Comment