JEJAK PERADABAN DINASTI AYYUBIAH
Kalian tentu masih ingat betapa luasnya wilayah kekuasaan Dinasti Abbasiyah, termasuk kawasan Mesir. Pada periode kedua dari pemerintahan Abassiyah, Mesir menjadi wilayah otonom dari Baghdad. Tumbuh dinasti-dinasti kecil di kawasan Mesir, di antaranya: Dinasti Thuluniyah (868-904 M), Dinasti Ikhsidiyah (935-969 M), Dinasti Fatimiyah (972-1130 M), Dinasti Ayyubiyah (1169-1250 M), dan Dinasti Mamluk (1250-1515 M). Dalam perkembangannya tercatat bahwa dinasti di Mesir yang paling berpengaruh dalam membangun kejayaan Islam salah satunya adalah Dinasti Ayyubiyah. Dinasti Ayyubiah yang didirikan oleh Sahahuddin Al-Ayyubi mengukir kejayaan Islam pada masanya.
A. Proses Berdirinya Dinasti Ayyubiah
Ayyubiyah adalah sebuah dinasti sunni yang berkuasa di Mesir, Suriah, sebagian Yaman, Irak, Mekah, Hejaz dan Dyarbakir. Dinasti Ayyubiyah didirikan oleh Salahuddīn al-Ayyubi. Penamaan al-Ayyubiyah dinisbatkan kepada nama belakangnya Al-Ayyubi, diambil dari nama kakeknya yang bernama Ayyub. Nama besar dinasti ini diperoleh sejak Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi berhasil mendirikan kesultanan yang bermazhab Sunni, menggantikan kesultanan Fathimiyah yang bermazhab Syi’ah.
Salahuddīn Al-Ayyubi memulai karir politiknya ketika ia masih muda. Ketika itu Sang Ayah yang bernama Najmuddin bin Ayyub menjabat sebagai komandan pasukan di kota Ba’labak (sebelah utara Suriah). Najmuddin bin Ayyub ditunjuk menjadi komandan oleh panglima yang berkuasa saat itu yaitu Nuruddin Zanki.
Pada tahun 1164 M, Shalahuddin Al-Ayyubi mengikuti ekspedisi pamannya Asaduddin Syirkuh ke Mesir. Lima tahun kemudian tepatnya pada tahun 1169 M, Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi diangkat menjadi wazir (Gubernur) oleh penguasa Dinasti Fathimiyah dalam usia 32 tahun, menggantikan pamannya Asaduddin Syirkuh yang wafat setelah dua bulan menjabat sebagai wazir. Sebagai Perdana Menteri Shalahuddin mendapati gelah Al-Malik An-Nasir artinya ‘penguasa yang bijaksana’.
Setelah Khalifah al-Adid (Khalifah Dinasti Fatimah) yang terakhir wafat pada tahun 1171 M, Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi berkuasa penuh untuk menjalankan peran keagamaan dan politik. Maka sejak saat itulah Dinasti Ayyubiyah mulai berkuasa hingga sekitar 75 tahun lamanya.
Setelah Shalahudin menguasai Dinasti Fathimiyah, ia menghapus tradisi mendoakan khalifah Fathimiyah dalam khutbah Jum’at dan menggantinya dengan mendoakan khalifah Dinasti Abbasiyah yaitu Al-Mustadhi yang berkuasa sejak 566-575H/ 1170-1180M. Namun ia tidak mengusik atau melarang rakyat yang mengikuti faham Syi’ah. Kemudian pada bulan Mei tahun 1175M, sejak Dinasti Ayyubiyah berkuasa di Mesir, khalifah Abbasiyah, Al-Mustadhi memberikan beberapa daerah seperti Yaman, Palestina, Suriah Tengah, dan Maghribi kepada Shalahuddin. Shalahuddin mendapat pengakuan dari Khalifah Abbasiyah sebagai penguasa Mesir, Afrika Utara, Nubia, Hejaz, dan Suriah Tengah. Satu dasa warsa (sepuluh tahun) kepemimpinannya kemudian ia berhasil menaklukkan Mesopotamia (Iran) dan berhasil mengangkat para penguasa setempat menjadi pemimpinnya.
B. Para Penguasa Dinasti Ayyubiah
Selama lebih kurang 75 tahun dinasti Al-Ayyubiyah berkuasa, terdapat 9 orang penguasa yakni sebagai berikut:
1. Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi (564-589 H/ 1171-1193 M)
2. Malik Al-Aziz Imaduddin (589-596 H/1193-1198 M)
3. Malik Al-Mansur Nasiruddin (595-596 H/ (1198-1200 M)
4. Malik Al-Adil Saifuddin (596-615 H/1200-1218 M)
5. Malik Al-Kamil Muhammad (615-635 H/ 1218-1238 M)
6. Malik Al-Adil Saifuddin (635-637 H/ 1238-1240 M)
7. Malik As-Saleh Najmuddin (637-647 H/ 1240-1249 M)
8. Malik al-Mu’azzam Turansyah (647 H/ 1249-1250 M)
9. Malik al-Asyraf Muzaffaruddin (647-650 H/ 1250-1252 M)
Diantara urutan 9 (sembilan) penguasa tersebut terdapat beberapa penguasa yang menonjol, yaitu: Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi (1171-1193 M), Malik Al-Adil Saifuddin, pemerintahan I (1200-1218 M), dan Malik Al-Kamil Muhammad (1218-1238 M)
1. Malik Al-Adil Saifuddin, pemerintahan I (596-615 H /1200-1218 M)
Sering dipanggil Al-Adil, nama lengkapnya Al-Malik Al-Adil Saifuddin Abu Bakar bin Ayyub, menjadi penguasa ke 4 Dinasti Ayyubiah yang memerintah pada tahun 596-615 H/1200-1218 M berkedudukan di Damaskus. Beliau putra Najmuddin Ayyub yang merupakan saudara muda Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi, dia menjadi Sultan menggantikan Al-Afdal yang tewas dalam peperangan.
Al-Adil merupakan seorang pemimpin pemerintahan dan pengatur strategi yang berbakat dan efektif.
Prestasi Al Malik Al-Adil antara lain :
1. Antara tahun 1168 – 1169 M mengikuti pamannya ( Syirkuh ) ekspedisi militer ke Mesir
2. Tahun 1174 M, menguasai Mesir atas nama Salahuddin Yusuf Al Ayyubi, sedangkan Salahuddin Yusuf Al Ayyubi mengembangkan pemerintahan di Damaskus
3. Tahun 1169 M, dapat memadamkan pemberontakan orang-orang Kristen Koptik di Qift-Mesir
4. Pada tahun 1186-1195 M, kembali ke Mesir untuk memerangi pasukan Salib
5. Pada tahun 1192-1193 M, menjadi gubernur di wilayah utara Mesir
6. Pada tahun 1193 M, menghadapai pemberontakan Izzuddin di Mosul
7. Menjadi gubernur Syiria di Damaskus
8. Menjadi Sultan di Damaskus
2. Malik Al-Kamil Muhammad (1218-1238 M)
Nama lengkap Al-Kamil, adalah Al-Malik Al-Kamil Nasruddin Abu Al-Maali Muhammad. Al-Kamil adalah putra dari Al-Adil. Pada tahun 1218 Al-Kamil memimpin pertahanan menghadapi pasukan salib yang mengepung kota Dimyat (Damietta) dan kemudian menjadi Sultan setelah ayahnya wafat. Pada tahun 1219, hampir kehilangan tahta karena konspirasi kaum Kristen koptik. Al-Kamil kemudian pergi ke Yaman untuk menghindari konspirasi itu, dan konspirasi itu berhasil dipadamkan oleh saudaranya bernama Al-Mu’azzam yang menjabat sebagai Gubernur Suriah.
Pada bulan Februari tahun 1229 M, Al-Kamil menyepakati perdamaian selama 10 tahun dengan Frederick II, yang berisi antara lain:
a. Ia mengembalikan Yerusalem dan kota-kota suci lainnya kepada pasukan salib
b. Kaum muslimin dan Yahudi dilarang memasuki kota itu kecuali di sekitar Masjidil Aqsa dan Majid Umar.
Selain itu beberapa peristiwa yang dialami Al-Malik Al-Kamil, antara lain:
1. Pada tahun 1218 M, memimpin pertahanan menghadapi pasukan Salib yang mengepung kota Dimyat ( Damietta )
2. Menjadi Sultan Dinasti Ayyubiyah pada tahun 1218 M, menggantikan Al-Adil yang meninggal
3. Pada tahun 1219 M, ia hampir kehilangan tahtanya.
4. Pada tahun 1219 M, kota Dimyat akhirnya jatuh ke tangan orang-orang Kristen
5. Al-Kamil telah beberapa kali menawarkan perdamaian dengan pasukan Salib yaitu dilakukan perjanjian damai dengan imbalan :Mengembalikan Yerussalem kepada pasukan Salib.
6. Membangun kembali tembok di Yerussalem yang dirobohkan oleh Al-Mu’azzam saudaranya.
7. Mengembalikan salib asli yang dulu terpasang di Kubah batu Baitul Maqdis kepada orang Kristen.
Al-Kamil meninggal dunia pada tahun 1238 M. Kedudukannya sebagai Sultan digantikan oleh Salih Al-Ayyubi.
C. Penguasa Ayyubiah terkenal, Salahuddin Al-Ayyubi
1. Biografi Shalahuddin Al-Ayyubi(564-589 H/ 1171-1193 M)
Nama lengkapnya, Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi Abdul Muzaffar Yusuf bin Najmuddin bin Ayyub. Shalahuddin Al-Ayyubi berasal dari bangsa Kurdi. Ayahnya Najmuddin Ayyub dan pamannya Asaduddin Syirkuh hijrah (migrasi) meninggalkan kampung halamannya dekat Danau Fan dan pindah ke daerah Tikrit (Irak). Shalahuddin lahir di benteng Tikrit, Irak tahun 532 H/1137 M, ketika ayahnya menjadi penguasa benteng Seljuk di Tikrit. Saat itu, baik ayah maupun pamannya mengabdi kepada Imaduddin Zanky, gubernur Seljuk untuk kota Mousul, Irak. Ketika Imaduddin berhasil merebut wilayah Balbek, Lebanon tahun 534 H/1139 M, Najmuddin Ayyub (ayah Shalahuddin) diangkat menjadi gubernur Balbek dan menjadi pembantu dekat Raja Suriah Nuruddin Mahmud.
Pendidikan masa kecilnya, Shalahuddin dididik ayahnya untuk menguasai sastra, ilmu kalam, menghafal Al Quran dan ilmu hadits di madrasah. Dalam buku-buku sejarah dituturkan bahwa cita-cita awal Shalahuddin ialah menjadi orang yang ahli di bidang ilmu-ilmu agama Islam (ulama). Ia senang berdiskusi tentang ilmu kalam, Al-Qur’an, fiqih, dan hadist.
Selain mempelajari ilmu-ilmu agama, Shalahuddin mengisi masa mudanya dengan menekuni teknik perang, strategi, maupun politik. Setelah itu, Shalahuddin melanjutkan pendidikannya di Damaskus untuk mempelajari teologi Sunni selama sepuluh tahun, dalam lingkungan istana Nuruddin.
Dari kecil sudah terlihat karakter kuat Salahudin yang rendah hati, santun serta penuh belas kasih. Salahudin tumbuh di lingkungan keluarga agamis dan dalam lingkungan keluarga ksatria.
Dunia kemiliteran semakin diakrabinya setelah Sultan Nuruddin menempatkan ayahnya sebagai kepala divisi milisi di Damaskus dan pada umur 26 tahun, Shalahuddin bergabung dengan pasukan pamannya (Asaduddin Syirkuh), dalam memimpin pasukan muslimin ke Mesir atas tugas dari gubernur Suriah (Nuruddin Zanki), untuk membantu perdana menteri Dinasti Fathimiyah (Perdanana Menteri Syawar) menghadapi pemberontak Dirgam. Misi tersebut berhasil Perdana menteri Syawar kembali kepada kedudukannya semula tahun 560 H/1164 M.
Tiga tahun kemudian, Nuruddin Zanki kembali menugaskan Panglima Asaduddin Syirkuh dan Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi untuk menaklukkan Mesir. Hal ini dikarenakan Perdana Menteri Syawar telah mengadakan perjanjian dengan Amauri, Panglima tentara Salib, yang dulu pernah membantu Dirgam. Perjanjian tersebut dipandang membahayakan posisi Suriah dan umat Islam pada umumnya. Setelah penyerangan kelima kali, tahun 1189 Mesir dapat dikuasai. Shirkuh kemudian meninggal. Selanjutnya Salahudin diangkat oleh Nuruddin menjadi pengganti Shirkuh. Pada tahun 1169 ia diangkat sebagai wazir atau panglima gubernur menggantikan pamannya.
Shalahuddin semakin menunjukkan kepiawaiannya dalam kepemimpinan. Ia mampu melakukan mobilisasi dan reorganisasi pasukan dan perekonomian di Mesir, terutama untuk menghadapi kemungkinan serbuan balatentara Salib. Berkali-kali serangan pasukan Salib ke Mesir dapat dipatahkan. Akan tetapi keberhasilan Shalahuddin dalam memimpin Mesir mengakibatkan Nuruddin merasa khawatir tersaingi. Akibatnya hubungan mereka memburuk. Tahun 1175 Nuruddin mengirimkan pasukan untuk menaklukan Mesir. Tetapi Nuruddin meninggal saat armadanya sedang dalam perjalanan. Akhirnya penyerangan dibatalkan. Tampuk kekuasaan diserahkan kepada putranya yang masih sangat muda.
Shalahudin berangkat ke Damaskus untuk mengucapkan bela sungkawa. Kedatangannya banyak disambut dan dielu-elukan. Shalahuddin yang santun berniat untuk menyerahkan kekuasaan kepada raja yang baru yang masih belia ini. Pada tahun itu juga raja muda ini sakit dan meninggal. Posisinya digantikan oleh Salahudin yang diangkat menjadi pemimpin kekhalifahan Suriah dan Mesir.
Tiga tahun kemudian, ia menjadi penguasa Mesir dan Syria menggantikan Sultan Nuruddin yang wafat. Suksesi yang ia lakukan sangat terhormat, yaitu dengan menikahi janda mendiang Sultan demi menghormati keluarga dinasti sebelumnya. Ia memulai dengan revitalisasi ekonomi, reorganisasi militer, dan menaklukan Negara-negara muslim kecil untuk dipersatukan melawan pasukan salib.
Impian bersatunya bangsa muslim tercapai setelah pada September 1174, Shalahuddin berhasil menundukkan Dinasti Fatimiyah di Mesir untuk patuh pada kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad. Dinasti Ayyubiyah akhirnya berdiri di Mesir menggantikan dinasti sebelumnya yang bermazhab syi’ah.
Pada usia 45 tahun, Shalahuddin telah menjadi orang paling berpengaruh di dunia Islam. Selama kurun waktu 12 tahun, ia berhasil mempersatukan Mesopotamia, Mesir, Libya, Tunisia, wilayah barat jazirah Arab dan Yaman di bawah kekhalifahan Ayyubiyah. Kota Damaskus di Syria menjadi pusat pemerintahannya.
Shalahuddin meninggal di Damaskus pada tahun 1193 M dalam usia 57 tahun.
D. Keteladanan Salahuddin Al-Ayyubi
1. Kepemimpinan
Selain itu Shalahuddin merupakan salah seorang Sultan yang memiliki kemampuan memimpin, dibuktikan dengan caranya dalam memilih para Wazir. Shalahuddin mengangkat para pembantunya (Wazir) orang-orang cerdas dan terdidik diantaranya, Al-Qadhi Al-Fadhil dan Al-Katib Al-Isfahani. Sementara itu sekretaris pribadinya bernama Bahruddin bin Syadad, yang kemudian dikenal sebagai penulis biografinya.
Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi juga tidak membuat kekuasaan terpusat di Mesir. membagi wilayah kekuasaannya kepada saudara-saudara dan keturunannya, sehingga melahirkan beberapa cabang dinasti Ayyubiyah sebagai berikut:
1. Kesultanan Ayyubiyah di Mesir
2. Kesultanan Ayyubiyah di Damaskus
3. Keamiran Ayyubiyah di Aleppo
4. Kesultanan Ayyubiyah di Hamah
5. Kesultanan Ayyubiyah di Homs
6. Kesultanan Ayyubiyah di Mayyafaiqin
7. Kesultanan Ayyubiyah di Sinjar
8. Kesultanan Ayyubiyah di Hisn Kayfa
9. Kesultanan Ayyubiyah di Yaman
10. Keamiran Ayyubiyah di Kerak
Dalam kegiatan perekonomian, ia bekerja sama dengan penguasa muslim di wilayah lain dan menggalakan perdaganggan dengan kota-kota di laut tengah, lautan Hindia dan menyempurnakan sistem perpajakan.
Selain itu, Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi dianggap sebagai pembaharu di Mesir karena dapat mengembalikan mazhab sunni. Untuk keberhasilannya, Khalifah al-Mustadi dari Bani Abbasiyah memberi gelar Al-Mu’izz li Amiiril mu’miniin (penguasa yang mulia). Khalifah Al-Mustadi juga memberikan Mesir, Naubah, Yaman, Tripoli, Suriah dan Maghrib sebagai wilayah kekuasaan Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi pada tahun 1175 M. sejak saat itulah Shalahuddin dianggap sebagai Sultanul Islam Wal Muslimiin (Pemimpin umat Islam dan kaum muslimin).
2. Keperwiraan
Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi, dikenal sebagai perwira yang memiliki kecerdasan tinggi dalam bidang militer. Pada masa pemerintahannya kekuatan militernya terkenal sangat tangguh, diperkuat oleh pasukan Barbar Turki, dan Afrika. Ia membangun tembok kota di Kairo dan bukit muqattam sebagai benteng pertahanan. Salah satu karya monumental yang disumbangkannya selama beliau menjabat sebagai Sultan adalah bangunan sebuah benteng pertahanan yang diberi nama Qal’atul Jabal yang dibangun di Kairo pada tahun 1183 M.
Kehidupan Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi penuh dengan perjuangan dalam rangka menunaikan tugas negara dan agama. Perang yang dilakukannya dalam rangka membela negara dan agama. Shalahuddin seorang kesatria dan memiliki toleransi yang tinggi.
a. Ketika menguasai Iskandariyah, tetap mengunjungi orang-orang Kristen
b. Ketika perdamaian tercapai dengan tentara salib, ia mengijinkan orang-orang kristen berziarah ke Baitul Makdis.
Sebagai khalifah pertama Dinasti Ayyubiyah, Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi berusaha untuk menyatukan propinsi-propinsi Arab terutama di Mesir dan Syam pada satu daulah kekuasaan. Usaha Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi ini banyak mendapat tantangan dari orang-orang yang kedudukannya merasa terancam dengan kepemimpinannya. Maka usaha-usaha yang dilakukan Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi pertama kali adalah menumpas segala bentuk pemberontakan dan memperluas wilayah kekuasaannya dengan tujuan agar kekuatan umat Islam terorganisir dengan baik dan mampu menangkal musuh. Usaha-usaha tersebut adalah:
a. Memadamkan pemberontakan Hajib, kepala rumah tangga Khalifah Al-Adhid, sekaligus perluasan wilayah Mesir sampai selatan Nubiah (568 H/1173 M)
b. Perluasan wilayah Al-Ayyubiyah ke Yaman (569 H/1173 M)
c. Perluasan wilayah Al-Ayyubi ke Damaskus dan Mosul (570 H/1175 M).
Tujuan Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi menyatukan Mesir, Suriah, Nubah, Yaman, Tripoli, dan wilayah-wilayah yang lainnya di bawah komando Al-Ayyubiyah adalah terjadinya koalisi umat Islam yang kuat dalam melawan gempuran-gempuran tentara salib. Usaha-usaha yang dilakukan oleh Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi tersebut menuai hasil yang gemilang.
Perang Salib yang terjadi pada masa Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi adalah Perang Salib periode kedua yang berlangsung sekitar tahun1144-1192 M. Periode ini disebut periode reaksi umat Islam, terutama bertujuan membebaskan kembali Baitul Maqdis (Al-Aqsha).
Berikut peperangan terpenting yang telah dilalui oleh Shalahuddin Yusuf al-Ayyubi:
a. Pertempuran Shafuriyah (583 H/1187 M)
b. Pertempuran Hittin ( Bulan Juli 583 H/1187 M)
c. Pembebasan Al-Quds/Baitul Maqdis (27 Rajab 583 H/1187 M).
Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi adalah pahlawan besar bagi umat Islam. Kecintaannya terhadap agama dan umat Islam telah menempatkan sebagian lembaran hidupnya untuk menegakkan harga diri umat Islam. Kehadiran Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi dalam perang salib merupakan anugerah. Strategi yang dikembangkan oleh Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi dalam membangun koalisi umat Islam benar-benar telah menyatukan kekuatan umat Islam dalam membela agamanya.
Keperwiraan Shalahuddin terukir dalam sejarah, tidak hanya diakui oleh kaum muslimin tetapi juga oleh kaum Kristen.
Comments
Post a Comment