Perkembangan Kebudayaan Islam Dinasti Bani Umayyah
A. Pengembangan Kebudayaan Islam di masa Dinasti Bani Umayyah
Kemajuan Dinasti Umayyah dilakukan dengan ekspansi, sehingga menjadi negara Islam yang besar dan luas. Dari persatuan berbagai bangsa dibawah naungan Islam lahirlah benih-benih kebudayaan dan peradaban islam yang baru. Meskipun demikian, Bani Umayyah lebih banyak memusatkan perhatian pada kebudayaan arab.
A. Pengembangan Kebudayaan Zaman Dinasti Bani Umayyah
Pada masa Dinasti Bani Umayah, banyak perkembangan dan kemajuan yang terjadi di semua bidang kehidupan. Perkembangan tersebut mempengaruhi terhadap perkembangan peradaban dan kebudayaan Islam. Peranan para khalifah memiliki kontribusi besar dalam kemajuan Islam. Beberapa langkah pengembangan Kebudayaan yang dilakukan oleh Para Khalifah Bani Umayah antara lain:
1. Administrasi Pemerintahan
Dalam bidang Administrasi pemerintahan, Bani Umayah menerapkan beberapa kebijakan, antara lain;
a. Perubahan Sistem Pemerintahan
Bentuk pemerintahan Muawiyah berubah dari Demokrasi menjadi monarchi (kerajaan/dinasti) sejak ia mengangkat anaknya Yazid sebagai Putera Mahkota. Kebijakan ini dipengaruhi oleh tradisi yang terdapat di bekas wilayah kerajaan Bizantium. Selain itu Terjadi dikotomi antara kekuasaan agama dan kekuasaan politik b. Sentralistik
Daulah Bani Umayyah menerapkan konfederasi propinsi. Dalam menangani propinsi yang ada, Muawiyah menggabung beberapa wilayah menjadi satu propinsi. Setiap gubernur memilih Amir. Amir bertanggung jawab lansung kepada khalifah. Wilayah kekuasaan terbagi menjadi beberapa provinsi, yaitu: Syiria dan Palestina, Kuffah dan Irak, Basrah dan Persia, Sijistan, Khurasan, Bahrain, Oman, Najd dan Yamamah, Arenia, Hijaz, Karman dan India, Egypt (Mesir), Ifriqiyah (Afrika Utara), Yaman dan Arab Selatan,serta Andalusia.
c. Administrasi pemerintahan
Setidaknya ada empat diwan (departemen) yang berdiri pada Daulah Bani Umayyah, yaitu:
1) Diwan Rasail
Departemen ini mengurus surat-surat negara kepada gubernur dan pegawai di berbagai wilayah
2) Diwan Kharraj
Departemen ini mengurus tentang perpajakan. Dikepalai oleh Shahibul Kharraj yang bertanggung jawab lansung kepada khalifah
3) Diwan Jund
Departemen ini mengurus tentang ketentaraan negara. Ada juga yang menyebut dengan departemen perperangan.
4) Diwan Khatam
Departemen ini disebut juga departemen pencatat. Setiap peraturan yang dikeluarkan disalin pada sebuah register kemudian disegel dan dikirim ke berbagai wilayah.
d. Lambang Negara
Muawiyah menetapkan bendera merah sebagai lambang negara di mana sebelumnya pada masa Khulafa Rasyidin belum ada. Bendera merah ini menjadi ciri khas Daulah Bani Umayyah.
e. Bahasa Resmi Administrasi Pemerintahan
Pada pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan , bahasa Arab dijadikan bahasa resmi administrasi pemerintahan.
2. Bidang Sosial Kemasyarakatan
Dinasti Bani Umayah mengembangkan bidang sosial kemasyarakatan dengan berbagai kebijakan, antara lain:
a. Panti Sosial Penyandang Cacat
Ketika Walid bin Abdul Malik menjadi Khalifah, ia menyediakan pelayannan khusus. Orang cacat diberi gaji. Orang buta diberikan penuntun. Orang lumpuh disediakan perawat. Ia juga mendirikan bangunan khusus untuk pengidap penyakit kusta agar mereka dirawat sesuai dengan persyaratan standar kesehatan.
b. Arab dan Mawali
Masyarakat dunia Islam begitu luas sedangkan orang-orang Arab merupakan unsur minoritas. Meskippun demikian, mereka memegang peranan penting secara sosial. Muslim Arab menganggap bahwa mereka lebih baik dan lebih pantas memegang kekuasaan dari muslim non Arab. Muslim non Arab kala itu disebut Mawali.
Mulanya mawali adalah budak tawanan perang yang dimerdekakan. Belakangan istilah mawali diperuntukan bagi semua muslim non Arab.
c. Perundang-undangan
Khalifah mengeluarkan perundang-undnagan yang mengatur kehidupan masyarakat. Juga mendirikan lembaga penegak hukum sehingga hak-hak masyarakat dilindungi hukum.
d. Pembangunan Infrastruktur
Dibangunnya rumah sakit, jalan raya, sarana dan olahraga (seperti gelanggang pacuan kuda), tempat-tempat minum ditempat yang strategis, kantor pos, pasar/pertahanan sebagai sarana prasarana umat.
3. Bidang Seni Budaya
Pada bidang budaya, Dinasti Bani Umayah memberikan kontribusi berupa:
a. Bahasa Arab
Bahasa arab berkembang luas keberbagai penjuru dunia dan menjadi salah satu bahasa resmi Internasional disamping bahasa Inggris.
b. mata Uang
Mencetak mata uang dengan menggunakan bahasa arab yang bertuliskan “la ilaha illallah” dan disebelasnya ditulis kalimat”Abdul Malik”.
c. Gedung dan pabrik Industri
Mendirikan pabrik kain sutera, Industri kapal dan senjata, gedung-gedung pemerintahan
d. Irigasi Pertanian
Membangun irigasi-irigasi sebagai sarana pertanian
e. Pusat Ilmu dan Adab
Membangun kata Basrah dan Kuffah sebagai pusat perkembangan ilmu dan adab
f. Pembukuan Negara
Membuat administrasi pemerintahan dan pembukuan keuangan Negara
pada bidang Kesenian, Bani Umayah memberikan kontribusi, antara lain:
a. Majelis Sastra
Majelis sastra adalah tempat atau balai pertemuan untuk membahas kesusasteraan dan juga tempat berdiskusi mengenai urusan politik yang disiapkan dan dihiasi dengan hiasan yang indah. Majelis ini hanya diperuntukkan bagi sastrawan dan ulama terkemuka.
b. Arsitektur
Dalam bidang seni arsitektur, para khalifah mendukung perkembangannya, seperti pembuatan menara pada periode Muawiyah, kubah ash-Shakhra pada periode Abdul Malik bin Marwan. Kubah ini tercatat sebagai contoh hasil karya arsitektur muslim yang termegah kala itu. Bangunan tersebut merupakan masjid yang pertama sekali ditutup dengan kubah. Merenovasi Masjid Nabawi. Membangun Istana Qusyr Amrah dan Istana al Musatta yang digunakan sebagai tempat peristirahatan di padang pasir.
4. Bidang Ekonomi
Di Bidang Ekonomi dan Perdagangan, Dinasti Bani Umayah menerapkan kebijakan-kebijakan antara lain:
a. Sumber Pendapatan dan Pengeluaran Pemerintah
Sumber uang masuk pada zaman Daulah Bani Umayyah sebagiannya diambil dari Dharaib yaitu kewajiban yang harus dibayar oleh warga negara. Di samping itu, bagi daerah-daerah yang baru ditaklukkan, terutama yang belum masuk Islam, ditetapkan pajak istimewa.
Namun, pada masa Umar bin Abdul Aziz, pajak untuk non muslim dikurangi, sedangkan jizyah bagi muslim dihentikan. Kebijakan ini mendorong non muslim memeluk agama Islam.
Adapun pengeluaran pemerintah dari uang masuk tersebut adalah sebagai berikut:
1) Gaji pegawai, tentara dan biaya tata usaha negara
2) Pembangunan pertanian termasuk irigasi dan penggalian terusan
3) Ongkos bagi terpidana dan tawanan perang
4) Perlengkapan perang
5) Hadiah bagi sastrawan dan ulama
b. Mata Uang
Pada masa Abd Malik, mata uang kaum muslimin dicetak secara teratur. Pembayaran diatur dengan menggunakan mata uang ini. Meskipun pada Masa Umar bin Khattab sudah ada mata uang, namun belum begitu teratur.
c. Organisasi keuangan.
Keuangan terpusat pada baitul maal yang asetnya diperoleh dari pajak tanah, perorangan bagi non muslim. Percetakan uang dilakukan pada khalifah Abdul Malik bin Marwan.
5. Pendidikan
Daulah Bani Umayyah tidak terlalu memperhatikan bidang pendidikan, karena mereka fokus dalam bidang politik. Meskipun demikian, Daulah Bani Umayyah memberikan andil bagi pengembangan ilmu-ilmu agama Islam, sastra dan filsafat. Daulah menyediakan tempat-tempat pendidikan antara lain:
a. Kuttab
Kuttab merupakan tempat anak-anak belajar menulis dan membaca, menghafal Alquran serta belajar pokok-pokok ajaran Islam
b. Masjid
Pendidikan di masjid merupakan lanjutan dari kuttab. Pendidikan di masjid terdiri dari dua tingkat. Pertama, tingkat menengah diajar oleh guru yang biasa saja. Kedua, tingkat tinggi yang diajar oleh ulama yang dalam ilmunya dan masyhur kealimannya.
c. Arabisasi
Gerakan penerjemahan ke dalam bahasa Arab (arabisasi buku) pada masa Marwan gencar dilakukan. Ia memerintahkan untuk menerjemahkan buku-buku yang berbahasa Yunani, Siria, Sansekerta dan bahasa lainnya ke dalam bahasa Arab.
d. Baitul Hikmah
Baitul hikmah merupakan gedung pusat kajian dan perpustakaan. Perhatian serta pelestarian berbagai sarana dan aktifitas di gedung ini terus menjadi perhatian dalam perjalanan Daulah Bani Umayyah hingga masa Marwan.
6. Bidang Politik dan Militer
Kondisi perpolitikan pada masa awal Dinasti Bani Umayyah cenderung stabil. Muawiyah dengan kemampuan politiknya mampu meredam gejolak-gejolak yang terjadi. Hingga ia mengangkat anaknya Yazid menjadi penggantinya, barulah terjadi pergolakan politik.
Di antara kebijakan politik yang terjadi pada masa Daulah Bani Umayyah adalah terjadinya pemisahan kekuasaan antara kekuasaan agama (spritual power) dengan kekuasaan politik. Amirul Mu’minin hanya bertugas sebagai khalifah dalam bidang politik. Sedangkan urusan agama diurus oleh para ulama.
Perkembangan/Prestasi Pada Bidang Politik Militer Yaitu Dengan Terbentuknya Lima Lembaga Pemerintahan, antara lain :
a. lembaga politik (An-Nizam As-Siyasy)
Dinasti Bani Umayah menerapkan organisasi politik yang terdiri dari jabatan Khilafah (kepala negara), wizarah (kementerian), kitabah (kesekretariatan), hijabah (pengawal pribadi Khalifah).
b. lembaga keuangan (An-Nizam Al-Maly)
Dinasti Bani Umayah mempertahankan pengelolaan baitul maal baik pemasukan maupun pengeluaran. Sumber pemasukan baitul maal diperoleh dari hasil pajak pengahasilan tanah pertanian disebut kharraj dan Pajak individu bagi masyarakat non Muslim disebut jizyah. Atau hasil pajak perdagangan imfor yang disebut usyur.
c. lembaga tata usaha (An-Nizam Al-Idary)
Dinasti Bani Umayah membagi wilayah kekuasaan antara pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah pusat dipimpin oleh khalifah, sedangkan daerah dipimpin oleh gubernur yang disebut wali. Untuk pelaksanaan tata negara yang teratur, Bani Umayah mendirikan beberapa departemen antara lain Diwan al Kharraj (departemen pajak), diwan al rasail (departemen pos dan persuratan), diwan al musytaghillat (departemen kepentingan umum), dan diwan al khatim (departemen pengarsipan)
d. lembaga kehakiman (An-Nizam Al-Qady)
Dinasti Bani Umayah memisahkah kekuasaan eksekutif (pemerintah) dan Yudikatif (pengadilan). Dimana pelaksanaan kekuasaan yudikatif terbagi menjadi 3, yaitu, al qadha (Hakim masalah negara), al Hisbah (hakim perkara pidana), dan Al Nadhar fil Madlalim (mahkaman tinggi atau banding)
e. lembaga ketentaraan (An-Nizam Al-Hardy)
Lembaga ketentaraan sudah ada sejak Khulafaurrosyidin. Perbedaanya pada rekrutmen personilnya. Dimana masa Khulafaurrosyidin, setiap orang boleh menjadi tentara, sedangkan pada masa Dinasti Bani Umayah hanya diberikan kepada orang-orang Arab.
Pada formasi tentara, Dinasti Bani Umayah mempergunakan istilah di kerajaan Persia. Formasi itu terdiri dari Qolbul Jaisy (pasukan inti) yang berisi Al Maimanah (pasukan sayap kanan), al maisarah (pasukan sayap kiri), al Muqaddimah (pasukan terdepan), dan saqah al jaisyi (posisi belakang).
Di samping itu juga di bentuk dewan sekretaris Negara ( diwanul kitabah ) yang bertugas mengurusi berbagai macam urusan pemerintahan dewan ini terdiri dari lima orang sekretaris, yaitu:
1. sekretaris persuratan ( katib Ar Rasal )
2. sekretaris keuangan ( katib Al Kharraj )
3. sekretaris tentara ( katib Al Jund )
4. sekretaris kepolisian (katib Al Jund )
5. sekretaris kehakiman (katib Al Qadi )
Langkah-Langkah politik militer bani umayah :
1. memindahkan ibu kota pemerintahan bani umayyah dari kuffah ke damaskus
2. menumpas segala bentuk pemberontakan yang ada demi terciptanya stabilitas keamanan dalam negerinya.
3. Menyusun organisasi pemerintahan agar roda pemerintahannya dapat berjalan lancar
4. Mengubah sistem pemerintahan demokrasi menjadi system monarki
5. Menetapkan bahasa arab sebagai bahasa nasional bani umayyah yang dapat berfungsi sebagai alat pemersatu bangsa
6. Demi keselamatan khalifah dibentuk Al-Hijabah (ajudan) dengan tujuan agar tidak terjadi pembunuhan pada khalifah
Dalam kebijakan Militer, Dinasti Bani Umayah menerapkan beberapa hal, yaitu
a. Undang-undang Wajib Militer
Daulah Bani Umayyah memaksa orang untuk masuk tentara dengan membuat undang-undang wajib militer (Nizham Tajnid Ijbary). Mayoritas adalah berasal dari orang Arab.
b. Futuhat/Ekspansi (Perluasan Daerah)
Perluasan ke Asia kecil dilakukan Muawiyah dengan ekspansi ke imperium Bizantium dengan menaklukkan pulau Rhodes dan Kreta pada tahun 54 H. Setelah 7 tahun, Yazid berhasil menaklukkan kota Konstantinopel
Perluasan ke Asia Timur, Muawiyah menaklukkan daerah Khurasan-Oxus dan Afganistan-Kabul pada tahun 674 M. Pada zaman Abd Malik, daerah Balkh, Bukhara, Khawarizan, Ferghana, Samarkand dan sebagian india (Balukhistan, Sind, Punjab dan Multan). Perluasan ke Afrika Utara, dikuasainya daerah Tripoli, Fazzan, Sudan, Mesir (670 M).
Perluasan ke barat pada zaman Walid mampu menaklukkan Jazair dan Maroko (89 H). Tahun 92 H Thariq bin Ziyad sampai di Giblaltar (Jabal Thariq). Tahun 95 H Spanyol dikuasai. Cordova terpilih menjadi ibukota propinsi wilayah Islam di Spanyol.
B. Ilmuwan Muslim dan Perannya di masa Dinasti Bani Umayah
Dinasti Bani Umayah mendirikan pusat kegiatan ilmiah di Kota Basrah dan Kufah di Irak. Perkembangan ilmu pengetahuan itu ditandai dengan munculnya ilmuwan-ilmuwan muslim dalam berbagai bidang.
Pada masa pemerintahannya, Khalifah Umar bin Abdul Aziz , sering mengundang para ulama dan ahli fiqih untuk mengkaji ilmu dalam berbagai majlis. Ulama-ulama lain yang muncul pada waktu itu adalah Hasan al Basri, Ibnu Shihab az Zuhri dan Wasil bin Ata.
A. Bidang Ilmu Hadits
Pada masa Rosulullah saw, ada larangan menulis hadits selain Al Qur’an. Namun sebagian Shahabat ada yang menulisnya untuk keperluan sendiri, seperti abdullah bin Abbas, Abu Hurairah, Ali bin Abi Thalib. Adapun jumlah hadits yang mereka tulis adalah Abu Hurairah (5374 hadist), ‘Aisyah (2210 hadist), Abdullah bin Umar (± 2210 hadist), Abdullah bin Abbas (± 1500 hadist), Jabir bin Abdullah (±1500 hadist), Anas bin Malik (±2210 hadist). Penulisan hadits dikembangkan oleh muridnya Abu Hurairah yaitu Basyir bin Nahik dan Hammam bin Munabbib.
Pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan (65-86), Para thabiin mulai menulis hadits dan berkembang dengan gerakah rihlah ilmiah, yaitu pengembaraan ilmiah yang dilakukan para muhadditsin dari kota ke kota untuk mendapatkan suatu hadits dari shahabat yang masih hidup dan tersebar di berbagai kota.
Dalam perkembangan selanjutnya, Khalifah Umar bin Abdul Azis merencakan pembukuan hadits. hal pokok alasan yang mendorong Umar bin Abdul Aziz untuk pembukuan hadits, yaitu Pertama, Beliau Khawatir hilangnya hadist-hadist dengan meningggalnya para ulama di medan perang. Kedua, Beliau Khawatir akan tercampurnya antara hadist-hadist yang sahih dengan hadist-hadist palsu. Ketiga, dengan semakin meluasnya daerah kekusaan Islam, sementara kemampuan thabi’in antara satu dengan yang lainnya tidak sama, sangat memerlukan adanya usaha kodifikasi ini.
Beliau memerintahkan para gubernur dan para ulama untuk mengumpulkan hadits. Salah satunya, Gubernur Madinah Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm (wafat tahun 117 H). Dia diperintah oleh Khalifah untuk mengumpulkan hadits-hadts yang ada pada Amrah binti Abdurrahman dan Qasim bin Muhammad bi Abu Abu Bakar. Amrah adalah anak angkt Siti Aisyah dan orang yang terpercaya untuk menerima Hadits dari Siti Aisyah.
Selain kepada Gubernur, Khalifah Umar bin Abdul Azis memerintahkan salah seorang ulama besar di Hijaz dan Syiria, Abu Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Syihab Az-zuhri, dikenal dengan Ibnu Syihab al Zuhri. Ia bekerja sama dengan para perawi yang dianggap ahli untuk dimintai informasi tentang hadist-hadist nabi yang berceceran ditengah masyarakat Islam untuk dikumpulkan, ditulis dan dibukukan. Usahanya cukup baik, walaupun Khalifah Umar bin Abdul Azis tidak melihat secara langsung karena lebih dulu meninggal.
Az Zuhri dianggap pengumpul hadits yang pertama pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz ini Setelah generasi az-Zuhri, pembukuan hadist dilanjutkan oleh Ibnu Juraij (w. 150 H), ar-Rabi’ bin Shabih (w. 160 H), dan masih banyak lagi ulama lainnya. pembukuan hadist dimulai sejak akhir masa pemerintahan Bani Umayyah, tetapi belum begitu sempurna. Pembukuan Hadits mencapai sempurna pada Masa Dinasti Bani Abbasiyah. Pada tahap selanjutnya, program pengumpulan hadist mendapat sambutan serius dari tokoh-tokoh islam, seperti:
1. Imam Bukhari, terkenal dengan Shohih Bukhari
2. Imam Muslim, terkenal dengan Shohih Muslim
3. Abu Daud, terkenal dengan Sunan Abu Daud
4. An –Nasa’i, terkenal dengan Sunan An-Nasa’i
5. At-Tirmidzi, terkenal dengan Sunan At-Tirmidzi
7. Ibnu Majah, terkenal dengan Sunan Ibnu Majah
Kumpulan para ahli hadist tersebut diatas, terkenal dengan nama Kutubus Shittah.
B. Ilmu Tafsir
Untuk memahami Al-Qur’an para Ahli telah melahirkan sebuah disiplin ilmu baru yaitu ilmu tafsir, ilmu ini dikhususkan untuk mengetahui kandungan ayat-ayat Al-Qur’an. Ketika Nabi masih hidup, penafsiran ayat-ayat tertentu telah dipersiapkan maknanya oleh Malaikat Jibril. Setelah Rasulullah wafat para sahabat Nabi seperti Ali bin Abu Thalib, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas’ud. Ubay bin Ka’ab mulai menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an bersandar dari Rasulullah lewat pendengaran mereka ketika Rasulullah masih hidup. Mereka dianggap sebagai pendiri mazhab tafsir dalam Islam. Dalam periode ini muncul beberapa madrasah untuk kajian ilmu tafsir diantaranya:
1. Madrasah Makkah atau Madrasah Ibnu Abbas yang melahirkan mufassir terkenal seperti Mujahid bin Jubair, Said bin Jubair, Ikrimah Maula ibnu Abbas, Towus Al-Yamany dan ‘Atho’ bin Abi Robah.
2. Madrasah Madinah atau Madrasah Ubay bin Ka’ab, yang menghasilkan pakar tafsir seperti Zaid bin Aslam, Abul ‘Aliyah dan Muhammad bin Ka’ab Al-Qurodli.
3. Madrasah Iraq atau Madrasah Ibnu Mas’ud, diantara murid-muridnya yang terkenal adalah Al-Qomah bin Qois, Hasan Al-Basry dan Qotadah bin Di’amah As-Sadusy.
Sebagian shahabat, seperti Umar bin Khattab, beliau tidak menafsirkan ayat-ayat mutasyabihat. Sikap seperti ini karena Al Qur’an dianggap sebagai kitab suci yang tidak boleh ditafsirkan. Mereka berpendapat bahwa tafsir Al Qur’an merupakan sesuatu yang diluar perintah agama.
Masalah tafsir menimbulkan berbagai sikap yang berpareasi antara lain Syafiq bin Slamah al Asadi apabila ditanya tentang suatu ayat, ia hanya menjawab “Allah Maha Benar dengan yang dimaksud”. Maksudnya adalah ia tidak berkeinginan untuk membahas makna yang ditanyakan.
Pada masa pemerinthan Dinasti Bani Umayah terdapat seorang ahli tafsir bernama Sa’id bin Juber (wafat tahun 95 H). Ia diminta menafsirkan beberapa ayat Al Quran, tapi dia menolaknya. Bahkan ia lebih memilih kehilangan salah satu anggota tubuhnya daripada harus menafsirkan ayat-ayat Al Qur’an yang diminta.
C. Ilmu Fikih
Al Qur’an sebagai kitab suci yang sempurna, merupakan sumber utama bagi umat Islam, terkhusus dalam menentukan masalah-masalah hukum. Pada masa Khulafaurrasyidin, penetapan hukum disamping bersumber dari Rasulullah dilakukan sebuah metode penetapan hukum, yaitu ijtihad. Ijtihad pada awalnya hanya pengertian yang sederhana, yaitu pertimbangan yang berdasarkan kebijaksanaan yang dilakukan dengan adil dalam memutuskan sesuatu masalah.
Pada tahap perkembangan pemikiran Islam, lahir sebuah ilmu hukum yang disebut Fiqih, yang berarti pedoman hukum dalam memahami masalah berdasarkan suatu perintah untuk melakukan suatu perbuatan, perintah tidak melakukan suatu perbuatan dan memilih antara melakukan atau tidak melakukannya. Dasar dan pedoman pokok yang telah dibukukan kemudian disebut Ushul Fiqih.
Tradisi ijtihad sudah berlangsung sejak Zaman Nabi Muhammad saw. Pelaksanaan ijtihad dinyatkan oleh Muaz bin Jabal ketika mendapat perintah berdakwah di Yaman. Ia akan menggunakan nalarnya dalam memutuskan perkara jika tidak terdapat rujukan dalam Al Qur’an dan hadits. Setelah itu, bermunculan para ahli fiqih ternama antara lain: Ibnu Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Ibnu Umar, dan ibnu Abbas.
Pada perkembangannya, perbedaan pendapat para ahli fiqih semakin tajam. Ahli fiqih Hijaz dan ahli fiqih Irak berbeda pendapat dalam pengambilan Ra’yu sebagai argumen. Ahli fiqih Hijaz berpegang pada Atsar (ketetapan hukum yang pernah dilakukan para shahabat) sebagai argumentasi hukum. Mereka tidak menekankan pada Ra’yu. Sedangkan Ahli fiqih Irak cenderung kepada Ra’yu. Akhirnya Ahli fiqih Hijaz menganggap Ahli fiqih Irak mengabaikan sunah. Sebaliknya Ahli fiqih Irak menganggap Ahli fiqih Hijaz menganut pemikiran jumud yaitu pemikiran kolot dan tradisional.
Ulama-ulama tabi’in Fiqih pada masa bani Umayyah diantaranya adalah:, Syuriah bin Al-Harits, ‘alqamah bin Qais, Masuruq Al-Ajda’,Al-Aswad bin Yazid kemudian diikuti oleh murid-murid mereka, yaitu: Ibrahim An-Nakh’l (wafat tahun 95 H) dan ‘Amir bin Syurahbil As Sya’by (wafat tahun 104 H). sesudah itu digantikan oleh Hammad bin Abu Sulaiman (wafat tahun 120 H), guru dari Abu Hanafiah
Pada zaman dinasti Umayyah ini telah berhasil meletakkan dasar-dasar hukum islam menurut pertimbangan kebijaksanaan dalam menetapkan keputusan yang berdasar Al-Qur’an dan pemahaman nalar/akal.
D. Ilmu Tasawuf
Tasawuf merupakan sebuah ilmu tentang cara mendekatkan diri kepada Allah saw, tujuannya agar hidup semakin mendapatkan makna yang mendalam, serta mendapatkan ketentraman jiwa. Ilmu tasawuf berusaha agar hidup manusia memilki akhlak mulia, sempurna dan kamil. Munculnya tasawuf, karena setelah umat semakin jauh dari Nabi, terkadang hidupnya tak terkendali, utamanya dalam hal kecintaan terhadap materi.
Tokoh sufi antara lain:
1. Sa’id bin Musayyab
Sa’id bin Musayyab wafat tahun 91 H/710 M adalah murid dan menantu Abu Hurairah (seorang Ahli Suffah). Ia mencontohkan hidup zuhud pada pengikutnya. Dalam satu riwayat, ia ditawari sejumlah 35.000 dirham uang perak oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan, tetapi dia Tolak.
2. Hasan Al-Basri
Hasan al-Basri lahir di Madinah tahun 21 H/642 M dan meninggal di Basra pada tahun 110 H/729 M. Ibunya adalah seorang hamba shaya Ummu Salamah, Istri Rosulullah saw. Hasan Basri berkembang di lingkungan yang saleh. Ia banyak belajar dai Ali bin Abi Thalib dan Huzaifah bin Yaman, dua shahabat Nabi Muhammad saw. Ia mengenalkan kepada umat tentang pentingnya tasawuf, karena tasawuf dapat melatih jiwa/hati memiliki sifat zuhud (hatinya tidak terpengaruh dengan harta benda, walau lahiriyah kaya), sifat roja’(harta benda, anak-anak, jabatan tidak bisa menolong hidupnya tanpa adanya harapan ridho dari Allah swt) dan sifat khouf (sifat takut kepada Allah swt yang dalam dan melekat dalam jiwanya).
3. Sufyan Ats-Tsauri
Sufyan As Tsaauri lahir dikufah tahun 97-161 H/ 716-778 M. Ia mempunyai nama lengkap: Abu Abdullah Sufyan bin SA’id Ats-Tsauri. Ia menjalani kehidupan penuh kesederhanaan, dan menganjurkan zuhud. Pemikiran bidang taswuf merangkum sebagai berikut:
a.Manusia dapat memiliki sifat zuhud, bila saat ajalnya menghampirinya, karena kelezatan dunia telah diambil Allah swt, maka manusia baru ingat makna kehidupannya.
b. Manusia dalam menjalani hidup didunia harus bekerja keras agar hidupnya tercukupi, dengan kerja manusia dapat terhindar dari kegelapan dan kehinaan.
E. Ilmu Bahasa dan sastra
Pada masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan, Bahasa Arab digunakan sebagai bahasa administrasi negara. Penggunaan bahasa arab yang makin luas membutuhkan suatu panduan kebahasaan yang dapat dipergunakan oleh semua golongan. Hal itu mendorong lahirnya seorang ahli bahasa yang bernama Sibawaihi. Ia mengarang sebuah buku yang berisi pokok-pokok kaidah bahasa Arab yang berjudul al-kitab. Buku tersebut bahkan termashur hingga saat ini.
Bidang kesusastraan juga mengalami kemajuan.Hal itu ditandai dengan munculnya sastrawan-sastrawan berikut ini :
1. Nu’man binBasyir al Anshari ( wafat 65 H/680 M)
2. Qays bin Mulawwah , termasyhur dengan sebutan Laila Majnun (wafat 84 H/ 699 M)
3. al Akhthal ( wafat 95/710 M )
4. Abul Aswad al Duwali ( 69 H )
5. al Farazdaq ( wafat 114 H / 732 M )
6. Jarir ( wafat 111 H / 792 M ).
F. Ilmu Sejarah dan Geografi
Ilmu sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat. Pada Masa Dinasti Bani Umayah, Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan memerintah Ubaid bin Syariyah Al Jurhumi untuk menulis buku sejarah masa lalu dan masa bani Umayah. Di antara karyanya adalah kitab al Muluk wal Akhbar al Madhi ( buku catatan sejarah Raja-raja masa lalu). Sejarawan lainnya adalah Shuhara Abdi yang menulis buku Kitabul Amsal.
G. Ilmu Kedokteran
Ilmu kedokteran belum berkembang dengan baik pada masa Dinasti Bani Umayah. Tetapi pada masa Khalifah Walid bin Abdul Malik telah terjadi perkembangan cukup baik di bidang kedokteran. Ia mendirikan sekolah tinggi kedokteran pada tahun 88 H/706 M. Khalifah Walid memerintahkan para dokter untuk melakukan riset dengan anggaran yang cukup. Para dokter bertugas di lembaga tersebut dengan gaji negara
Dalam rangka mengembangkan ilmu kedokteran, Khalifah meminta bantuan para dokter dari Persia. Di lembaga inilah, Harist bin Kildah dan Nazhar meraih ilmu kedokteran. Selain itu, gerakan terjemah buku-buku kedokteran mendukung perkembangan ilmu kedokteran di masa Bani Umayah. Khalid bin Zayid bin Mu'awiyah adalah orang pertama yang menerjemahkan buku tentang astronomi, kedokteran dan kimia. Disamping itu, Khalid bin Yazid merupakan seorang penyair dan orator yang terkenal.
Kemajuan Dinasti Umayyah dilakukan dengan ekspansi, sehingga menjadi negara Islam yang besar dan luas. Dari persatuan berbagai bangsa dibawah naungan Islam lahirlah benih-benih kebudayaan dan peradaban islam yang baru. Meskipun demikian, Bani Umayyah lebih banyak memusatkan perhatian pada kebudayaan arab.
A. Pengembangan Kebudayaan Zaman Dinasti Bani Umayyah
Pada masa Dinasti Bani Umayah, banyak perkembangan dan kemajuan yang terjadi di semua bidang kehidupan. Perkembangan tersebut mempengaruhi terhadap perkembangan peradaban dan kebudayaan Islam. Peranan para khalifah memiliki kontribusi besar dalam kemajuan Islam. Beberapa langkah pengembangan Kebudayaan yang dilakukan oleh Para Khalifah Bani Umayah antara lain:
1. Administrasi Pemerintahan
Dalam bidang Administrasi pemerintahan, Bani Umayah menerapkan beberapa kebijakan, antara lain;
a. Perubahan Sistem Pemerintahan
Bentuk pemerintahan Muawiyah berubah dari Demokrasi menjadi monarchi (kerajaan/dinasti) sejak ia mengangkat anaknya Yazid sebagai Putera Mahkota. Kebijakan ini dipengaruhi oleh tradisi yang terdapat di bekas wilayah kerajaan Bizantium. Selain itu Terjadi dikotomi antara kekuasaan agama dan kekuasaan politik b. Sentralistik
Daulah Bani Umayyah menerapkan konfederasi propinsi. Dalam menangani propinsi yang ada, Muawiyah menggabung beberapa wilayah menjadi satu propinsi. Setiap gubernur memilih Amir. Amir bertanggung jawab lansung kepada khalifah. Wilayah kekuasaan terbagi menjadi beberapa provinsi, yaitu: Syiria dan Palestina, Kuffah dan Irak, Basrah dan Persia, Sijistan, Khurasan, Bahrain, Oman, Najd dan Yamamah, Arenia, Hijaz, Karman dan India, Egypt (Mesir), Ifriqiyah (Afrika Utara), Yaman dan Arab Selatan,serta Andalusia.
c. Administrasi pemerintahan
Setidaknya ada empat diwan (departemen) yang berdiri pada Daulah Bani Umayyah, yaitu:
1) Diwan Rasail
Departemen ini mengurus surat-surat negara kepada gubernur dan pegawai di berbagai wilayah
2) Diwan Kharraj
Departemen ini mengurus tentang perpajakan. Dikepalai oleh Shahibul Kharraj yang bertanggung jawab lansung kepada khalifah
3) Diwan Jund
Departemen ini mengurus tentang ketentaraan negara. Ada juga yang menyebut dengan departemen perperangan.
4) Diwan Khatam
Departemen ini disebut juga departemen pencatat. Setiap peraturan yang dikeluarkan disalin pada sebuah register kemudian disegel dan dikirim ke berbagai wilayah.
d. Lambang Negara
Muawiyah menetapkan bendera merah sebagai lambang negara di mana sebelumnya pada masa Khulafa Rasyidin belum ada. Bendera merah ini menjadi ciri khas Daulah Bani Umayyah.
e. Bahasa Resmi Administrasi Pemerintahan
Pada pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan , bahasa Arab dijadikan bahasa resmi administrasi pemerintahan.
2. Bidang Sosial Kemasyarakatan
Dinasti Bani Umayah mengembangkan bidang sosial kemasyarakatan dengan berbagai kebijakan, antara lain:
a. Panti Sosial Penyandang Cacat
Ketika Walid bin Abdul Malik menjadi Khalifah, ia menyediakan pelayannan khusus. Orang cacat diberi gaji. Orang buta diberikan penuntun. Orang lumpuh disediakan perawat. Ia juga mendirikan bangunan khusus untuk pengidap penyakit kusta agar mereka dirawat sesuai dengan persyaratan standar kesehatan.
b. Arab dan Mawali
Masyarakat dunia Islam begitu luas sedangkan orang-orang Arab merupakan unsur minoritas. Meskippun demikian, mereka memegang peranan penting secara sosial. Muslim Arab menganggap bahwa mereka lebih baik dan lebih pantas memegang kekuasaan dari muslim non Arab. Muslim non Arab kala itu disebut Mawali.
Mulanya mawali adalah budak tawanan perang yang dimerdekakan. Belakangan istilah mawali diperuntukan bagi semua muslim non Arab.
c. Perundang-undangan
Khalifah mengeluarkan perundang-undnagan yang mengatur kehidupan masyarakat. Juga mendirikan lembaga penegak hukum sehingga hak-hak masyarakat dilindungi hukum.
d. Pembangunan Infrastruktur
Dibangunnya rumah sakit, jalan raya, sarana dan olahraga (seperti gelanggang pacuan kuda), tempat-tempat minum ditempat yang strategis, kantor pos, pasar/pertahanan sebagai sarana prasarana umat.
3. Bidang Seni Budaya
Pada bidang budaya, Dinasti Bani Umayah memberikan kontribusi berupa:
a. Bahasa Arab
Bahasa arab berkembang luas keberbagai penjuru dunia dan menjadi salah satu bahasa resmi Internasional disamping bahasa Inggris.
b. mata Uang
Mencetak mata uang dengan menggunakan bahasa arab yang bertuliskan “la ilaha illallah” dan disebelasnya ditulis kalimat”Abdul Malik”.
c. Gedung dan pabrik Industri
Mendirikan pabrik kain sutera, Industri kapal dan senjata, gedung-gedung pemerintahan
d. Irigasi Pertanian
Membangun irigasi-irigasi sebagai sarana pertanian
e. Pusat Ilmu dan Adab
Membangun kata Basrah dan Kuffah sebagai pusat perkembangan ilmu dan adab
f. Pembukuan Negara
Membuat administrasi pemerintahan dan pembukuan keuangan Negara
pada bidang Kesenian, Bani Umayah memberikan kontribusi, antara lain:
a. Majelis Sastra
Majelis sastra adalah tempat atau balai pertemuan untuk membahas kesusasteraan dan juga tempat berdiskusi mengenai urusan politik yang disiapkan dan dihiasi dengan hiasan yang indah. Majelis ini hanya diperuntukkan bagi sastrawan dan ulama terkemuka.
b. Arsitektur
Dalam bidang seni arsitektur, para khalifah mendukung perkembangannya, seperti pembuatan menara pada periode Muawiyah, kubah ash-Shakhra pada periode Abdul Malik bin Marwan. Kubah ini tercatat sebagai contoh hasil karya arsitektur muslim yang termegah kala itu. Bangunan tersebut merupakan masjid yang pertama sekali ditutup dengan kubah. Merenovasi Masjid Nabawi. Membangun Istana Qusyr Amrah dan Istana al Musatta yang digunakan sebagai tempat peristirahatan di padang pasir.
4. Bidang Ekonomi
Di Bidang Ekonomi dan Perdagangan, Dinasti Bani Umayah menerapkan kebijakan-kebijakan antara lain:
a. Sumber Pendapatan dan Pengeluaran Pemerintah
Sumber uang masuk pada zaman Daulah Bani Umayyah sebagiannya diambil dari Dharaib yaitu kewajiban yang harus dibayar oleh warga negara. Di samping itu, bagi daerah-daerah yang baru ditaklukkan, terutama yang belum masuk Islam, ditetapkan pajak istimewa.
Namun, pada masa Umar bin Abdul Aziz, pajak untuk non muslim dikurangi, sedangkan jizyah bagi muslim dihentikan. Kebijakan ini mendorong non muslim memeluk agama Islam.
Adapun pengeluaran pemerintah dari uang masuk tersebut adalah sebagai berikut:
1) Gaji pegawai, tentara dan biaya tata usaha negara
2) Pembangunan pertanian termasuk irigasi dan penggalian terusan
3) Ongkos bagi terpidana dan tawanan perang
4) Perlengkapan perang
5) Hadiah bagi sastrawan dan ulama
b. Mata Uang
Pada masa Abd Malik, mata uang kaum muslimin dicetak secara teratur. Pembayaran diatur dengan menggunakan mata uang ini. Meskipun pada Masa Umar bin Khattab sudah ada mata uang, namun belum begitu teratur.
c. Organisasi keuangan.
Keuangan terpusat pada baitul maal yang asetnya diperoleh dari pajak tanah, perorangan bagi non muslim. Percetakan uang dilakukan pada khalifah Abdul Malik bin Marwan.
5. Pendidikan
Daulah Bani Umayyah tidak terlalu memperhatikan bidang pendidikan, karena mereka fokus dalam bidang politik. Meskipun demikian, Daulah Bani Umayyah memberikan andil bagi pengembangan ilmu-ilmu agama Islam, sastra dan filsafat. Daulah menyediakan tempat-tempat pendidikan antara lain:
a. Kuttab
Kuttab merupakan tempat anak-anak belajar menulis dan membaca, menghafal Alquran serta belajar pokok-pokok ajaran Islam
b. Masjid
Pendidikan di masjid merupakan lanjutan dari kuttab. Pendidikan di masjid terdiri dari dua tingkat. Pertama, tingkat menengah diajar oleh guru yang biasa saja. Kedua, tingkat tinggi yang diajar oleh ulama yang dalam ilmunya dan masyhur kealimannya.
c. Arabisasi
Gerakan penerjemahan ke dalam bahasa Arab (arabisasi buku) pada masa Marwan gencar dilakukan. Ia memerintahkan untuk menerjemahkan buku-buku yang berbahasa Yunani, Siria, Sansekerta dan bahasa lainnya ke dalam bahasa Arab.
d. Baitul Hikmah
Baitul hikmah merupakan gedung pusat kajian dan perpustakaan. Perhatian serta pelestarian berbagai sarana dan aktifitas di gedung ini terus menjadi perhatian dalam perjalanan Daulah Bani Umayyah hingga masa Marwan.
6. Bidang Politik dan Militer
Kondisi perpolitikan pada masa awal Dinasti Bani Umayyah cenderung stabil. Muawiyah dengan kemampuan politiknya mampu meredam gejolak-gejolak yang terjadi. Hingga ia mengangkat anaknya Yazid menjadi penggantinya, barulah terjadi pergolakan politik.
Di antara kebijakan politik yang terjadi pada masa Daulah Bani Umayyah adalah terjadinya pemisahan kekuasaan antara kekuasaan agama (spritual power) dengan kekuasaan politik. Amirul Mu’minin hanya bertugas sebagai khalifah dalam bidang politik. Sedangkan urusan agama diurus oleh para ulama.
Perkembangan/Prestasi Pada Bidang Politik Militer Yaitu Dengan Terbentuknya Lima Lembaga Pemerintahan, antara lain :
a. lembaga politik (An-Nizam As-Siyasy)
Dinasti Bani Umayah menerapkan organisasi politik yang terdiri dari jabatan Khilafah (kepala negara), wizarah (kementerian), kitabah (kesekretariatan), hijabah (pengawal pribadi Khalifah).
b. lembaga keuangan (An-Nizam Al-Maly)
Dinasti Bani Umayah mempertahankan pengelolaan baitul maal baik pemasukan maupun pengeluaran. Sumber pemasukan baitul maal diperoleh dari hasil pajak pengahasilan tanah pertanian disebut kharraj dan Pajak individu bagi masyarakat non Muslim disebut jizyah. Atau hasil pajak perdagangan imfor yang disebut usyur.
c. lembaga tata usaha (An-Nizam Al-Idary)
Dinasti Bani Umayah membagi wilayah kekuasaan antara pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah pusat dipimpin oleh khalifah, sedangkan daerah dipimpin oleh gubernur yang disebut wali. Untuk pelaksanaan tata negara yang teratur, Bani Umayah mendirikan beberapa departemen antara lain Diwan al Kharraj (departemen pajak), diwan al rasail (departemen pos dan persuratan), diwan al musytaghillat (departemen kepentingan umum), dan diwan al khatim (departemen pengarsipan)
d. lembaga kehakiman (An-Nizam Al-Qady)
Dinasti Bani Umayah memisahkah kekuasaan eksekutif (pemerintah) dan Yudikatif (pengadilan). Dimana pelaksanaan kekuasaan yudikatif terbagi menjadi 3, yaitu, al qadha (Hakim masalah negara), al Hisbah (hakim perkara pidana), dan Al Nadhar fil Madlalim (mahkaman tinggi atau banding)
e. lembaga ketentaraan (An-Nizam Al-Hardy)
Lembaga ketentaraan sudah ada sejak Khulafaurrosyidin. Perbedaanya pada rekrutmen personilnya. Dimana masa Khulafaurrosyidin, setiap orang boleh menjadi tentara, sedangkan pada masa Dinasti Bani Umayah hanya diberikan kepada orang-orang Arab.
Pada formasi tentara, Dinasti Bani Umayah mempergunakan istilah di kerajaan Persia. Formasi itu terdiri dari Qolbul Jaisy (pasukan inti) yang berisi Al Maimanah (pasukan sayap kanan), al maisarah (pasukan sayap kiri), al Muqaddimah (pasukan terdepan), dan saqah al jaisyi (posisi belakang).
Di samping itu juga di bentuk dewan sekretaris Negara ( diwanul kitabah ) yang bertugas mengurusi berbagai macam urusan pemerintahan dewan ini terdiri dari lima orang sekretaris, yaitu:
1. sekretaris persuratan ( katib Ar Rasal )
2. sekretaris keuangan ( katib Al Kharraj )
3. sekretaris tentara ( katib Al Jund )
4. sekretaris kepolisian (katib Al Jund )
5. sekretaris kehakiman (katib Al Qadi )
Langkah-Langkah politik militer bani umayah :
1. memindahkan ibu kota pemerintahan bani umayyah dari kuffah ke damaskus
2. menumpas segala bentuk pemberontakan yang ada demi terciptanya stabilitas keamanan dalam negerinya.
3. Menyusun organisasi pemerintahan agar roda pemerintahannya dapat berjalan lancar
4. Mengubah sistem pemerintahan demokrasi menjadi system monarki
5. Menetapkan bahasa arab sebagai bahasa nasional bani umayyah yang dapat berfungsi sebagai alat pemersatu bangsa
6. Demi keselamatan khalifah dibentuk Al-Hijabah (ajudan) dengan tujuan agar tidak terjadi pembunuhan pada khalifah
Dalam kebijakan Militer, Dinasti Bani Umayah menerapkan beberapa hal, yaitu
a. Undang-undang Wajib Militer
Daulah Bani Umayyah memaksa orang untuk masuk tentara dengan membuat undang-undang wajib militer (Nizham Tajnid Ijbary). Mayoritas adalah berasal dari orang Arab.
b. Futuhat/Ekspansi (Perluasan Daerah)
Perluasan ke Asia kecil dilakukan Muawiyah dengan ekspansi ke imperium Bizantium dengan menaklukkan pulau Rhodes dan Kreta pada tahun 54 H. Setelah 7 tahun, Yazid berhasil menaklukkan kota Konstantinopel
Perluasan ke Asia Timur, Muawiyah menaklukkan daerah Khurasan-Oxus dan Afganistan-Kabul pada tahun 674 M. Pada zaman Abd Malik, daerah Balkh, Bukhara, Khawarizan, Ferghana, Samarkand dan sebagian india (Balukhistan, Sind, Punjab dan Multan). Perluasan ke Afrika Utara, dikuasainya daerah Tripoli, Fazzan, Sudan, Mesir (670 M).
Perluasan ke barat pada zaman Walid mampu menaklukkan Jazair dan Maroko (89 H). Tahun 92 H Thariq bin Ziyad sampai di Giblaltar (Jabal Thariq). Tahun 95 H Spanyol dikuasai. Cordova terpilih menjadi ibukota propinsi wilayah Islam di Spanyol.
B. Ilmuwan Muslim dan Perannya di masa Dinasti Bani Umayah
Dinasti Bani Umayah mendirikan pusat kegiatan ilmiah di Kota Basrah dan Kufah di Irak. Perkembangan ilmu pengetahuan itu ditandai dengan munculnya ilmuwan-ilmuwan muslim dalam berbagai bidang.
Pada masa pemerintahannya, Khalifah Umar bin Abdul Aziz , sering mengundang para ulama dan ahli fiqih untuk mengkaji ilmu dalam berbagai majlis. Ulama-ulama lain yang muncul pada waktu itu adalah Hasan al Basri, Ibnu Shihab az Zuhri dan Wasil bin Ata.
A. Bidang Ilmu Hadits
Pada masa Rosulullah saw, ada larangan menulis hadits selain Al Qur’an. Namun sebagian Shahabat ada yang menulisnya untuk keperluan sendiri, seperti abdullah bin Abbas, Abu Hurairah, Ali bin Abi Thalib. Adapun jumlah hadits yang mereka tulis adalah Abu Hurairah (5374 hadist), ‘Aisyah (2210 hadist), Abdullah bin Umar (± 2210 hadist), Abdullah bin Abbas (± 1500 hadist), Jabir bin Abdullah (±1500 hadist), Anas bin Malik (±2210 hadist). Penulisan hadits dikembangkan oleh muridnya Abu Hurairah yaitu Basyir bin Nahik dan Hammam bin Munabbib.
Pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan (65-86), Para thabiin mulai menulis hadits dan berkembang dengan gerakah rihlah ilmiah, yaitu pengembaraan ilmiah yang dilakukan para muhadditsin dari kota ke kota untuk mendapatkan suatu hadits dari shahabat yang masih hidup dan tersebar di berbagai kota.
Dalam perkembangan selanjutnya, Khalifah Umar bin Abdul Azis merencakan pembukuan hadits. hal pokok alasan yang mendorong Umar bin Abdul Aziz untuk pembukuan hadits, yaitu Pertama, Beliau Khawatir hilangnya hadist-hadist dengan meningggalnya para ulama di medan perang. Kedua, Beliau Khawatir akan tercampurnya antara hadist-hadist yang sahih dengan hadist-hadist palsu. Ketiga, dengan semakin meluasnya daerah kekusaan Islam, sementara kemampuan thabi’in antara satu dengan yang lainnya tidak sama, sangat memerlukan adanya usaha kodifikasi ini.
Beliau memerintahkan para gubernur dan para ulama untuk mengumpulkan hadits. Salah satunya, Gubernur Madinah Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm (wafat tahun 117 H). Dia diperintah oleh Khalifah untuk mengumpulkan hadits-hadts yang ada pada Amrah binti Abdurrahman dan Qasim bin Muhammad bi Abu Abu Bakar. Amrah adalah anak angkt Siti Aisyah dan orang yang terpercaya untuk menerima Hadits dari Siti Aisyah.
Selain kepada Gubernur, Khalifah Umar bin Abdul Azis memerintahkan salah seorang ulama besar di Hijaz dan Syiria, Abu Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Syihab Az-zuhri, dikenal dengan Ibnu Syihab al Zuhri. Ia bekerja sama dengan para perawi yang dianggap ahli untuk dimintai informasi tentang hadist-hadist nabi yang berceceran ditengah masyarakat Islam untuk dikumpulkan, ditulis dan dibukukan. Usahanya cukup baik, walaupun Khalifah Umar bin Abdul Azis tidak melihat secara langsung karena lebih dulu meninggal.
Az Zuhri dianggap pengumpul hadits yang pertama pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz ini Setelah generasi az-Zuhri, pembukuan hadist dilanjutkan oleh Ibnu Juraij (w. 150 H), ar-Rabi’ bin Shabih (w. 160 H), dan masih banyak lagi ulama lainnya. pembukuan hadist dimulai sejak akhir masa pemerintahan Bani Umayyah, tetapi belum begitu sempurna. Pembukuan Hadits mencapai sempurna pada Masa Dinasti Bani Abbasiyah. Pada tahap selanjutnya, program pengumpulan hadist mendapat sambutan serius dari tokoh-tokoh islam, seperti:
1. Imam Bukhari, terkenal dengan Shohih Bukhari
2. Imam Muslim, terkenal dengan Shohih Muslim
3. Abu Daud, terkenal dengan Sunan Abu Daud
4. An –Nasa’i, terkenal dengan Sunan An-Nasa’i
5. At-Tirmidzi, terkenal dengan Sunan At-Tirmidzi
7. Ibnu Majah, terkenal dengan Sunan Ibnu Majah
Kumpulan para ahli hadist tersebut diatas, terkenal dengan nama Kutubus Shittah.
B. Ilmu Tafsir
Untuk memahami Al-Qur’an para Ahli telah melahirkan sebuah disiplin ilmu baru yaitu ilmu tafsir, ilmu ini dikhususkan untuk mengetahui kandungan ayat-ayat Al-Qur’an. Ketika Nabi masih hidup, penafsiran ayat-ayat tertentu telah dipersiapkan maknanya oleh Malaikat Jibril. Setelah Rasulullah wafat para sahabat Nabi seperti Ali bin Abu Thalib, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas’ud. Ubay bin Ka’ab mulai menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an bersandar dari Rasulullah lewat pendengaran mereka ketika Rasulullah masih hidup. Mereka dianggap sebagai pendiri mazhab tafsir dalam Islam. Dalam periode ini muncul beberapa madrasah untuk kajian ilmu tafsir diantaranya:
1. Madrasah Makkah atau Madrasah Ibnu Abbas yang melahirkan mufassir terkenal seperti Mujahid bin Jubair, Said bin Jubair, Ikrimah Maula ibnu Abbas, Towus Al-Yamany dan ‘Atho’ bin Abi Robah.
2. Madrasah Madinah atau Madrasah Ubay bin Ka’ab, yang menghasilkan pakar tafsir seperti Zaid bin Aslam, Abul ‘Aliyah dan Muhammad bin Ka’ab Al-Qurodli.
3. Madrasah Iraq atau Madrasah Ibnu Mas’ud, diantara murid-muridnya yang terkenal adalah Al-Qomah bin Qois, Hasan Al-Basry dan Qotadah bin Di’amah As-Sadusy.
Sebagian shahabat, seperti Umar bin Khattab, beliau tidak menafsirkan ayat-ayat mutasyabihat. Sikap seperti ini karena Al Qur’an dianggap sebagai kitab suci yang tidak boleh ditafsirkan. Mereka berpendapat bahwa tafsir Al Qur’an merupakan sesuatu yang diluar perintah agama.
Masalah tafsir menimbulkan berbagai sikap yang berpareasi antara lain Syafiq bin Slamah al Asadi apabila ditanya tentang suatu ayat, ia hanya menjawab “Allah Maha Benar dengan yang dimaksud”. Maksudnya adalah ia tidak berkeinginan untuk membahas makna yang ditanyakan.
Pada masa pemerinthan Dinasti Bani Umayah terdapat seorang ahli tafsir bernama Sa’id bin Juber (wafat tahun 95 H). Ia diminta menafsirkan beberapa ayat Al Quran, tapi dia menolaknya. Bahkan ia lebih memilih kehilangan salah satu anggota tubuhnya daripada harus menafsirkan ayat-ayat Al Qur’an yang diminta.
C. Ilmu Fikih
Al Qur’an sebagai kitab suci yang sempurna, merupakan sumber utama bagi umat Islam, terkhusus dalam menentukan masalah-masalah hukum. Pada masa Khulafaurrasyidin, penetapan hukum disamping bersumber dari Rasulullah dilakukan sebuah metode penetapan hukum, yaitu ijtihad. Ijtihad pada awalnya hanya pengertian yang sederhana, yaitu pertimbangan yang berdasarkan kebijaksanaan yang dilakukan dengan adil dalam memutuskan sesuatu masalah.
Pada tahap perkembangan pemikiran Islam, lahir sebuah ilmu hukum yang disebut Fiqih, yang berarti pedoman hukum dalam memahami masalah berdasarkan suatu perintah untuk melakukan suatu perbuatan, perintah tidak melakukan suatu perbuatan dan memilih antara melakukan atau tidak melakukannya. Dasar dan pedoman pokok yang telah dibukukan kemudian disebut Ushul Fiqih.
Tradisi ijtihad sudah berlangsung sejak Zaman Nabi Muhammad saw. Pelaksanaan ijtihad dinyatkan oleh Muaz bin Jabal ketika mendapat perintah berdakwah di Yaman. Ia akan menggunakan nalarnya dalam memutuskan perkara jika tidak terdapat rujukan dalam Al Qur’an dan hadits. Setelah itu, bermunculan para ahli fiqih ternama antara lain: Ibnu Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Ibnu Umar, dan ibnu Abbas.
Pada perkembangannya, perbedaan pendapat para ahli fiqih semakin tajam. Ahli fiqih Hijaz dan ahli fiqih Irak berbeda pendapat dalam pengambilan Ra’yu sebagai argumen. Ahli fiqih Hijaz berpegang pada Atsar (ketetapan hukum yang pernah dilakukan para shahabat) sebagai argumentasi hukum. Mereka tidak menekankan pada Ra’yu. Sedangkan Ahli fiqih Irak cenderung kepada Ra’yu. Akhirnya Ahli fiqih Hijaz menganggap Ahli fiqih Irak mengabaikan sunah. Sebaliknya Ahli fiqih Irak menganggap Ahli fiqih Hijaz menganut pemikiran jumud yaitu pemikiran kolot dan tradisional.
Ulama-ulama tabi’in Fiqih pada masa bani Umayyah diantaranya adalah:, Syuriah bin Al-Harits, ‘alqamah bin Qais, Masuruq Al-Ajda’,Al-Aswad bin Yazid kemudian diikuti oleh murid-murid mereka, yaitu: Ibrahim An-Nakh’l (wafat tahun 95 H) dan ‘Amir bin Syurahbil As Sya’by (wafat tahun 104 H). sesudah itu digantikan oleh Hammad bin Abu Sulaiman (wafat tahun 120 H), guru dari Abu Hanafiah
Pada zaman dinasti Umayyah ini telah berhasil meletakkan dasar-dasar hukum islam menurut pertimbangan kebijaksanaan dalam menetapkan keputusan yang berdasar Al-Qur’an dan pemahaman nalar/akal.
D. Ilmu Tasawuf
Tasawuf merupakan sebuah ilmu tentang cara mendekatkan diri kepada Allah saw, tujuannya agar hidup semakin mendapatkan makna yang mendalam, serta mendapatkan ketentraman jiwa. Ilmu tasawuf berusaha agar hidup manusia memilki akhlak mulia, sempurna dan kamil. Munculnya tasawuf, karena setelah umat semakin jauh dari Nabi, terkadang hidupnya tak terkendali, utamanya dalam hal kecintaan terhadap materi.
Tokoh sufi antara lain:
1. Sa’id bin Musayyab
Sa’id bin Musayyab wafat tahun 91 H/710 M adalah murid dan menantu Abu Hurairah (seorang Ahli Suffah). Ia mencontohkan hidup zuhud pada pengikutnya. Dalam satu riwayat, ia ditawari sejumlah 35.000 dirham uang perak oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan, tetapi dia Tolak.
2. Hasan Al-Basri
Hasan al-Basri lahir di Madinah tahun 21 H/642 M dan meninggal di Basra pada tahun 110 H/729 M. Ibunya adalah seorang hamba shaya Ummu Salamah, Istri Rosulullah saw. Hasan Basri berkembang di lingkungan yang saleh. Ia banyak belajar dai Ali bin Abi Thalib dan Huzaifah bin Yaman, dua shahabat Nabi Muhammad saw. Ia mengenalkan kepada umat tentang pentingnya tasawuf, karena tasawuf dapat melatih jiwa/hati memiliki sifat zuhud (hatinya tidak terpengaruh dengan harta benda, walau lahiriyah kaya), sifat roja’(harta benda, anak-anak, jabatan tidak bisa menolong hidupnya tanpa adanya harapan ridho dari Allah swt) dan sifat khouf (sifat takut kepada Allah swt yang dalam dan melekat dalam jiwanya).
3. Sufyan Ats-Tsauri
Sufyan As Tsaauri lahir dikufah tahun 97-161 H/ 716-778 M. Ia mempunyai nama lengkap: Abu Abdullah Sufyan bin SA’id Ats-Tsauri. Ia menjalani kehidupan penuh kesederhanaan, dan menganjurkan zuhud. Pemikiran bidang taswuf merangkum sebagai berikut:
a.Manusia dapat memiliki sifat zuhud, bila saat ajalnya menghampirinya, karena kelezatan dunia telah diambil Allah swt, maka manusia baru ingat makna kehidupannya.
b. Manusia dalam menjalani hidup didunia harus bekerja keras agar hidupnya tercukupi, dengan kerja manusia dapat terhindar dari kegelapan dan kehinaan.
E. Ilmu Bahasa dan sastra
Pada masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan, Bahasa Arab digunakan sebagai bahasa administrasi negara. Penggunaan bahasa arab yang makin luas membutuhkan suatu panduan kebahasaan yang dapat dipergunakan oleh semua golongan. Hal itu mendorong lahirnya seorang ahli bahasa yang bernama Sibawaihi. Ia mengarang sebuah buku yang berisi pokok-pokok kaidah bahasa Arab yang berjudul al-kitab. Buku tersebut bahkan termashur hingga saat ini.
Bidang kesusastraan juga mengalami kemajuan.Hal itu ditandai dengan munculnya sastrawan-sastrawan berikut ini :
1. Nu’man binBasyir al Anshari ( wafat 65 H/680 M)
2. Qays bin Mulawwah , termasyhur dengan sebutan Laila Majnun (wafat 84 H/ 699 M)
3. al Akhthal ( wafat 95/710 M )
4. Abul Aswad al Duwali ( 69 H )
5. al Farazdaq ( wafat 114 H / 732 M )
6. Jarir ( wafat 111 H / 792 M ).
F. Ilmu Sejarah dan Geografi
Ilmu sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat. Pada Masa Dinasti Bani Umayah, Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan memerintah Ubaid bin Syariyah Al Jurhumi untuk menulis buku sejarah masa lalu dan masa bani Umayah. Di antara karyanya adalah kitab al Muluk wal Akhbar al Madhi ( buku catatan sejarah Raja-raja masa lalu). Sejarawan lainnya adalah Shuhara Abdi yang menulis buku Kitabul Amsal.
G. Ilmu Kedokteran
Ilmu kedokteran belum berkembang dengan baik pada masa Dinasti Bani Umayah. Tetapi pada masa Khalifah Walid bin Abdul Malik telah terjadi perkembangan cukup baik di bidang kedokteran. Ia mendirikan sekolah tinggi kedokteran pada tahun 88 H/706 M. Khalifah Walid memerintahkan para dokter untuk melakukan riset dengan anggaran yang cukup. Para dokter bertugas di lembaga tersebut dengan gaji negara
Dalam rangka mengembangkan ilmu kedokteran, Khalifah meminta bantuan para dokter dari Persia. Di lembaga inilah, Harist bin Kildah dan Nazhar meraih ilmu kedokteran. Selain itu, gerakan terjemah buku-buku kedokteran mendukung perkembangan ilmu kedokteran di masa Bani Umayah. Khalid bin Zayid bin Mu'awiyah adalah orang pertama yang menerjemahkan buku tentang astronomi, kedokteran dan kimia. Disamping itu, Khalid bin Yazid merupakan seorang penyair dan orator yang terkenal.
Comments
Post a Comment