Peradaban Emas Dinasti Abbasiyah
A. Kemajuan Administrasi Pemerintahan, Militer dan Kebijakan Politik
1. Administrasi Pemerintahan dan Militer
Agar semua kebijakan pemerintahan berjalan dengan baik dan lancar, kekhalifahan Dinasti Abbasiyah memperbaharui administrasi pemerintahan, sistem politik dan tatanan kemiliteran. Kalifah Al-Mansur, melakukan perbaikan administrasi pemerintahan guna meningkatkan pelayanan publik melalui sistem koordinasi dan kerja sama lintas sektoral, misalnya kerjasama antara Qadhi dengan polisi rahasia, dewan pajak dan kepala jawatan pos. Khalifah Al-Mahdi, membuat dewan korespondensi/kearsipan (dewan at-tawqi) yang menangani surat menyurat dan ketetapan khalifah, dewan pengawas (dewan az-zimani), dewan penyelidik kekuasaan, depertemen kepolisian dan pos, dan pengadilan tingkat tinggi. Khalifah Harun Ar-Rasyid melengkapi dengan melakukan perbaikan pengelolaan Baitul Maal untuk kepentingan masyarakat yang membutuhkan.
Pada masanya juga membentuk departemen pertahanan dan keamanan, disebut diwanul jundi untuk mengatur organisasi militer dan berbagai hal yang berkaitan dengan kemiliteran dan pertahanan keamanan. Organisasi militer terdiri dari pengawal khalifah (haras), pasukan tetap (jund), pasukan sukarela (thawwi’ah), dan pasukan reguler yang terdiri dari pasukan infanteri (harbiyyah), pasukan pemanah (ramiyah), dan pasukan kavaleri (fursan). Semua pasukan ini didominasi oleh orang-orang Persia, bukan bangsa Arab. Ada juga dari para relawan yang direkrut dari orang Badui, para petani, dan orang kota melalui disiplin tinggi dan pelatihan militer. Karenanya pada masa Ar-Rasyid kekuatan militernya sangat dikagumi dan disegani, menjadikan wilayah kekuasaan Dinasti Abbasiyah membentang dari Afrika Utara sampai Hindukush, India. Afrika disebelah barat gurun Libya bersama dengan Sisilia, Mesir, Suriah, palestina, Hijaz dan Yamamah, Yaman dan Arab Selatan, Bahrain dan Oman, Sawat atau Irak. Adapun secara keseluruhan wilayah kekuasaan Bani Abbasiyah masa kekhalifahan Baghdad meliputi Saudi Arabia, Yaman, Oman, Uni Emirat Arab, Quait, Iraq, Iran, Yordania, Palestina, Libanon, Mesir, Libia, Turki, Armenia, Tunisia, Al-Zajair, Maroko, Spanyol, Afganistan, Pakistan dan sekitar daerah laut Kospra. Namun seluruh daerah kekuasaan di atas tidak seluruhnya di bawah kekuasaan Abbasiyah, seperti Andalusia (Spanyol), Afrika Utara, Syam, dan India, dan lainnya. Hal ini dikarenakan dinasti ini menerapkan sistim demokrasi yang merata, bukan dipegang oleh bangsa Arab sendiri. Sehingga setiap daerah memiliki wewenang untuk memimpin daerahnya masing-masing.
2. Sistem Politik
Sebagaimana telah disebutkan pada tema silsilah kekhalifahan Dinasti Bani Abbasiyah, dimana sejarawan membagi kepada 4 (empat) periode, maka sistem pemerintahan Dinasti Abbasiyah pun berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial,dan budaya.
1) Pada Periode I atau periode pengaruh Arab dan Persia I, pada tahun 132-232 H/750-847 (seiring meninggalnya khalifah Al-Wasiq), sebagai berikut:
(1) Khalifah dibantu oleh wazir, gubernur, menteri, dan para panglima memegang penuh kekuasaan.
(2) Kegiatan politik, sosial, ilmu pengetahuan dan kebudayaan berpusat di ibu kota negara, Baghdad.
(3) Ilmu pengetahuan dijadikan sebagai suatu hal yang sangat penting.
(4) Kebebasan berpikir dijunjung tinggi dan diakui sepenuhnya.
(5) Para menteri turunan Persia diberi hak yang penuh dalam menjalankan pemerintahan, sehingga mereka memiliki peranan yang penting dalam membina peradaban Islam
2) Periode II atau periode pegaruh Turki I, yakni tahun 232-334 H/847-945 M dimana Khalifah Al-Mutawakkil memegang kekhalifahan; Periode III atau periode pengaruh Persia II (334-447 H/945-1055 M), yakni kekuasaan dinasti Bani Buwaihi dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; Periode IV atau periode pengaruh Turki II(447-590 H/1055-1194 M), yakni masa kekuasaan daulat Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah sampai datangnya pengaruh lain seperti invasi dari bangsa Tar-Tar dan ekspansi bani Utsmani, sebagai berikut:
(1) Kekuasaan khalifah mulai melemah, bahkan hanya sebatas lambang (formalitas) saja.
(2) Berdirinya daulah Umayyah II di Andalusia yang mengangkat Abdurrahman Al-Nasir.
(3) Afrika Utara terbagi menjadi daulah Idrisiyyah di Maroko, Aghlabiyah di Tunisia, dan Ikhsyidiyah di Mesir.
(4) Kota Baghdad tidak lagi menjadi pusat peradaban dan kota internasional
(5) Ilmu pengetahuan semakin melesit dan berkembang seiring dengan keadaan politik dan militer merosot.
(6) Golongan Syiah Ismailiyah mendirikan daulah Fatimiyyah dan mengangkat Ubaidillah al-Mahdi.
B. Kemajuan Ekonomi, Sosial dan Budaya
1. Sistem Sosial
George Zaydan dalam bukunya Tamaddun al-Islam menggambarkan pada masa Bani Abbasiyah, masyarakat terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelas khusus dan kelas umum.
(a) Kelas khusus terdiri dari:
1. Khalifah
2. Keluarga Khalifah, Bani Hasyim
3. Para pejabat negara
4. Para bangsawan yang bukan Bani Hasyim, yaitu Bani Quraisy
5. Para petugas khusus seperti anggota tentara dan para pegawai istana
(b) Kelas Umum
1. Para seniman
2. Para ulama, fuqaha dan pujangga
3. Para saudagar dan pengusaha
4. Para tukang dan petani
Namun demikian, untuk menciptakan keadilan sosial kekhalifahan Dinasti Abbasiyah membuat kebijakan membentuk Badan Negara yang anggotanya terdiri dari wakil semua golongan. Tugasnya untuk melayani masyarakat dari berbagai golongan. Tidak ada perbedaan suku, kelas sosial dan agama. Di dalamnya para wakil golongan bebas berpendapat di depan khalifah.
Dalam lindungan kebijakan ini pula, masyarakat non muslim dilindungi dan diberikan hak-haknya sebagai warga negara. Mereka bebas melaksanakan berbagai aktivitas keagamaannya. Bahkan beberapa orang non muslim pernah menduduki jabatan penting di pemerintahan, seperti Gabriel bin Bakhtishu.
b. Sistem Ekonomi
Perekonomian Abbasiyah digerakkan oleh perdagangan dan pertanian. Di berbagai wilayah kekuasaan Abbasiyah terdapat kegiatan-kegiatan industri diantaranya, Industri kain linen di Mesir, sutra di Syiria dan irak, kertas di Samarkand, serta berbagai produk pertanian seperti gandum dari Mesir dan Kurma dari Irak Hasil-hasil industri dan pertanian ini diperdagangkan ke berbagai wilayah kekuasaan Abbasiyah dan Negara lain. Secara bersamaan dengan kemajuan Daulah Abbasiyah, Dinasti Tang di Cina juga mengalami masa puncak kejayaan sehingga hubungan perdagangan antara keduanya menambah semaraknya kegiatan perdagangan dunia. Hubungan dagang dengan dunia luar jazirah Arab telah membuktikan bahwa masa Abbasiah hubungan diplomatik dalam bidang ekonomi perdagangan sudah dibangun sebelum orang Arab terjun ke dunia perdagangan. Selain itu, perdagangan barang tambang juga semarak. Emas yang ditambang dari Nubia dan Sudan Barat semakin melambungkan perekonomian Abbasiyah.
Untuk mendukung kegiatan perdagangan berbagai sarana pendukung didirikan seperti: membangun sumur dan tempat-tempat istirahat di jalan-jalan yang dilewati kafilah dagang, membangun armada-armada dagang, membangun armada pertahanan laut untuk melindungi parta-partai negara dari serangan bajak laut, dan lain-lain. Usaha-usaha tersebut sangat besar pengaruhnya dalam meningkatkan perdagangan dalam dan luar negeri, karena para kafilah-kafilah dagang dapat leluasa melintasi segala negeri, bahkan kapal-kapal dagang Abbasiyah dikenal mampu mengarungi tujuh lautan.
Dalam bidang pengembangan perdagangan Khalifah membela dan menghormati kaum petani, bahkan meringankan pajak hasil bumi dan ada beberapa yang dihapuskan sama sekali. Pertanian berkembang pesat karena pemerintahannya berada pada pemerintahan yang subur di tepi sungai Sawad. Tanaman asli terdiri dari gandum, padi, kurma, wijen kapas dan rami. Sayuran segar sepert, kacang, jeruk,terong, tebu dan anek ragam bunga.
Dinasti Abbasiyah juga sudah mengenal mata uang dinar. Khalifah Abbasiyah yang pertama menerbitkan dinar adalah Abu Al-Abbas Abdullah bin Muhammad, pada 749 M. Ia mengganti corak koin, kalimat Muhammad Rasulullah dipakai mengganti Allah Ahad, Allah Al-Samad, lam Yalid wa lam yulad, pada sisi belakang koin. Selama masa Abbasiyah dinar emas juga diterbitkan di Mesir dan Damaskus dengan menggunakan kata-kata yang sama dengan gambar dan cetakan yang ditulis dalam dinar Bani Umayyah, kecuali tanggal penerbitan. Selama masa Abu Jafar Al-Mansur, koin baru diterbitkan di Teheran dan Provinsi-provinsi lain (145 H). Pada koin-koin tersebut terlihat nama dan gelar putra Mahkota (diperintahkan oleh Al-Mahdi Muhammad bin Amir Al-Mukminin).
c. Sistem Budaya
Di masa Bani Abbassiyah terjadinya asimilasi Arab dengan non Arab dan perluasan wilayah telah melahirkan kemajemukan warga negara. Warga negara terdiri dari berbagai suku bangsa, dan agama. Apa yang terjadi dalam unsur bangsa, terjadi pula dalam unsur kebudayaan. Dalam perkembangan kebudayaan, berkembang corak kebudayaan, yang berasal dari beberapa bangsa. Ada empat unsur kebudayaan yang mempengaruhi bangunan kebudayaan pada masa Abbasiyah, yaitu:
1. Kebudayaan Persia; pengaruh kebudayaan Persia terjadi diantaranya karena 2 faktor :
a.Pembentukan lembaga wizarah
b.Pemindahan ibukota
2. Kebudayaan India; pengaruh India dalam membentuk kebudayaan Islam terjadi dengan dua cara:
a.Secara langsung, kaum muslimin berhubungan dengan orang-orang India
diantaranya melalui perdagangan.
b.Secara tidak langsung, kebudayaan India masuk ke dalam kebudayaan Islam lewat kebudayaan Persia.
3. Kebudayaan Yunani; pusat-pusat kebudayaan Yunani setelah berada di tangan kaum muslimin dilakukan perubahan dan pengembangan diantaranya:
a. Jundaisabur, sekolah tinggi kedokteran berbahasa Yunani.
b. Harran, pusat pertemuan berbagai peradaban
c. Iskandariyyah, Ibukota Mesir waktu menjadi jajahan Yunani,
4. Kebudayaan Arab; pengaruh kebudayaan Arab masuk melalui penggunaan Bahasa Arab sebagai bahasa resmi dan bahasa agama.
C. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
C. Kemajuan Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Kebijakan pemerintah yang mendukung aktivitas intelektual dan riset melahirkan kemajuan dalam berbagai bidang pengetahuan, sebagai berikut:
1. Filsafat
Filsafat diartikan sebagai pengetahuan dengan akal budi tentang segala yang ada, hakekat yang ada, sebab yang ada, asal yang ada, hukum yang ada dan segala sesuatu dibahas secara mendalam dan mendasar. Pada masa Dinasti Abbasiyah Ilmu filsafat banyak diterjemahkan, tidak hanya dari kebudayaaYunani, termasuk Romawi, Persia, India, Syiria. Proses ini biasanya disebut dengan istilah Hellenisasi. Buku-buku yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab antara lain Categories, Pyssices dan Makna Maralia karya Aristoteles, Republik, Laws, da Timaeus karya Plato, dan lain-lain. Penerjemahan yang dilakukan dengan mengadakan perubahan serta perbaikan sesuai ajaran Islam, sehingga munculah yang dinamakan ilmu filsafat Islam. Ilmu filsafat Islam adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat yang ada, sebab asal dan hukumnya atau ketentuan-ketentuannya berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis. Munculah tokoh-tokoh terkenal dalam bidang filsafat Islam diantaranya:
a. Al-Farabi
Nama lengkapnya Muhammad bin Turkhan Abi Nasir Al-Farabi, lahir pada tahun 870 di Farab, sebuah kota di Turki Tengah (kini tidak ada lagi). Sejak kecil, rajin belajar dan memiliki otak yang cerdas. Ia belajar agama, bahasa Arab, bahasa Turki, dan bahasa Parsi. Setelah besar al-Farabi pindah ke Baghdad dan tinggal selama 20 tahun. Di Baghdad ia memperdalam filsafat, logika, matematika, etika, ilmu politik, musik, dan lain-lain. Dari Baghdad Al-Farabi pindah ke Harran (Iran) dan mempelajari filsafat Yunani kepada beberapa guru diantaranya Yuhana bin Hailan. Dari Harran kemudian pindah lagi ke Baghdad. Selama di Baghdad waktunya dihabiskan untuk mengajar dan menulis.
Hasil karyanya meliputi ilmu logika, fisika, ilmu jiwa, metafisika, kimia, ilmu politik, musik, dan lain-lain. Banyak dari karya–karyanya yang ditulis dalam bahasa Arab telah hilang. Diperkirakan hanya sekitar 30 buah yang masih ada, diantaranya:
1. Agrad al Kitab ma Ba’da Tabi’ah (Intisari Buku Metafisika)
2. Al–Jam’u Baina Ra’yai al–Hakimaini (Mempertemukan dua pendapat Filusuf : Plato dan Aristoteles).
3. ‘Uyun al Masa’il (Pokok–pokok persoalan)
4. Ara’u Ahl al–Madinah (Pikiran–pikiran Penduduk Kota)
5. Ihsa’ al– ‘Ulum (Statistik Ilmu)
Al-Farabi terkenal dengan filsafat kenabian dan filsafat politik kenegaraannya. Dalam hal filsafat kenabian, Al-Farabi disebut sebagai filosof pertama yang membahas soal kenabian. Al-Farabi berkesimpulan bahwa para nabi/rasul maupun para filosof sama–sama dapat berkomunikasi dengan akal Fa’al, yakni akal ke sepuluh (malaikat). Perbedaannya, komunikasi nabi/rasul dengan akal kesepuluh terjadi melalui perantaraan imajinasi (al-mutakhayyilah) yang sangat kuat, sedangkan para filosof berkomunikasi dengan akal kesepuluh melalui akal Mustafad, yaitu akal yang mempunyai kesanggupan dalam menangkap inspirasi dari akal kesepuluh yang ada di luar diri manusia.
Filsafat politiknya yang terkenal tentang kenegaraan yang dibedakannya menjadi lima macam:
1. Negara Utama (al-madinah al-fadilah), yaitu negara yang penduduknya berada dalam kebahagiaan. Menurutnya negara terbaik adalah negara yang dipimpin oleh rasul dan kemudian oleh para filosuof;
2. Negara orang–orang bodoh (al-madinah al-jahilah), yaitu negara yang penduduknya tidak mengenal kebahagiaan;
3. Negara orang–orang fasik (al-madinah al-fasiqah), yakni negara yang penduduknya mengenal kebahagiaan, Tuhan dan akal Fa’alal-madinah al-fadilah), tetapi tingkah laku mereka sama dengan penduduk negeri yang bodoh.
4. Negara yang berubah–ubah (al-madinah a-lmutabaddilah), ialah negara yang penduduknya semula mempunyai pikiran dan pendapat seperti yang dimiliki negara utama, tetapi kemudian mengalami kerusakan;
5. Negara sesat (al-madinah ad-dallah), yaitu negara yang penduduknya mempunyai konsepsi pemikiran yang salah tentang Tuhan dan akal Fa’al, tetapi kepala negaranya beranggapan bahwa dirinya mendapat wahyu dan kemudian ia menipu orang banyak dengan ucapan dan perbuatannya.
Para ilmuan Barat memanggilnya dengan nama Alfarabius atau Avennasar dan menjulukinya sebagai pendiri filsafat Arab. Juga menyebut Al-Farabi sebagai guru kedua (The Second Master, Muallim At-Tsani), sedangkan Aristoteles sebagai Guru Pertama (The First Master, al–Mu’allim al–Awwal)). Al-Farabi bekerja di Istana Saif Ad-Daulah Al-Hamdani.
Al-Farabi wafat di Halb (Aleppo) pada tahun 339 H / 950 M.
b. Ibn Rusyd
Ibnu Rusyd dikenal dengan nama Averroes. Nama lengkapnya adalah Abu Al Khalid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Rusd, lahir di Cordova pada tahun 520 H / 1126 H, dibesarkan dalam lingkungan keluarga tedidik. Diantara karya-karyanya yang hingga kini dapat ditemukan adalah Bidayah al–Mujtahid, yang membahas tentang ilmu hukum, dan kitab al–Kulliya, yang membahas tentang ilmu kedokteran. Selain itu, ia melakukan komentar terhadap pemikiran Aristoteles, sehingga ia di dunia Barat dikenal sebagai seorang ’komentator Aristoteles’ yang termasyhur. Di dunia Timur (Islam) Ibnu Rusyd dikenal sebagai filosof yang membela pemikiran para Filosof dari kritikan Al–Ghazali. Karyanya dalam bidang ini terdapat dalam Fashl al–Maqail fi ma Baina al–Hikmah wa al–Syar’iyyah min al Ittishal.
Pikiran dan pendapat (filsafat)Ibn Rusyd berpengaruh di Eropa, yang dikenal dengan Averoisme. Dari karya-karyanya dunia Barat mendapat pencerahan, sehingga karyanya dan karya-kaya para filosof dan ilmuwan muslim lainnya diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani. Dunia Barat mencapai masa kejayaan, dikenal dengan istilah Aufklarung, Renesaince, yang melahirkan zaman industri (revolusi industri). Ibnu Rusyd meninggal pada tahun 595 H /1196 M.
c. Ibnu Bajjah
Nama lengkap Ibnu Bajjah adalah Abu Bakr Muhammad Ibnu Yahya bin As-Sa’igh At-Tujibi As-Sarakusti, tapi lebih populer dengan nama Ibnu Bajjah atau Ibnu Saligh. Di Barat, Ibnu Bajjah dikenal dengan nama Avempace, Avenpace, atau Aben Pace, lahir pada tahun 1802 di Saragosa, Spanyol, sebagai anak dari seorang pandai emas.
Selain sebagai filosof muslim Arab terbesar dari Spanyol, Ibnu Bajjah dikenal sebagai seorang astronom, musisi, dokter, fisika, psikologi, pujangga, ahli logika, matematikus, penyair dan juga juga sebagai musisi. Ia piawai bermain musik terutama gambus. Yang lebih mengesankan lagi, Ibnu Bajjah adalah ilmuwan yang hafal Al-Quran.
Selain menguasai beragam ilmu, Ibnu Bajjah dikenal sebagai politikus ulung. Kehebatannya dalam berpolitik mendapat perhatian dari Abu Bakar Ibrahim, gubernur Saragosa, dan Ia pun diangkat sebagai menteri semasa Abu Bakr Ibrahim berkuasa di Saragossa.
Pandangan filsafat Ibn Majah tentang berbagai hal sangat banyak. Diantaranya dia membahas tentang perbuatan manusia. Menurutnya, perbuatan manusia dibagi dua, yaitu perbuatan hewani dan manusiawi. Perbuatan hewani didasarkan atas dorongan naluri untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan keiginan hawa nafsu, sedangkan perbuatan manusiawi yaitu perbuatan yang didasarkan pada rasio dan kemauan yang bersih lagi luhur.
Adapun yang berkaitan dengan filsafat politik Ibnu Bajjah, membahas tentang konsep negara. Ia membagi Negara menjadi Negara utama (al-madinat al- fadilat) atau Negara sempurna dan Negara yang tidak sempurna. Pendapat Ibnu Bajjah ini sejalan dengan Al-Farabi, perbedaannya hanya terletak pada penekanannya, Al-Farabi titik tekannya pada kepala Negara, sedangkan Ibnu Bajjah titik tekannya pada warga Negara (masyarakat).
Beberapa karya penting dalam bidang Filsafat, ialah:
a. Kitab takbir al-mutawahhid, ini adalah kitab yang paling popular dan penting dari seluruh karya tulisnya. Kitab ini berisikan akhlak dan politik serta usaha-usaha individu menjauhkan diri dari segala macam keburukan-keburukan dalam masyarakat negara, yang disebut sebagai insan muwahhid (manusia penyendiri)
b. Risalat al-wada’, risalah ini membahas penggerak pertama (Tuhan), manusia, alam, dan kedokteran.
c. Risalat al-ittishal, risalah ini menguraikan tentang hubungan manusia dengan akal fa’al.
d. kitab al-nafs, kitab ini menjelaskan tentang jiwa.
Ibnu Bajjah meninggal dunia pada tahun 55 H/ 1138 M.
d. Ibnu Thufail
Nama lengkapnya Abu Bakar Muhammad Abd Al-Malik Ibn Muhammad Ibn
Thufail Al-Qoisyi, lahir di Cadix, provinsi Granada Spanyol pada tahun 506 H/1110 M. Ia termasuk dalam keluarga suku Arab terkemuka, Qais. Di Barat terkenal dengan sebutan Abu Bacer. Selain terkenal sebagai filosof muslim, juga seorang dokter, ahli matematika dan kesusastraan (penyair) dari dinasti Al-Muwahhid Spanyol. Ia memulai kariernya sebagai dokter praktik di Granada.
Lewat ketenarannya sebagai dokter ia diangkat menjadi sekretaris Gubernur di Provinsi itu. Kemudian, menjadi sekretaris pribadi Gubernur Cueta(Sabtah) dan Tonjah di Magribi, dan akhirnya sebagai dokter pribadi Abu Yusuf Ya’qub Al-Manshur, Khalifah Daulat Muwahhidin (1163-1184 M), sekaligus menjadi qadhi.
Dalam bidang filsafat, Ibn Thufail dengan gigih menselaraskan sains Yunani dengan hikmah Timur, atau antara filsafat dengan agama. Wujud konkrit perpaduan ini tergambar dalam karyanya yang terkenal Hayy Ibn Yaqzhan fi asrar al-Hikmah al-Masyriqiyyah (Hidup Anak yang sadar, rahasia-rahasia hikmah dari Timur) sebuah roman filsafat yang sarat makna dan kritis, menggambarakan orang yang mempunyai akal fikiran sebagai fitroh bagi setiap manusia akan menemukan kebenaran (Tuhan).
Buku Hayy Ibn Yaqzhan menurut beberapa ahli sebenarnya merupakan inti dari semua pemikiran Ibn Tufail. Dalam mukadimahnya Ibn Thufail menjelaskan tujuan penulisan buku itu untuk menyaksikan kebenaran (al-haqq) menurut cara yang ditempuh oleh para Ahl al-zauq dan Musyahadah yang telah mencapai tingkat kewalian.
Selain itu, ada dua buku tentang kedokteran yang ditulis oleh dua orang muridnya yang dipersembahkan kepada Ibn Thufail, yaitu karya Al-Bithruji berjudul Kitab al-Hai’ah, dan karya Ibn Rusyd berjudul fi al-Buqa’ al-Maskunah wa al-Ghair al-Maskunah.
Ibnu Thufail meninggal di kota Marraqesh, Maroko pada 581 H /1185 M.
2. Kedokteran
llmu kedokteran mendapatkan perhatian paling besar dan kedudukan terhormat. Mulai berkembang pada akhir masa Abbasiyah I, yaitu masa Khalifah Al-Watsiq, sedangkan puncaknya terjadi pada masa Abbasiyah II, III, dan IV. Buku-buku karya Ar-Razi banyak dijumpai di museum-museum Eropa dan banyak digunakan sebagai buku rujukan untuk dunia kedokteran. Semua khalifah memiliki dokter pribadi. Khalifah Al-Mansur memindahkan pusat kedokteran dari Jundisapur ke Baghdad. Pada masa khalifah Harun Ar-Rasyid, tercatat sebanyak 800 orang dokter, mencerminkan kemajuan pengetahuan dalam bidang kedokteran. Rumah sakit-rumah sakit didirikan sekaligus dijadikan sebagai pusat kegiatan praktek ilmu kedokteran, sementara teorinya diajarkan di masjid dan madrasah. Pada masa itu telah didirikan apotik yang pertama di dunia yaitu tempat menjual obat.
Beberapa ilmuwan di bidang kedokteran yang terkenal diantaranya:
1. Ali bin Rabban At-Tabbari adalah orang pertama yang mengarang buku kedokteran yiatu Firdaus al-Hikmah (850 M).
2. Ar-Razi atau Razes (809-873 M), menulis buku terkenal mengenai cacar dan campak yang diterjemahkan dalam bahasa latin.
3. Ibnu Sina, menemukan sistem peredaran darah pada manusia dan menjadi sangat termasyhur karena bukunya Qanun fi al-Thibb, diterjemahkan di Eropa pada pertengahan kedua bad 15 M dan dijadikan pegangan dalam bidang kedokteran hingga sekarang. Dia dijuluki Ibnu “Raja Obat” serta dianggap sebagai perintis tentang penyakit syaraf dan berbagai macam penyakit.
4. Hunain bin Ishaq Al Abadi (810-878 M), dokter dari ahlu Dzimmah, penganut agama Kristen dari mazhab Nastarian, Ahli mata, Dia mengabdikan keahliannya pada masa Al-Makmun, Al-Mu’tashim, Al-Watsiq, dan Al-Mutawakil. Dia adalah satu-satunya dokter yang berhasil menyembuhkan Al-Mutawakkil setelah para dokter istana yang lain gagal mengobatinya.
3. Matematika
Terjemahan buku-buku dari Yunani, Romawi dan India ke dalam bahasa Arab, menghasilkan berbagai karya termasuk dalam bidang matematika. Selanjutnya ilmu matematika/ilmu hisab berkembang karena kebutuhan dasar pemerintah untuk menemukan waktu yang tepat dalam setiap pembangunan. Setiap sudut harus terukur secara tepat supaya tidak terjadi kesalahan hitung dalam pembangunan gedung-gedung.
Di antara ahli matematika muslim yang terkenal adalah Al-Khawarizmi, pengarang kitab Al-Jabar wal Muqabalah (ilmu hitung), dan penemu angka nol. Kemudian Abu Al-Wafa Muhammad bin Muhammad bin Ismail bin Al-Abbas (940-998) terkenal sebagai ahli matematika. .Tokoh-tokoh lain yang juga dikenal ahli matematika dan memberikan sumbangan signifikan bagi pengembangan matematika adalah:
1. Al-Biruni meliputi aritmatika teoritis dan praktis, penjumlahan seri, analisis kombinatorial, kaidah angka 3, bilangan irasional, teori perbandingan, definisi aljabar, metode pemecahan penjumlahan aljabar, geometri. teorema Archimedes, sudut segitiga.
2. Umar Khayyam (1048 – 1131 M) mengarang buku tentang aljabar, yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis oleh F. Woepeke (1857), yaitu Reatise on Algabera.
4. Astronomi
Ilmu astronomi, dalam Islam disebut ilmu falak, yaitu ilmu yang mempelajari benda-benda langit, seperti matahari, bulan bintang dan planet-planet lain. Ilmu ini ditemukan sekitar 3000 tahun SM di Babylonia. Dalam perkembangan ilmu astronomi, muncullah sistem penanggalan. Dalam dunia Islam lmu astronomi sangat penting karena sangat mendukung penentuan waktu ibadah, terutama waktu salat, penentuan arah kiblat dan penanggalan Qamariyah. Khalifah Al-Mansur ketika menentukan letak ibukota yang ingin dibangunnya, menggunakan bantuan ilmu astronom. Beliau banyak dibantu oleh ahli astronomi dari India.
Ilmuwan muslim mendirikan observatorium dilengkapi dengan peralatan yang maju, untuk melakukan kajian pengembangkan ilmu tersebut. Habasyi Al-Hasib Al-Marwazi melakukan observasi sejak usia 15 tahun. Ia memimpin penyusunan 3 tabel Zij Al-Makmun (Tabel Al-Makmun) pada masa pemerintahan khalifah Al-Makmun. Tabel pertama mengkritik metode Al-Khawarizmi, kedua menulis tentang Al-Ziz Al-Mumtahan, ketiga Al-Zij As-Syah.
Tokoh astronomi muslim pertama adalah Muhammad Al-Fazani, dikenal sebagai pembuat astrolob atau alat mempelajari ilmu perbintangan pertama di kalangan muslim. Tokoh-tokoh lainnya antara lai:
1. Nasiruddin Al-Thusi (pendiri Observatorium di Maragha, Asia kecil)
2. Ali bin Isa Al-Usturlabi, tokoh pertama penulis risalah astrolobe.
3. Muhammad bin Musa Al-Khawarizmi tokoh ilmu falak, yang juga ahli dalam bidang matematika.
4. Al- Fargani (Al-Faragnus), menulis ringkasan ilmu astronomi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan Johannes Hispalensis.
5. Al-Battani (Albatenius), bapak Ilmu Astronomi, menemukan bahwa garis bujur terjauh matahari mengalami peningkatan sebesar 16,47 derajat sejak perhitungan yang dilakukan oleh Ptolemy. Ini membuahkan penemuan yang penting mengenai gerak lengkung matahari. Al-Battani juga menentukan secara akurat kemiringan ekliptik, panjangnya musim, dan orbit matahari, Iapun berhasil menemukan orbit bulan dan planet dan menetapkan teori baru untuk menentukan sebuah kondisi kemungkinan terlihatnya bulan baru. Ini terkait dengan pergantian dari satu bulan ke bulan lainnya. Hasil penelitiannya, Kitab al-Zij diterjemahkan oleh Plato dari Tivoli ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12 dengan judul De Scienta Stellerum De Numeris Stellerum et Motibus. Terjemahan tertua itu masih ada di Vatikan. Terjemahan bukunya keluar tahun 1116, sedangkan edisi cetaknya beredar tahun 1537 dan tahun 1645.
6. Al-Biruni menulis karya besar bidang Astronomi, Masudic Canon yang didedikasikan kepada putra Mahmud, yaitu Ma’sud. Al-Biruni juga banyak menulis buku astrologi, yaitu The Elements of Astrology. Pada tahun 1031, dia merampungkan ensiklopedia astronomi yang sangat panjang, Al-Qanun Al-Mas’udi. Al-Biruni berpendapat bahwa galaksi Bima Sakti adalah kumpulan sejumlah bintang. Dia merupakan ilmuwan yang pertama kali membedakan istilah astronomi dengan astrologi.
7. Nasiruddin At-Thusi, 1201 – 1274 M), berhasil membuat table pergerakan planet yang akurat. Kontribusi lainnya yang amat penting bagi perkembangan astronomi adalah kitab Zij-Ilkhani yang ditulis dalam bahasa Persia dan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Kitab itu disusun stelah 12 tahun memimpin observatorium Maragha. Selain itu Nasiruddin juga berhasil menulis kitab terkemuka lainnya yang berjudul At-Tadhkira fi’ilm Al-hay’a (Memoar Astronomi). Nasiruddin mampu memodifikasi model semesta apisiklus Ptolomeus dengan prinsip-prinsip mekanika untuk menjaga keseragaman rotasi benda-benda langit. Nasiruddin meningal dunia pada tahun 672 H / 1274 M di kota Baghdad, yang pada saat itu di bawah pemrintahan Abaqa (Pengganti Hulagu).
5. Sejarah
Pada masa Dinasti Abbasiyah, kajian sejarah masih terfokus pada tokoh atau peristiwa tertentu misalnya, sejarah hidup Nabi Muhammad SAW. Minat terhadap kajian sejarah sangat besar dan mendapat dukungan dari khalifah. Ilmuwan dalam bidang sejarah pada masa Abbasiyah diantaranya adalah Muhammad bin Ishaq bin Yasar, lebih dikenal sebagai Ibnu Ishaq, sejarawan muslim pertama, lahir pada tahun 85H / 704 M dan meninggal pada tahun 151 H / 768 M. Dialah yang pertama kali menulis Sirah al-Nabawiyah lil Ibn Ishaq yang merupakan biografi Rasulullah pertama yang paling komprehensif. Kemudian disunting oleh muridnya Ibn Hisyam (w.230 H/845 M) menjadi Sirah al-Nabawiyah lil Hisyam. Muhammad Ibnu Sa'ad, (w.230 H/845 M) yang menulis karya al-Thabaqat al-Kubra (8 jilid) berkata tentang Ibnu Ishaq, "Ia merupakan yang pertama mengumpulkan sejumlah ekspedisi dari Utusan Allah (Muhammad) dan mencatatnya."
Al-Biruni juga disebut sejarawan masa Abbasiyah, dia telah menulis buku sejarah yang berjudul Chronology.
6. IlmuBumi/geografi
Dalam tradisi Islam, ilmu bumi tidak bisa dipisahkan dengan astronomi. Ahli bumi pertama dalam sejarah ilmuawan muslim adalah Hisyam Al–Kalbi (abad ke 9 M,) dengan studinya tentang kawasan Arab.
Berkembangnya geografi di dunia Islam dimulai ketika Khalifah Al-Makmun (813-833 M) memerintahkan ahli-ahli geografi Muslim untuk mengukur kembali jarak bumi. Sejak saat itu muncul istilah mil untuk mengukur jarak. Usaha tersebut berhasil, sehingga Al-Makmun memerintahkan para geografer Muslim untuk menciptakan peta bumi yang besar. Di bawah koordinasi Al-Khawarizmi bersama 70 geografer lainnya berhasil membuat peta globe pertama pada tahun 830 M.
Al-Khawarizmi juga berhasil menulis kitab geografi berjudul Surah Al-Ard (Morfologi Bumi) sebuah koreksi terhadap karya Ptolemeus. Yang mana kitab tersebut menjadi landasan ilmiah bagi geografi Muslim tradisional. Pada abad yang sama, Al-Kindi juga menulis sebuah buku bertajuk ‘Keterangan tentang Bumi yang Berpenghuni’. Demikian juga Al-Biruni berhasil menemukan radius bumi mencapai 6.339,6 km dimana dunia Barat belum mampu mengukur radius bumi seperti yang dilakukan Al-Biruni.
Di era kejayaan Dinasti Abbasiyah, perkembangan astronomi Islam, penerjemahan naskah-naskah kuno ke dalam bahasa Arab serta meningkatnya ekspansi perdagangan dan kewajiban menunaikan ibadah haji merndukung semakin berkembangnya geografi di dunia Islam. Semakin banyak bermnculan ahli di bidang geografi, di antaranya
1. Al-Ya’qubi (wafat 897 M), menulis buku geografi berjudul ’’Negeri-negeri’’ dengan studi topografisnya.
2. Ibn Khordadbeh (820 M - 912 M), murid Al-Kindi yang mempelajari jalan-jalan di berbagai provinsi secara cermat dan menuangkannya ke dalam buku Al-Masalik wa Al-Mamalik (Jalan dan Kerajaan).
3. Al-Dinawari (828 M-898 M)
4. Hamdani (893 M - 945 M)
5. Ali al-Masudi (896 M - 956 M), mempelajari faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pembentukan batu-batuan di bumi.
6. .Ahmad ibn Fadlan (abad ke-10 M), menulis ensiklopedia dan kisah perjalanan ke daerah Volga dan Kaspia.
7. Ahmad ibn Rustah (abad ke-10 M), menulis ensiklopedia besar mengenai geografi.
8. Al Balkhi, mendirikan sekolah di kota Baghdad yang secara khusus mengkaji dan membuat peta bumi.
9. Al Istakhar II dan Ibnu Hawqal (abad ke-10 M), membuat pemetaan dunia.
10. Al Baghdadi (1162 M)
11. Abdul-Leteef Mawaffaq (1162 M)
12. Abu Ubaid Al- Bakri (abad 11 M) menulis kitab Mu’jam Al-Ista’jam (Eksiklopedi Geografi). berisi nama-nama tempat di Jazirah Arab dan Al-Masalik wa Al-Mamalik (Jalan dan Kerajaan), berisi pemetaan geografis dunia Arab zaman dahulu.
13. Al-Idrisi (1100 M), membuat peta dunia, menulis kitab Nazhah Al- Muslak fi Ikhtira Al-Falak (Tempat Orang yang Rindu Menembus Cakrawala).. Kitab ini. diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, menjadi Geographia Nubiensis.
14. Dan lain-lain.
D. Kemajuan Ilmu-Ilmu Agama
Ilmu agama yang dimaksud disini adalah ilmu-ilmu yang muncul ditengah-tengah suasana hidup keislaman berkaitan dengan agama dan bahasa Al-Qur’an. Ilmu agama telah berkembang sejak masa Dinasti Umayyah. Namun, pada masa Dinasti Abbasiyah mengalami perkembangan dan kemajuan yang luar biasa. Masa ini melahirkan ulama-ulama besar dan karya-karya yang agung dalam berbagai bidang ilmu agama. Diantara ilmu pengetahuan di bidang agama yang berkembang dan sangat maju adalah ilmu-ilmu sebagai berikut:
1. Ilmu Hadits
Hadist merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Hadis yang merupakan tradisi lisan sejak masa Rasulullah, sahabat hingga tabi’in telah mengalami banyak permasalahan. Diantaranya adalah pemisahan antara Hadist dengan qaul sahabat, klasifikasi Hadist, dan pemalsuan Hadist. Untuk mengatasi hal tersebut, para ulama melakukan penelusuran dan pengklasifikasian Hadits-hadist Rasul tersebut. Dalam sejarah perkembangan ilmu Hadist, kodifikasi dan klasifikasi terhadap Hadist sudah dimulai pada masa Dinasti Bani Umayah, di bawah kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz. Selanjutnya pada masa Dinasti Abbasiyah dilakukan kodifikasi Hadist-hadist didasarkan pada metode kritik matan dan kritik sanad. Untuk menentukan keabsahan dan keotentikan suatu Hadist para ulama meneliti dan mengkaji dengan sungguh-sungguh hadist dari segi sanad, rawi, dan matan (sifat dan bentuk hadist. Para ulama Hadist kemudian menghimpun Hadist-hadist rasul ke dalam berbagai kitab, berupa Sahih, Sunan dan Musnad.
Usaha ini diawali oleh Ishak bin Rawaih (guru Imam Bukhari), yang meminta murid-muridnya untuk menulis kitab yang menghimpun hadis-hadis shahih. Imam Bukhari dan Muslim kemudian menulis kitab Sahih Bukhari dan Sahih Muslim. Berikutnya Abu Dawud, Tirmizi, Nasa'i dan Ibnu Majah yang menyusun kitab Sunan. Dari dua kitab Sahih dan empat Sunan, disebut dengan Kutubus-sittah (Enam Kitab Induk Hadis). Adapun kitab musnad disusun oleh Ahmad bin Hanbal, Musa Al-Abasi, Musaddad al-Basri Asad bin Musa dan Nu'aim bin Hamad al-khaza'i.
Di antara kitab-kitab Hadist yang berkembang, kutubusittah merupakan salah satu di antara kitab hadis yang paling populer dan mendapat perhatian luas dari masyarakat. Di antara ulama bahkan mengatakan tidak ada kitab yang paling sahih setelah Al-Qur’an selain kitab Shahih Al-Bukhari. Anggapan ulama bahwa kitab Shahih Imam al-Bukhari ini memiliki akurasi yang tinggi, bukan tanpa alasan. Tetapi, memang dipahami dari metode Imam al-Bukhari sendiri di dalam menyeleksi Hadist-hadist yang dimasukan ke dalam kitab Shahih-nya. Dengan demikian pada masa kejayaan Dinasti Abbasiyah meninggalkan khazanah yang yang tak ternilai harganya yakni, para ahli Hadist yang termashur.
a) Imam Bukhari, karyanya adalah kitab Jami’ Sahih Al-Bukhari.
b) Imam Muslim, kitab karangannya Sahih Muslim.
c) Ibnu Majah, karyanya Sunan Ibnu Majah.
d) Abu Dawud, karyanya Sunan Abu Dawud.
e) Imam Tirmizi, karyanya Sunan At-Tirmizi.
f) Imam Nasa’i, karyanya Sunan An-Nasa’i
2. llmu Tafsir
Pada masa Abbasiyah ilmu tafsir mengalami perkembangan yang sangat pesat dengan dilakukannya penafsiran secara sistematis, mandiri dan komprehensif, terpisah dari hadist. Pada masa ini terdapat dua cara yang ditempuh oleh para mufassir dalam melakukan penafsira ayat-ayat al-Qur’an. Pertama, metode Tafsir bil Ma’tsur, yaitu metode penafsiran oleh sekelompok mufassir dengan cara memberi penafsiran al-Qur’an dengan hadits dan penjelasan para sahabat. Tokoh-tokohnya adalah Al-Subhi (w.127 H), Muqatil Bin Sulaiman (w.150 H), Muhammad Bin Ishaq, dan yang cukup termasyhur adalah At-Tabari. Nama lengkap Abu Ja'far Muhammad At-Tabari. At-Tabari menyusun kitab tafsir berjudul Jami' Al-Bayan fi Tafsir Al-Qur'an (Himpunan Penjelasan dalam Al-Qur'an) yang corak penafsiran adalah tafsir bil ma'tsur (penafsiran dengan menyandarkan pada ayat Al-Qur'an, hadis dan ijtihad sahabat).
Kedua, Tafsir bi Al-Ro’yi, yaitu penafsiran berdasarkan ijtihad. (akal lebih banyak dari pada Hadist). Tokohnya-tokohnya adalah Abu Bakar Al-Asham (w 240 H) dan Abu Muslim Al-Asfahani (w. 322 H). Corak penafsiran bil Ar-Ra’yi ini kemudian melahirkan kelompok-kelompok yang tidak terikat oleh Hadist maupun perkataan sahabat, dan mendapatkan perkembangan ilmu baru yang disebut Ilmu Kalam.
Menurut A. Hasymy, lahirnya ilmu kalam karena dua faktor yaitu:
1. Untuk membela Islam dengan bersenjatakan filsafat
2. Karena semua masalah termasuk masalah agama, telah berkisar dari pola rasa kepada pola akal dan ilmu.
3. Ilmu Fikih
Dalam sejarah perkembangan Ilmu fikih, pada masa Dinasti Abbasiyah mengalami perkembangan gemilang. Dipandang sebagai periode kesempurnaan, yakni periode munculnya imam-imam mujtahid besar. Pada masa ini juga disebut sebagai periode pembinaan dan pembukuan hukum Islam. Penulisan dan pembukuan hukum Islam dilakukan secara intensif, baik berupa penulisan Hadist-hadist nabi, fatwa-fatwa para sahabat dan tabi’in, tafsir Al-Qur’an, kumpulan pendapat-pendapat imam-imam fiqih, dan penyusunan ilmu ushul fiqh.
Munculah ulama yang dikenal dengan sebutan “Empat Imam Mazhab’’, yang menyusun kitab-kitab fiqih terkenal dan mengembangkan faham/mazhabnya, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hambal.
1. Imam Abu Hanifah, karyanya Fiqhu Akbar, Al-Alim Wal Musta’an, dan Al-Masad.
2. Imam Malik, karyanya Kitab Al-Muwatta’, dan Al-Usul As-Sagir.
3. Imam Syafi’I, karyanya Al-Umm, Al-Ar-Risalah, dan Usul Fiqih.
4. Imam Ahmad Ibnu Hambal, karyanya Al-Musnad, Jami’ As-Sagir, dan Jami’ Al-Kabir.
Fuqaha dibagi menjadi dua golongan yaitu :
1. Ahl al-hadis yaitu golongan yang menyadarkan kepada hadis dalam mengambil hukum (istinbath al-hukum)
2. Ahl-al-Ra’yi adalah golongan yang menggunakan akal di dalam mengambil hokum (istinbath al-hukm). Tokoh dalam bidang ini adalah Imam Abu Hanifah.
Diantara faktor lain yang sangat menentukan pesatnya perkembangan ilmu fiqh khususnya atau ilmu pengetahuan umumnya, pada periode ini adalah sebagai berikut:
1. Adanya perhatian pemerintah (khalifah) yang besar tehadap ilmu fiqh khususnya.
2. Adanya kebebasan berpendapat dan berkembangnya diskusi-diskusi ilmiah diantara para ulama.
3. Telah terkodifikasinya referensi-referensi utama, seperti Al-Qur’an (pada masa khalifah rasyidin), Hadist (pada masa Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz), Tafsir dan Ilmu tafsir pada abad pertama hijriah, yang dirintis Ibnu Abbas (w.68H) dan muridnya Mujahid (w104H) dan kitab-kitab lainnya.
4. Ilmu Tasawuf
Semakin berkembangnya kecenderungan pemikiran yang bersifat filosofis menimbulkan gejolak pemikiran diantara umat Islam, sehingga banyak diantara para pemikir muslim mencoba mencari bentuk gerakan lain, diantaranya gerakan yang kemudian disebut dengan tasawuf. Ilmu tasawuf adalah ilmu syariat yang inti ajarannya menjauhkan diri dari kesenangan dunia dan mendekatkan diri kepada Allah.
Upaya menjauhkan diri dari kesenangan duniawi yang menggoda dan hanya mendekatkan diri kepada Allah dalam tradisi tasawuf dilakukan melalui jalan atau tahapan-tahapan yang disebut maqam.
Tahapan atau maqam yang mesti dilalui oleh para sufi adalah:
1. Zuhud, adalah kehidupan yang telah terbebas dari silaunya duniawi. Tokoh yang masuk kategori ini adalah Sufyan As-Sauri (97-161 H/716-778 M), Abu Hasyim (w. 190 H)
2. Mahabbah, adalah rasa cinta yang sangat mendalam kepada Allah SWT. Tokoh terkenal adalah Rabi’ah A-Adawiyah (w. 185 H/801 M)
3. Ma’rifat, adalah pengalaman ketuhanan. Pada ucapan Zun Nun Al-Misri dan Junaid Al-Baghdadi. Zun Nun Al–Misri lahir di Akhmim pada tahun 155-245 H / 772-860 M.
4. Fana dan baqa, adalah suatu keadaan dimana seorang sufi belum dapat menyatukan dirinya dengan Tuhan sebelum menghancurkan dirinya. Tokoh pertama kali adalah Abu Yazid al-Bustami (w.874 M).
5. Ittihad dan hulul, adalah fase dimana seorang sufi telah merasakan dirinya bersatu dengan Tuhan. Tokohnya adalah Abu Yazid al-Bustami
Tokoh-tokoh sufi terkenal lainnya, yang memberikan sumbangan besar dalam karya tasawuf adalah: Al-Ghazali diantara karyanya dalam ilmu tasawuf adalah Ihya ulum al-din lmu Tasawuf, al Bashut, al Wajiz; Al Qusyairy (wafat 465 H), karyanya: Ar Risalatul Qusyairiyah; Syahabuddin (wafat 632 H), karangannya, Awariful Ma’arif.
E. Kemajuan Seni Kesusateraan dan Arsitektur
Pada masa Bani Umayyah hanya mengenal dunia syair sebagai titik puncak ekspresi seni, dikarenakan Bani Umayyah sangat resisten terhadap pengaruh selain Arab. Berbeda dengan zaman Abbasiyah interaksi peradaban dan budaya dengan bangsa non Arab, dimana heterogintas etnis, suku bangsa, dan bahasa yang ada dilindungi, membawa pada heterogonitas bahasa dan bentuk sastra. Heterogenitas ini membawa pada kekayaan khazanah Islam pada masa Abbasiyah. Bahasa Arab sebagai bahasa resmi negara semakin menyebar, dan mendapatkan penyeimbang dari bahasa-bahasa lainnya, seperti bahasa Persia, Turki, dan India. Kemajemukan bahasa membuka ruang bagi tumbuh suburnya karya-karya kesusastraan. Bermunculanlah para sastrawan yang ahli di bidang seni bahasa ini baik puisi maupun prosa. Wilayah kajian sastra tidak hanya puisi dan prosa tetapi sudah meluas dalam bidang karya tulis lainnya. Sastrawan pada masa ini dianggap sebagai gudangnya ilmu pengetahuan.
Masa golden age Abbasiah pada berbagai bidang membawa kemajuan pesat dalam bidang sastra. Masa Abbasiyah dapat dikatakan sebagai masa keemasan kesusastraan Muslim masa klasik.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadi perkembangan dunia sastra pada masa dinasti Abbasiyah, yakni 1) stabilitas politik, 2) kemajuan sektor ekonomi (kesejahteraan masyarakat), 3) Berkembangnya sistem pendidikan dan meningkatnya semangat pengembangan ilmu pengetahuan, 4) interaksi antar budaya dan peradaban yang semakin meningkat, dan 5) Popularitas para sastrawan, 6) kualitas karya sastra semakin meningkat, dan 7) perkembangan variasi genre sastra, 8) apresiasi masyarakat dan pemerintah yang tinggi terhadap karya sastra.
1. Genre Sastra masa Abbasiyah
a. Perkembangan Prosa
Secara garis besar sastra arab dibagi atas dua bagian yaitu prosa dan syair. Prosa terdiri atas beberapa bagian, yaitu:
1. Kisah (Qisshah), adalah cerita tentang berbagai hal, baik yang bersifat realistis maupun fiktif, disusun menurut urutan penyajian yang logis dan menarik. Kisah meliputi Hikayat, Qissah Qasirah dan Uqushah. Kisah yang berkembang pada masa abbasiyah tidak hanya terbatas pada cerita keagamaan, tetapi sudah berkaitan dengan hal lain yang lebih luas, seperti kisah filsafat.
2. Amsal (peribahasa) dan Kata mutiara (al-hikam) adalah ungkapan singkat yang bertujuan memberikan pengarahan dan bimbingan untuk pembinaan kepribadian dan akhlak. Amsal dan kata mutiara pada masa Abbasiyah dan sesudahnya lebih menggambarkan pada hal yang berhubungan dengan filsafat, sosial, dan politik. Tokoh terkenal pada masa ini adalah Ibnu Al-Muqoffal.
3. Sejarah (tarikh),atau riwayat (sirah). Sejarah atau riwayat mencakup sejarah beberapa negeri dan kisah perjalanan yang dilakukan para tokoh terkenal. Karya sastra yang terkenal dalam bidang ini antara lain: adalah mu’jam al Buldan (ensiklopedi kota dan negara) oleh Yaqut Al-Rumi (1179-1229). Tarikh Al-Hindi (sejarah India) oleh Al- Biruni (w.448 H/ 1048 M). Karya Ilmiah (Abhas ‘Ilmiyyah) mencakup berbagai bidang ilmu, diantaranya yang terkenal berkenaan dengan hal ini adalah kitab al Hawayan (buku tentang hewan).
Pada masa pemerintahan Dinasti Bani Abbasiyah telah terjadi perkembangan yang sangat menarik dalam bidang prosa. Banyak buku sastra novel, riwayat, kumpulan nasihat, dan uraian-uraian sastra yang dikarang atau disalin dari bahasa asing. Muncul sastrawan-sastrawan dengan berbagai karyanya:
1. Abdullah bin Muqaffa (wafat tahun 143 H) buku prosa yang dirintisnya diantaranya Kalilab wa Dimnab, terjemahan dari bahasa Sansekerta, karya seorang filosof India bernama Baidaba, yang kemudian disalinnya dalambahasa Arab.
2. Abdul Hamid Al-Katib, sebagai pelopor seni mengarang surat.
3. Al-Jabidb (wafat 255H), karyanya memiliki nilai sastra tinggi, sehingga menjadi bahasa rujukan dan bahan bacaan bagi para sastrawan kemudian.
4. Ibnu Qutaibab (wafat 276 H). dikenal sebagai ilmuwan dan sastrawan yang sangat cerdas dan memiliki pengetahuan yang sangat luas tentang bahasa kesusastraan.
5. Ibnu Abdi Rabbib (wafat 328 H), seorang penyair yang berbakat memiliki kecendrungan ke sajak drama. Sesuatu yang sangat langka dalam tradisi sastra Arab. Karya terkenalnya adalah Al-Aqdul Farid, semacam ensiklopedia Islam yang memuat banyak Ilmu pengetahuan Islam.
6. Salah satu prosa terkenal dari masa ini ialah ‘Kisah Seribu Satu Malam’.
b. Perkembangan Puisi
Para sastrawan masa Abbasiyah membuat genre sajak/puisi mengombinasikan dengan sesuatu yang bukan berasal dari tradisi Arab. Pada masa ini beberapa cirinya antara lain :
1. Penggunaan kata uslub dan ibarat baru
2. Pengutaran sajak lukisan yang hidup
3. Penyusupan ibarat filsafat
4. Kelahiran kritikus sastra pada zaman ini
Tokoh penyair terkenal pada masa Bani Abbasiah adalah:
1. Abu Nawas (145-198 H) nama aslinya adalah Hasan bin Hani
2. Abu’ At-babiyat (130-211 H)
3. Abu Tamam (wafat 232 H) nama aslinya Habib bin Auwas At-Toba’i
4. Dabal Al-Kbuza’i (wafat 246 H), nama aslinya Da’bal bin Ali Razin dari Kbuza’ab. Penyair besar yang berwatak kritis.
5. Al-Babtury (206-285 H), nama aslinya Abu Ubadab Walid Al-Babtury Al-Qubtbany.
6. Ibnu Rumy (221-283 H). nama aslinya Abu Hasan Ali bin Abbas. Penyair yang berani menciptakan tema-tema baru.
7. Al-Matanabby (303-354 H) nama aslinya Abu Thayib Ahmad bin Husin Al-Kuft penyair istana yang haus hadiah, pemuja yang paling handal.
8. Al-Mu’arry (363-449 H) nama aslinya Abu A’la Al-Mu’arry. Penyair berbakat dan berpengetahuan luas.
c. Perkembangan Seni Musik
Seni musik berkembang pesat di era keemasan Dinasti Abbasiyah. Hal ini tidak lepas dari gencarnya penerjemahan risalah musik dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab. Selain itu, sokongan dan dukungan para penguasa terhadap musisi dan penyair membuat seni musik makin berkembang. Para khalifah dan pembesar istana Bani Abbas memiliki perhatian yang sangat besar terhadap musik.
Apalagi di awal perkembangannya, musik dipandang sebagai cabang dari matematika dan filsafat. Boleh dibilang, peradaban Islam melalui kitab yang ditulis Al-Kindi merupakan yang pertama kali memperkenalkan kata ‘musiqi’. Al-Isfahani (897 M-976 M) dalam Kitab Al-Aghani mencatat beragam pencapaian seni musik di dunia Islam.
Selain itu, pada umumnya orang Arab memiliki bakat musik, sehingga seni suara atau seni musik menjadi suatu keharusan bagi mereka sejak zaman jahiliyah. Diantara para pengarang kitab musik adalah sebagai berikut:
1. Yunus bin Sulaiman (wafat tahun 765 M), pengarang teori musik pertama dalam Islam. Karya musiknya sangat bernilai, sehingga banyak musikus Eropa yang meniru.
2. Kbalib bin Abmad (wafat tahun 791 M). mengarang buku-buku teori musik mengenai not dan irama. Dijadikan sebagai bahan rujukan bagi sekolah-sekolah tinggi musik di seluruh dunia.
3. Ishak bin Ibrahim Al-Mousuly (wafat tahun 850 M), telah berhasil memperbaiki musik jahiliyah dengan sistim baru. Dia mendapat gelar ‘Raja Musik’.
4. Hunain bin Isbak (wafat tahun 873 M). berhasil menerjemahkan buku-buku teori musik karangan Plato dan Aristoteles.
5. Al-Farabi selain sebagai seorang filosof, ia juga dikenal sebagai seniman dan ahli musik. Karyanya banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa dan menjadi bahan rujukan bagi para seniman dan pemusik Eropa.
Masa keemasan Abbasiyah telah menyumbangkan beragam warisan penting bagi masyarakat modern. Peradaban dunia ternyata tak hanya berutang budi karena telah menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan umat Islam di zaman kekhalifahan, tapi juga di bidang musik dan seni rupa. Pencapaian yang tinggi di bidang musik menunjukkan betapa masyarakat muslim telah mencapai peradaban yang sangat tinggi di abad pertengahan.
2. Seni Bangunan dan Arsitektur
Perkembangan arsitektur pada masa Dinasti Bani yang berkuasa lebih dri 500 tahun telah meninggalkan warisan arsitektur Islam yang mengagumkan. Pembeda arsitektur Abbasiyah dan Umayyah adalah pengaruh budaya lokal. Bangunan Umayyah bercorak Arab-Romawi, sedangkan bangunan Abbasiyah bercorak Persia dan Asia Tengah. Pada era itu, perkembangan arsitektur Islam yang begitu besar terlihat pada berikut.
a. Bangunan dan Aristektur Masjid
Masjid merupakan bangunan tempat ibadah umat Islam yang merupakan bentuk menonjol dari Arsitektur Islam. Beberapa mesjid yang didirikan pada masa pemerintahan Bani Abbas:
1. Masjid Samarra, di Baghdad.
Masjid Agung Samarra dibangun oleh Khalifah Al-Mutawakkil pada 647 M. Bangunan masjid ini sangat unik, memiliki menara berbentuk spiral tinggi 52 meter, terbuat dari batu bata bakar.
Apabila datang waktu sholat muadzin menuju ke atas menara dengan menaiki jalan spiral. Hingga kini masjid unik ini masih berdiri dengan kokoh di Samarra dan menjadi masjid terbesar di dunia serta salah satu kebanggaan kebudayaan Islam. .
2. Masjid Ibn Thulun
Didirikan pada tahun 876 M oleh Ahmad bin Thulun, penguasa dinasti Thulun di Mesir. Masjid ini terletak di Sayyeda Zainab, Kairo dan merupakan masjid ketiga terbesar di Mesir sejak penaklukan Mesir oleh Islam.
Masjid ini dihiasi oleh sejumlah ornamen khas Islam, disamping menaranya yang spesifik dengan tangga yang melingkar.
2. Bangunan dan Arsitektur Kota
a. Kota Baghdad
Pada 30 Juli 762 M, Khalifah Al-Mansur menemukan sebuah lokasi di tepian Sungai Tigris yang cocok untuk menjadi ibu kota baru. Khalifah memberi nama kota tersebut Madinat al-Salaam, berarti Kota Perdamaian, sekaligus menjadi nama resmi yang tercetak di koin dinar dan dirham serta dalam penggunaan resmi. Namun penduduknya menyebut nama kota itu Baghdad, nama desa terdekat dari kota tersebut.
Empat tahun sebelum pembangunan Baghdad, tepatnya pada 758 M, Al-Mansur mengumpulkan para insinyur, seniman, dan teknokrat dari seluruh negeri untuk merancang kota perdamaian. Lebih dari 100 ribu pekerja konstruksi terlibat dalam pembangunan kota itu.
Desain kotanya berbentuk lingkaran dengan istana setinggi 39 meter dan Masjid Agung sebagai pusatnya. Ketersediaan air terjamin. Dibangun kanal pengangkut air dari Sungai Tigris yang memenuhi kebutuhan kota.
Baghdad dikelilingi empat tembok besar. Baghdad tumbuh menjadi kota yang makmur dan sejahtera, bergelimang gading, emas, sutra, rempah-rempah, mutiara, serta permata dari Afrika, India, dan timur jauh. Lokasi Baghdad di tepian Sungai Tigris yang berhubungan dengan laut Arab menjadikan Baghdad pusat perdagangan.
Terinspirasi oleh perpustakaan Persia yang memiliki koleksi lengkap, Al-Mansur menginginkan adanya perpustakaan di kota baru itu. Buku-buku ilmu pengetahuan dari umat Hindu, bangsa Persia, dan Yunani kuno dikumpulkan, lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, yang menghabiskan waktu seratus tahun.
b. Kota Samara
Kota Samara pernah menjdi Ibu kota Dinasti Abbasiyah menggantikan kota Baghdad. Pembangunan besar-besaran terjadi pada zaman Khalifah Al-Mu;tasim pada 221 H/836 M. Samarra kemudian menjadi pusat pemerintahan tujuh khalifah Abbasiyah dan kota kebanggaan dengan istana-istana indahnya. Khalifah Al-Mu’tasim mendirikan istana al-Jawsaq dan Khalifah Al-Wasiq, membangun istana al-Haruni. Khalifah Al-Mutawakkil bahkan sempat membangun 24 istana, di antaranya adalah Balkawari, alArus, al-Mukhtar dan al-Wahid. Sementara Al-Mutamid, khalifah terakhir membangun istana al-Masyuq.
Samarra, sekitar 124 km utara Baghdad, adalah salah satu dari empat Kota Suci Islam Irak, dan dianggap sebagai kota kuno terbesar yang diketahui di seluruh Dunia dengan reruntuhan yang megah yang memanjang sekitar 9 km dan 34 km horisontal vertikal di sepanjang timur tepi Tigris.
3. Bangunan dan Arsitektur Istana
Seni bangunan istana khalifah Abbasiyah mempunyai ciri khas dan gaya tersendiri, dalam pintu pilar, lengkung kubah, hiasan lebih bergantung (muqarnas hat). Pemerintah dinasti Abbasiyah adalah kota Baghdad, yang dibangun Al-Mansur (136-158 H/754-775). Tempat lokasi di tepi sungai Eufrat (Furat) dan Dajlah (Tigris). Pembangunan ini diarsiteki oleh Hajjaj bin Artbab dan Amran bin Wadldlah.
Tepat di tengah Kota Baghdad didirikan istana khalifah yang bernama Al-Qasr Az-Zahabi (Istana Emas), melambangkan keagungan dan kemegahan, luasnya sekitar 160.000 Hasta persegi. Dibangun juga masjid raya bernama Masjid Jami' Al-Mansur, di depannya memiliki luas areal sekitar 40.000 hasta persegi. Tak ketinggalan dibangun perumahan penduduk, pasar, dan kantor-kantor pemerintahan.
Sekitar tahun 157 H, Al-Mansur membangun istana baru di luar kota yang diberi nama Istana abadi (Qasbrul Khuldi) khalifah Al-Mansur membagi kota Baghdad menjadi empat daerah, yang masing-masing daerah dikepalai oleh seorang Naib Amir (wakil gubernur) dan tiap-tiap daerah diberi hak mengurusi wilayah sendiri yaitu daerah otonom.
F. Kemajuan Pendidikan dan Perpustakaan
1. Pendidikan
Pada masa Abbasiyah, yang disebut lembaga pendidikan dasar (kuttab) umumnya merupakan bagian terpadu dengan masjid, bahkan memfungsikan masjid sebagai sekolah dasar. Kurang lebih 30.000 masjid yang digunakan sebagai lembaga pendidikan dasar. Selain itu, terdapat kegiatan pendidikan di rumah-rumah pendudukan dan di tempat-tempat lain, seperti maktab, zawiyah dan halaqah. Kurikulum utamanya dipusatkan pada Al-Quran sebagai bacaan utama para siswa, selain belajar membaca dan menulis. Anak-anak perempuan mendapat kesempatan yang sama dengan anak laki-laki untuk mempelajari ajaran-ajaran agama pada tingkatan yang lebih rendah sesuai dengan kemampuannya.
Untuk pendidikan lanjutan, dilakukan di Bait al-Hikmah, sebagai lembaga pendidikan menengah pertama dalam Islam, didirikan oleh Khalifah Al-Makmun (830 M). Kurikulumnya meliputi pelajaran tafsir, Hadis, ushul fiqh, ilmu kalam, ilmu matiq dan kesusasteraan. Bait al-Hikmah, selain berfungsi sebagai pusat penerjemahan, dikenal sebagai pusat kajian akademis, dan perpustakaan umum, serta memiliki sebuah observatorium. Bahkan, pada saat itu observatorium-observatorium bermunculan sebagai pusat pembelajaran astronomi. Adapun untuk pendidikan sejenis perguruan tinggi didirikan Madarasah Nizhamiyah oleh Nizham al-Mulk (1065-1067). Madarasah ini dibangun sebagai pusat studi teologi (mdrasah), khususnya untuk mempelajari ajaran-ajaran Mazhab Syafi’i dan teologi Asy’ariyah. Alquran dan puisi-puisi Arab kuno menjadi sumber utama pengembangan dan penngkajiann ilmu-ilmu humaniora dan sastra (‘ilm al-adab), hal yang sama dilakukan oleh orang Eropa klasik beberapa abad kemudian. Sebagian sejarawan mengatakan bahwa berbagai kegiatan Madarasah Nizhamiyah ini ditiru oleh orang Eropa untuk membangun universitas-universitas Eropa yang pertama.
2. Perpustakaan
Masjid, selain sebagai pusat pendidikan, juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan buku. Buku-buku didapat dari hadiah-hadiah atau hasil pencarian dari berbagai sumber. Karenanya, masjid pada saaat itu memiliki khazanah buku-buku keagamaan yang sangat kaya. Salah seorang donatur buku-buku itu adalah seorang sejarawan terkenal yaitu al-Khatib al-Baghdadi (1002-1017) yang menyerahkan buku-bukunya sebgai wakaf untuk umat Islam.
Perpustakaan-perpustakaan (khizanat al-kutub) lain dibangun oleh kalangan bangsawan atau orang kaya sebagai lembaga-lembaga kajian untuk umum, menyimpan koleksi sejumlah buku logika, filsafat, astronomi dan bidang ilmu lainnya. Salah satu diantaranya yang dibangun oleh penguasa Buwaihi, Abdud Ad-Dawlah, di Syirazi, yang semua buku-bukunya disusun di atas lemari-lemari, didaftar dalam katalog, dan diatur dengan baik oleh staf administrator yang berjaga secara bergiliran.
Selain perpustakaan, gambaran tentang kemajuan budaya baca pada masa Abbasiyah bisa dilihat dari banyaknya toko buku. Toko-toko ini berpengaruh besar bagi pengembangan dunia pendidikan, Al-Ya’qubi meriwayatkan bahwa pada masanya (sekitar 819 M) ibukota negara diramaikan oleh lebih dara seratus toko buku yang berderet di satu ruas jalan yang sama.
Hinga awal abad ke-3 Hijriah, bahan yang umum digunaka untuk menulis adalah kain perca dan papirus. Baru kemudian setelah, kertas Cina mulai masuk ke Irak. industri kertas tumbuh menjamur. Industri itu pertama kali muncul di Samarkand, yang diperkenalkan oleh beberapa tawanan Cina pada 751.
1. Administrasi Pemerintahan dan Militer
Agar semua kebijakan pemerintahan berjalan dengan baik dan lancar, kekhalifahan Dinasti Abbasiyah memperbaharui administrasi pemerintahan, sistem politik dan tatanan kemiliteran. Kalifah Al-Mansur, melakukan perbaikan administrasi pemerintahan guna meningkatkan pelayanan publik melalui sistem koordinasi dan kerja sama lintas sektoral, misalnya kerjasama antara Qadhi dengan polisi rahasia, dewan pajak dan kepala jawatan pos. Khalifah Al-Mahdi, membuat dewan korespondensi/kearsipan (dewan at-tawqi) yang menangani surat menyurat dan ketetapan khalifah, dewan pengawas (dewan az-zimani), dewan penyelidik kekuasaan, depertemen kepolisian dan pos, dan pengadilan tingkat tinggi. Khalifah Harun Ar-Rasyid melengkapi dengan melakukan perbaikan pengelolaan Baitul Maal untuk kepentingan masyarakat yang membutuhkan.
Pada masanya juga membentuk departemen pertahanan dan keamanan, disebut diwanul jundi untuk mengatur organisasi militer dan berbagai hal yang berkaitan dengan kemiliteran dan pertahanan keamanan. Organisasi militer terdiri dari pengawal khalifah (haras), pasukan tetap (jund), pasukan sukarela (thawwi’ah), dan pasukan reguler yang terdiri dari pasukan infanteri (harbiyyah), pasukan pemanah (ramiyah), dan pasukan kavaleri (fursan). Semua pasukan ini didominasi oleh orang-orang Persia, bukan bangsa Arab. Ada juga dari para relawan yang direkrut dari orang Badui, para petani, dan orang kota melalui disiplin tinggi dan pelatihan militer. Karenanya pada masa Ar-Rasyid kekuatan militernya sangat dikagumi dan disegani, menjadikan wilayah kekuasaan Dinasti Abbasiyah membentang dari Afrika Utara sampai Hindukush, India. Afrika disebelah barat gurun Libya bersama dengan Sisilia, Mesir, Suriah, palestina, Hijaz dan Yamamah, Yaman dan Arab Selatan, Bahrain dan Oman, Sawat atau Irak. Adapun secara keseluruhan wilayah kekuasaan Bani Abbasiyah masa kekhalifahan Baghdad meliputi Saudi Arabia, Yaman, Oman, Uni Emirat Arab, Quait, Iraq, Iran, Yordania, Palestina, Libanon, Mesir, Libia, Turki, Armenia, Tunisia, Al-Zajair, Maroko, Spanyol, Afganistan, Pakistan dan sekitar daerah laut Kospra. Namun seluruh daerah kekuasaan di atas tidak seluruhnya di bawah kekuasaan Abbasiyah, seperti Andalusia (Spanyol), Afrika Utara, Syam, dan India, dan lainnya. Hal ini dikarenakan dinasti ini menerapkan sistim demokrasi yang merata, bukan dipegang oleh bangsa Arab sendiri. Sehingga setiap daerah memiliki wewenang untuk memimpin daerahnya masing-masing.
2. Sistem Politik
Sebagaimana telah disebutkan pada tema silsilah kekhalifahan Dinasti Bani Abbasiyah, dimana sejarawan membagi kepada 4 (empat) periode, maka sistem pemerintahan Dinasti Abbasiyah pun berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial,dan budaya.
1) Pada Periode I atau periode pengaruh Arab dan Persia I, pada tahun 132-232 H/750-847 (seiring meninggalnya khalifah Al-Wasiq), sebagai berikut:
(1) Khalifah dibantu oleh wazir, gubernur, menteri, dan para panglima memegang penuh kekuasaan.
(2) Kegiatan politik, sosial, ilmu pengetahuan dan kebudayaan berpusat di ibu kota negara, Baghdad.
(3) Ilmu pengetahuan dijadikan sebagai suatu hal yang sangat penting.
(4) Kebebasan berpikir dijunjung tinggi dan diakui sepenuhnya.
(5) Para menteri turunan Persia diberi hak yang penuh dalam menjalankan pemerintahan, sehingga mereka memiliki peranan yang penting dalam membina peradaban Islam
2) Periode II atau periode pegaruh Turki I, yakni tahun 232-334 H/847-945 M dimana Khalifah Al-Mutawakkil memegang kekhalifahan; Periode III atau periode pengaruh Persia II (334-447 H/945-1055 M), yakni kekuasaan dinasti Bani Buwaihi dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; Periode IV atau periode pengaruh Turki II(447-590 H/1055-1194 M), yakni masa kekuasaan daulat Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah sampai datangnya pengaruh lain seperti invasi dari bangsa Tar-Tar dan ekspansi bani Utsmani, sebagai berikut:
(1) Kekuasaan khalifah mulai melemah, bahkan hanya sebatas lambang (formalitas) saja.
(2) Berdirinya daulah Umayyah II di Andalusia yang mengangkat Abdurrahman Al-Nasir.
(3) Afrika Utara terbagi menjadi daulah Idrisiyyah di Maroko, Aghlabiyah di Tunisia, dan Ikhsyidiyah di Mesir.
(4) Kota Baghdad tidak lagi menjadi pusat peradaban dan kota internasional
(5) Ilmu pengetahuan semakin melesit dan berkembang seiring dengan keadaan politik dan militer merosot.
(6) Golongan Syiah Ismailiyah mendirikan daulah Fatimiyyah dan mengangkat Ubaidillah al-Mahdi.
B. Kemajuan Ekonomi, Sosial dan Budaya
1. Sistem Sosial
George Zaydan dalam bukunya Tamaddun al-Islam menggambarkan pada masa Bani Abbasiyah, masyarakat terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelas khusus dan kelas umum.
(a) Kelas khusus terdiri dari:
1. Khalifah
2. Keluarga Khalifah, Bani Hasyim
3. Para pejabat negara
4. Para bangsawan yang bukan Bani Hasyim, yaitu Bani Quraisy
5. Para petugas khusus seperti anggota tentara dan para pegawai istana
(b) Kelas Umum
1. Para seniman
2. Para ulama, fuqaha dan pujangga
3. Para saudagar dan pengusaha
4. Para tukang dan petani
Namun demikian, untuk menciptakan keadilan sosial kekhalifahan Dinasti Abbasiyah membuat kebijakan membentuk Badan Negara yang anggotanya terdiri dari wakil semua golongan. Tugasnya untuk melayani masyarakat dari berbagai golongan. Tidak ada perbedaan suku, kelas sosial dan agama. Di dalamnya para wakil golongan bebas berpendapat di depan khalifah.
Dalam lindungan kebijakan ini pula, masyarakat non muslim dilindungi dan diberikan hak-haknya sebagai warga negara. Mereka bebas melaksanakan berbagai aktivitas keagamaannya. Bahkan beberapa orang non muslim pernah menduduki jabatan penting di pemerintahan, seperti Gabriel bin Bakhtishu.
b. Sistem Ekonomi
Perekonomian Abbasiyah digerakkan oleh perdagangan dan pertanian. Di berbagai wilayah kekuasaan Abbasiyah terdapat kegiatan-kegiatan industri diantaranya, Industri kain linen di Mesir, sutra di Syiria dan irak, kertas di Samarkand, serta berbagai produk pertanian seperti gandum dari Mesir dan Kurma dari Irak Hasil-hasil industri dan pertanian ini diperdagangkan ke berbagai wilayah kekuasaan Abbasiyah dan Negara lain. Secara bersamaan dengan kemajuan Daulah Abbasiyah, Dinasti Tang di Cina juga mengalami masa puncak kejayaan sehingga hubungan perdagangan antara keduanya menambah semaraknya kegiatan perdagangan dunia. Hubungan dagang dengan dunia luar jazirah Arab telah membuktikan bahwa masa Abbasiah hubungan diplomatik dalam bidang ekonomi perdagangan sudah dibangun sebelum orang Arab terjun ke dunia perdagangan. Selain itu, perdagangan barang tambang juga semarak. Emas yang ditambang dari Nubia dan Sudan Barat semakin melambungkan perekonomian Abbasiyah.
Untuk mendukung kegiatan perdagangan berbagai sarana pendukung didirikan seperti: membangun sumur dan tempat-tempat istirahat di jalan-jalan yang dilewati kafilah dagang, membangun armada-armada dagang, membangun armada pertahanan laut untuk melindungi parta-partai negara dari serangan bajak laut, dan lain-lain. Usaha-usaha tersebut sangat besar pengaruhnya dalam meningkatkan perdagangan dalam dan luar negeri, karena para kafilah-kafilah dagang dapat leluasa melintasi segala negeri, bahkan kapal-kapal dagang Abbasiyah dikenal mampu mengarungi tujuh lautan.
Dalam bidang pengembangan perdagangan Khalifah membela dan menghormati kaum petani, bahkan meringankan pajak hasil bumi dan ada beberapa yang dihapuskan sama sekali. Pertanian berkembang pesat karena pemerintahannya berada pada pemerintahan yang subur di tepi sungai Sawad. Tanaman asli terdiri dari gandum, padi, kurma, wijen kapas dan rami. Sayuran segar sepert, kacang, jeruk,terong, tebu dan anek ragam bunga.
Dinasti Abbasiyah juga sudah mengenal mata uang dinar. Khalifah Abbasiyah yang pertama menerbitkan dinar adalah Abu Al-Abbas Abdullah bin Muhammad, pada 749 M. Ia mengganti corak koin, kalimat Muhammad Rasulullah dipakai mengganti Allah Ahad, Allah Al-Samad, lam Yalid wa lam yulad, pada sisi belakang koin. Selama masa Abbasiyah dinar emas juga diterbitkan di Mesir dan Damaskus dengan menggunakan kata-kata yang sama dengan gambar dan cetakan yang ditulis dalam dinar Bani Umayyah, kecuali tanggal penerbitan. Selama masa Abu Jafar Al-Mansur, koin baru diterbitkan di Teheran dan Provinsi-provinsi lain (145 H). Pada koin-koin tersebut terlihat nama dan gelar putra Mahkota (diperintahkan oleh Al-Mahdi Muhammad bin Amir Al-Mukminin).
c. Sistem Budaya
Di masa Bani Abbassiyah terjadinya asimilasi Arab dengan non Arab dan perluasan wilayah telah melahirkan kemajemukan warga negara. Warga negara terdiri dari berbagai suku bangsa, dan agama. Apa yang terjadi dalam unsur bangsa, terjadi pula dalam unsur kebudayaan. Dalam perkembangan kebudayaan, berkembang corak kebudayaan, yang berasal dari beberapa bangsa. Ada empat unsur kebudayaan yang mempengaruhi bangunan kebudayaan pada masa Abbasiyah, yaitu:
1. Kebudayaan Persia; pengaruh kebudayaan Persia terjadi diantaranya karena 2 faktor :
a.Pembentukan lembaga wizarah
b.Pemindahan ibukota
2. Kebudayaan India; pengaruh India dalam membentuk kebudayaan Islam terjadi dengan dua cara:
a.Secara langsung, kaum muslimin berhubungan dengan orang-orang India
diantaranya melalui perdagangan.
b.Secara tidak langsung, kebudayaan India masuk ke dalam kebudayaan Islam lewat kebudayaan Persia.
3. Kebudayaan Yunani; pusat-pusat kebudayaan Yunani setelah berada di tangan kaum muslimin dilakukan perubahan dan pengembangan diantaranya:
a. Jundaisabur, sekolah tinggi kedokteran berbahasa Yunani.
b. Harran, pusat pertemuan berbagai peradaban
c. Iskandariyyah, Ibukota Mesir waktu menjadi jajahan Yunani,
4. Kebudayaan Arab; pengaruh kebudayaan Arab masuk melalui penggunaan Bahasa Arab sebagai bahasa resmi dan bahasa agama.
C. Kemajuan Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Kebijakan pemerintah yang mendukung aktivitas intelektual dan riset melahirkan kemajuan dalam berbagai bidang pengetahuan, sebagai berikut:
1. Filsafat
Filsafat diartikan sebagai pengetahuan dengan akal budi tentang segala yang ada, hakekat yang ada, sebab yang ada, asal yang ada, hukum yang ada dan segala sesuatu dibahas secara mendalam dan mendasar. Pada masa Dinasti Abbasiyah Ilmu filsafat banyak diterjemahkan, tidak hanya dari kebudayaaYunani, termasuk Romawi, Persia, India, Syiria. Proses ini biasanya disebut dengan istilah Hellenisasi. Buku-buku yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab antara lain Categories, Pyssices dan Makna Maralia karya Aristoteles, Republik, Laws, da Timaeus karya Plato, dan lain-lain. Penerjemahan yang dilakukan dengan mengadakan perubahan serta perbaikan sesuai ajaran Islam, sehingga munculah yang dinamakan ilmu filsafat Islam. Ilmu filsafat Islam adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat yang ada, sebab asal dan hukumnya atau ketentuan-ketentuannya berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis. Munculah tokoh-tokoh terkenal dalam bidang filsafat Islam diantaranya:
a. Al-Farabi
Nama lengkapnya Muhammad bin Turkhan Abi Nasir Al-Farabi, lahir pada tahun 870 di Farab, sebuah kota di Turki Tengah (kini tidak ada lagi). Sejak kecil, rajin belajar dan memiliki otak yang cerdas. Ia belajar agama, bahasa Arab, bahasa Turki, dan bahasa Parsi. Setelah besar al-Farabi pindah ke Baghdad dan tinggal selama 20 tahun. Di Baghdad ia memperdalam filsafat, logika, matematika, etika, ilmu politik, musik, dan lain-lain. Dari Baghdad Al-Farabi pindah ke Harran (Iran) dan mempelajari filsafat Yunani kepada beberapa guru diantaranya Yuhana bin Hailan. Dari Harran kemudian pindah lagi ke Baghdad. Selama di Baghdad waktunya dihabiskan untuk mengajar dan menulis.
Hasil karyanya meliputi ilmu logika, fisika, ilmu jiwa, metafisika, kimia, ilmu politik, musik, dan lain-lain. Banyak dari karya–karyanya yang ditulis dalam bahasa Arab telah hilang. Diperkirakan hanya sekitar 30 buah yang masih ada, diantaranya:
1. Agrad al Kitab ma Ba’da Tabi’ah (Intisari Buku Metafisika)
2. Al–Jam’u Baina Ra’yai al–Hakimaini (Mempertemukan dua pendapat Filusuf : Plato dan Aristoteles).
3. ‘Uyun al Masa’il (Pokok–pokok persoalan)
4. Ara’u Ahl al–Madinah (Pikiran–pikiran Penduduk Kota)
5. Ihsa’ al– ‘Ulum (Statistik Ilmu)
Al-Farabi terkenal dengan filsafat kenabian dan filsafat politik kenegaraannya. Dalam hal filsafat kenabian, Al-Farabi disebut sebagai filosof pertama yang membahas soal kenabian. Al-Farabi berkesimpulan bahwa para nabi/rasul maupun para filosof sama–sama dapat berkomunikasi dengan akal Fa’al, yakni akal ke sepuluh (malaikat). Perbedaannya, komunikasi nabi/rasul dengan akal kesepuluh terjadi melalui perantaraan imajinasi (al-mutakhayyilah) yang sangat kuat, sedangkan para filosof berkomunikasi dengan akal kesepuluh melalui akal Mustafad, yaitu akal yang mempunyai kesanggupan dalam menangkap inspirasi dari akal kesepuluh yang ada di luar diri manusia.
Filsafat politiknya yang terkenal tentang kenegaraan yang dibedakannya menjadi lima macam:
1. Negara Utama (al-madinah al-fadilah), yaitu negara yang penduduknya berada dalam kebahagiaan. Menurutnya negara terbaik adalah negara yang dipimpin oleh rasul dan kemudian oleh para filosuof;
2. Negara orang–orang bodoh (al-madinah al-jahilah), yaitu negara yang penduduknya tidak mengenal kebahagiaan;
3. Negara orang–orang fasik (al-madinah al-fasiqah), yakni negara yang penduduknya mengenal kebahagiaan, Tuhan dan akal Fa’alal-madinah al-fadilah), tetapi tingkah laku mereka sama dengan penduduk negeri yang bodoh.
4. Negara yang berubah–ubah (al-madinah a-lmutabaddilah), ialah negara yang penduduknya semula mempunyai pikiran dan pendapat seperti yang dimiliki negara utama, tetapi kemudian mengalami kerusakan;
5. Negara sesat (al-madinah ad-dallah), yaitu negara yang penduduknya mempunyai konsepsi pemikiran yang salah tentang Tuhan dan akal Fa’al, tetapi kepala negaranya beranggapan bahwa dirinya mendapat wahyu dan kemudian ia menipu orang banyak dengan ucapan dan perbuatannya.
Para ilmuan Barat memanggilnya dengan nama Alfarabius atau Avennasar dan menjulukinya sebagai pendiri filsafat Arab. Juga menyebut Al-Farabi sebagai guru kedua (The Second Master, Muallim At-Tsani), sedangkan Aristoteles sebagai Guru Pertama (The First Master, al–Mu’allim al–Awwal)). Al-Farabi bekerja di Istana Saif Ad-Daulah Al-Hamdani.
Al-Farabi wafat di Halb (Aleppo) pada tahun 339 H / 950 M.
b. Ibn Rusyd
Ibnu Rusyd dikenal dengan nama Averroes. Nama lengkapnya adalah Abu Al Khalid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Rusd, lahir di Cordova pada tahun 520 H / 1126 H, dibesarkan dalam lingkungan keluarga tedidik. Diantara karya-karyanya yang hingga kini dapat ditemukan adalah Bidayah al–Mujtahid, yang membahas tentang ilmu hukum, dan kitab al–Kulliya, yang membahas tentang ilmu kedokteran. Selain itu, ia melakukan komentar terhadap pemikiran Aristoteles, sehingga ia di dunia Barat dikenal sebagai seorang ’komentator Aristoteles’ yang termasyhur. Di dunia Timur (Islam) Ibnu Rusyd dikenal sebagai filosof yang membela pemikiran para Filosof dari kritikan Al–Ghazali. Karyanya dalam bidang ini terdapat dalam Fashl al–Maqail fi ma Baina al–Hikmah wa al–Syar’iyyah min al Ittishal.
Pikiran dan pendapat (filsafat)Ibn Rusyd berpengaruh di Eropa, yang dikenal dengan Averoisme. Dari karya-karyanya dunia Barat mendapat pencerahan, sehingga karyanya dan karya-kaya para filosof dan ilmuwan muslim lainnya diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani. Dunia Barat mencapai masa kejayaan, dikenal dengan istilah Aufklarung, Renesaince, yang melahirkan zaman industri (revolusi industri). Ibnu Rusyd meninggal pada tahun 595 H /1196 M.
c. Ibnu Bajjah
Nama lengkap Ibnu Bajjah adalah Abu Bakr Muhammad Ibnu Yahya bin As-Sa’igh At-Tujibi As-Sarakusti, tapi lebih populer dengan nama Ibnu Bajjah atau Ibnu Saligh. Di Barat, Ibnu Bajjah dikenal dengan nama Avempace, Avenpace, atau Aben Pace, lahir pada tahun 1802 di Saragosa, Spanyol, sebagai anak dari seorang pandai emas.
Selain sebagai filosof muslim Arab terbesar dari Spanyol, Ibnu Bajjah dikenal sebagai seorang astronom, musisi, dokter, fisika, psikologi, pujangga, ahli logika, matematikus, penyair dan juga juga sebagai musisi. Ia piawai bermain musik terutama gambus. Yang lebih mengesankan lagi, Ibnu Bajjah adalah ilmuwan yang hafal Al-Quran.
Selain menguasai beragam ilmu, Ibnu Bajjah dikenal sebagai politikus ulung. Kehebatannya dalam berpolitik mendapat perhatian dari Abu Bakar Ibrahim, gubernur Saragosa, dan Ia pun diangkat sebagai menteri semasa Abu Bakr Ibrahim berkuasa di Saragossa.
Pandangan filsafat Ibn Majah tentang berbagai hal sangat banyak. Diantaranya dia membahas tentang perbuatan manusia. Menurutnya, perbuatan manusia dibagi dua, yaitu perbuatan hewani dan manusiawi. Perbuatan hewani didasarkan atas dorongan naluri untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan keiginan hawa nafsu, sedangkan perbuatan manusiawi yaitu perbuatan yang didasarkan pada rasio dan kemauan yang bersih lagi luhur.
Adapun yang berkaitan dengan filsafat politik Ibnu Bajjah, membahas tentang konsep negara. Ia membagi Negara menjadi Negara utama (al-madinat al- fadilat) atau Negara sempurna dan Negara yang tidak sempurna. Pendapat Ibnu Bajjah ini sejalan dengan Al-Farabi, perbedaannya hanya terletak pada penekanannya, Al-Farabi titik tekannya pada kepala Negara, sedangkan Ibnu Bajjah titik tekannya pada warga Negara (masyarakat).
Beberapa karya penting dalam bidang Filsafat, ialah:
a. Kitab takbir al-mutawahhid, ini adalah kitab yang paling popular dan penting dari seluruh karya tulisnya. Kitab ini berisikan akhlak dan politik serta usaha-usaha individu menjauhkan diri dari segala macam keburukan-keburukan dalam masyarakat negara, yang disebut sebagai insan muwahhid (manusia penyendiri)
b. Risalat al-wada’, risalah ini membahas penggerak pertama (Tuhan), manusia, alam, dan kedokteran.
c. Risalat al-ittishal, risalah ini menguraikan tentang hubungan manusia dengan akal fa’al.
d. kitab al-nafs, kitab ini menjelaskan tentang jiwa.
Ibnu Bajjah meninggal dunia pada tahun 55 H/ 1138 M.
d. Ibnu Thufail
Nama lengkapnya Abu Bakar Muhammad Abd Al-Malik Ibn Muhammad Ibn
Thufail Al-Qoisyi, lahir di Cadix, provinsi Granada Spanyol pada tahun 506 H/1110 M. Ia termasuk dalam keluarga suku Arab terkemuka, Qais. Di Barat terkenal dengan sebutan Abu Bacer. Selain terkenal sebagai filosof muslim, juga seorang dokter, ahli matematika dan kesusastraan (penyair) dari dinasti Al-Muwahhid Spanyol. Ia memulai kariernya sebagai dokter praktik di Granada.
Lewat ketenarannya sebagai dokter ia diangkat menjadi sekretaris Gubernur di Provinsi itu. Kemudian, menjadi sekretaris pribadi Gubernur Cueta(Sabtah) dan Tonjah di Magribi, dan akhirnya sebagai dokter pribadi Abu Yusuf Ya’qub Al-Manshur, Khalifah Daulat Muwahhidin (1163-1184 M), sekaligus menjadi qadhi.
Dalam bidang filsafat, Ibn Thufail dengan gigih menselaraskan sains Yunani dengan hikmah Timur, atau antara filsafat dengan agama. Wujud konkrit perpaduan ini tergambar dalam karyanya yang terkenal Hayy Ibn Yaqzhan fi asrar al-Hikmah al-Masyriqiyyah (Hidup Anak yang sadar, rahasia-rahasia hikmah dari Timur) sebuah roman filsafat yang sarat makna dan kritis, menggambarakan orang yang mempunyai akal fikiran sebagai fitroh bagi setiap manusia akan menemukan kebenaran (Tuhan).
Buku Hayy Ibn Yaqzhan menurut beberapa ahli sebenarnya merupakan inti dari semua pemikiran Ibn Tufail. Dalam mukadimahnya Ibn Thufail menjelaskan tujuan penulisan buku itu untuk menyaksikan kebenaran (al-haqq) menurut cara yang ditempuh oleh para Ahl al-zauq dan Musyahadah yang telah mencapai tingkat kewalian.
Selain itu, ada dua buku tentang kedokteran yang ditulis oleh dua orang muridnya yang dipersembahkan kepada Ibn Thufail, yaitu karya Al-Bithruji berjudul Kitab al-Hai’ah, dan karya Ibn Rusyd berjudul fi al-Buqa’ al-Maskunah wa al-Ghair al-Maskunah.
Ibnu Thufail meninggal di kota Marraqesh, Maroko pada 581 H /1185 M.
2. Kedokteran
llmu kedokteran mendapatkan perhatian paling besar dan kedudukan terhormat. Mulai berkembang pada akhir masa Abbasiyah I, yaitu masa Khalifah Al-Watsiq, sedangkan puncaknya terjadi pada masa Abbasiyah II, III, dan IV. Buku-buku karya Ar-Razi banyak dijumpai di museum-museum Eropa dan banyak digunakan sebagai buku rujukan untuk dunia kedokteran. Semua khalifah memiliki dokter pribadi. Khalifah Al-Mansur memindahkan pusat kedokteran dari Jundisapur ke Baghdad. Pada masa khalifah Harun Ar-Rasyid, tercatat sebanyak 800 orang dokter, mencerminkan kemajuan pengetahuan dalam bidang kedokteran. Rumah sakit-rumah sakit didirikan sekaligus dijadikan sebagai pusat kegiatan praktek ilmu kedokteran, sementara teorinya diajarkan di masjid dan madrasah. Pada masa itu telah didirikan apotik yang pertama di dunia yaitu tempat menjual obat.
Beberapa ilmuwan di bidang kedokteran yang terkenal diantaranya:
1. Ali bin Rabban At-Tabbari adalah orang pertama yang mengarang buku kedokteran yiatu Firdaus al-Hikmah (850 M).
2. Ar-Razi atau Razes (809-873 M), menulis buku terkenal mengenai cacar dan campak yang diterjemahkan dalam bahasa latin.
3. Ibnu Sina, menemukan sistem peredaran darah pada manusia dan menjadi sangat termasyhur karena bukunya Qanun fi al-Thibb, diterjemahkan di Eropa pada pertengahan kedua bad 15 M dan dijadikan pegangan dalam bidang kedokteran hingga sekarang. Dia dijuluki Ibnu “Raja Obat” serta dianggap sebagai perintis tentang penyakit syaraf dan berbagai macam penyakit.
4. Hunain bin Ishaq Al Abadi (810-878 M), dokter dari ahlu Dzimmah, penganut agama Kristen dari mazhab Nastarian, Ahli mata, Dia mengabdikan keahliannya pada masa Al-Makmun, Al-Mu’tashim, Al-Watsiq, dan Al-Mutawakil. Dia adalah satu-satunya dokter yang berhasil menyembuhkan Al-Mutawakkil setelah para dokter istana yang lain gagal mengobatinya.
3. Matematika
Terjemahan buku-buku dari Yunani, Romawi dan India ke dalam bahasa Arab, menghasilkan berbagai karya termasuk dalam bidang matematika. Selanjutnya ilmu matematika/ilmu hisab berkembang karena kebutuhan dasar pemerintah untuk menemukan waktu yang tepat dalam setiap pembangunan. Setiap sudut harus terukur secara tepat supaya tidak terjadi kesalahan hitung dalam pembangunan gedung-gedung.
Di antara ahli matematika muslim yang terkenal adalah Al-Khawarizmi, pengarang kitab Al-Jabar wal Muqabalah (ilmu hitung), dan penemu angka nol. Kemudian Abu Al-Wafa Muhammad bin Muhammad bin Ismail bin Al-Abbas (940-998) terkenal sebagai ahli matematika. .Tokoh-tokoh lain yang juga dikenal ahli matematika dan memberikan sumbangan signifikan bagi pengembangan matematika adalah:
1. Al-Biruni meliputi aritmatika teoritis dan praktis, penjumlahan seri, analisis kombinatorial, kaidah angka 3, bilangan irasional, teori perbandingan, definisi aljabar, metode pemecahan penjumlahan aljabar, geometri. teorema Archimedes, sudut segitiga.
2. Umar Khayyam (1048 – 1131 M) mengarang buku tentang aljabar, yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis oleh F. Woepeke (1857), yaitu Reatise on Algabera.
4. Astronomi
Ilmu astronomi, dalam Islam disebut ilmu falak, yaitu ilmu yang mempelajari benda-benda langit, seperti matahari, bulan bintang dan planet-planet lain. Ilmu ini ditemukan sekitar 3000 tahun SM di Babylonia. Dalam perkembangan ilmu astronomi, muncullah sistem penanggalan. Dalam dunia Islam lmu astronomi sangat penting karena sangat mendukung penentuan waktu ibadah, terutama waktu salat, penentuan arah kiblat dan penanggalan Qamariyah. Khalifah Al-Mansur ketika menentukan letak ibukota yang ingin dibangunnya, menggunakan bantuan ilmu astronom. Beliau banyak dibantu oleh ahli astronomi dari India.
Ilmuwan muslim mendirikan observatorium dilengkapi dengan peralatan yang maju, untuk melakukan kajian pengembangkan ilmu tersebut. Habasyi Al-Hasib Al-Marwazi melakukan observasi sejak usia 15 tahun. Ia memimpin penyusunan 3 tabel Zij Al-Makmun (Tabel Al-Makmun) pada masa pemerintahan khalifah Al-Makmun. Tabel pertama mengkritik metode Al-Khawarizmi, kedua menulis tentang Al-Ziz Al-Mumtahan, ketiga Al-Zij As-Syah.
Tokoh astronomi muslim pertama adalah Muhammad Al-Fazani, dikenal sebagai pembuat astrolob atau alat mempelajari ilmu perbintangan pertama di kalangan muslim. Tokoh-tokoh lainnya antara lai:
1. Nasiruddin Al-Thusi (pendiri Observatorium di Maragha, Asia kecil)
2. Ali bin Isa Al-Usturlabi, tokoh pertama penulis risalah astrolobe.
3. Muhammad bin Musa Al-Khawarizmi tokoh ilmu falak, yang juga ahli dalam bidang matematika.
4. Al- Fargani (Al-Faragnus), menulis ringkasan ilmu astronomi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan Johannes Hispalensis.
5. Al-Battani (Albatenius), bapak Ilmu Astronomi, menemukan bahwa garis bujur terjauh matahari mengalami peningkatan sebesar 16,47 derajat sejak perhitungan yang dilakukan oleh Ptolemy. Ini membuahkan penemuan yang penting mengenai gerak lengkung matahari. Al-Battani juga menentukan secara akurat kemiringan ekliptik, panjangnya musim, dan orbit matahari, Iapun berhasil menemukan orbit bulan dan planet dan menetapkan teori baru untuk menentukan sebuah kondisi kemungkinan terlihatnya bulan baru. Ini terkait dengan pergantian dari satu bulan ke bulan lainnya. Hasil penelitiannya, Kitab al-Zij diterjemahkan oleh Plato dari Tivoli ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12 dengan judul De Scienta Stellerum De Numeris Stellerum et Motibus. Terjemahan tertua itu masih ada di Vatikan. Terjemahan bukunya keluar tahun 1116, sedangkan edisi cetaknya beredar tahun 1537 dan tahun 1645.
6. Al-Biruni menulis karya besar bidang Astronomi, Masudic Canon yang didedikasikan kepada putra Mahmud, yaitu Ma’sud. Al-Biruni juga banyak menulis buku astrologi, yaitu The Elements of Astrology. Pada tahun 1031, dia merampungkan ensiklopedia astronomi yang sangat panjang, Al-Qanun Al-Mas’udi. Al-Biruni berpendapat bahwa galaksi Bima Sakti adalah kumpulan sejumlah bintang. Dia merupakan ilmuwan yang pertama kali membedakan istilah astronomi dengan astrologi.
7. Nasiruddin At-Thusi, 1201 – 1274 M), berhasil membuat table pergerakan planet yang akurat. Kontribusi lainnya yang amat penting bagi perkembangan astronomi adalah kitab Zij-Ilkhani yang ditulis dalam bahasa Persia dan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Kitab itu disusun stelah 12 tahun memimpin observatorium Maragha. Selain itu Nasiruddin juga berhasil menulis kitab terkemuka lainnya yang berjudul At-Tadhkira fi’ilm Al-hay’a (Memoar Astronomi). Nasiruddin mampu memodifikasi model semesta apisiklus Ptolomeus dengan prinsip-prinsip mekanika untuk menjaga keseragaman rotasi benda-benda langit. Nasiruddin meningal dunia pada tahun 672 H / 1274 M di kota Baghdad, yang pada saat itu di bawah pemrintahan Abaqa (Pengganti Hulagu).
5. Sejarah
Pada masa Dinasti Abbasiyah, kajian sejarah masih terfokus pada tokoh atau peristiwa tertentu misalnya, sejarah hidup Nabi Muhammad SAW. Minat terhadap kajian sejarah sangat besar dan mendapat dukungan dari khalifah. Ilmuwan dalam bidang sejarah pada masa Abbasiyah diantaranya adalah Muhammad bin Ishaq bin Yasar, lebih dikenal sebagai Ibnu Ishaq, sejarawan muslim pertama, lahir pada tahun 85H / 704 M dan meninggal pada tahun 151 H / 768 M. Dialah yang pertama kali menulis Sirah al-Nabawiyah lil Ibn Ishaq yang merupakan biografi Rasulullah pertama yang paling komprehensif. Kemudian disunting oleh muridnya Ibn Hisyam (w.230 H/845 M) menjadi Sirah al-Nabawiyah lil Hisyam. Muhammad Ibnu Sa'ad, (w.230 H/845 M) yang menulis karya al-Thabaqat al-Kubra (8 jilid) berkata tentang Ibnu Ishaq, "Ia merupakan yang pertama mengumpulkan sejumlah ekspedisi dari Utusan Allah (Muhammad) dan mencatatnya."
Al-Biruni juga disebut sejarawan masa Abbasiyah, dia telah menulis buku sejarah yang berjudul Chronology.
6. IlmuBumi/geografi
Dalam tradisi Islam, ilmu bumi tidak bisa dipisahkan dengan astronomi. Ahli bumi pertama dalam sejarah ilmuawan muslim adalah Hisyam Al–Kalbi (abad ke 9 M,) dengan studinya tentang kawasan Arab.
Berkembangnya geografi di dunia Islam dimulai ketika Khalifah Al-Makmun (813-833 M) memerintahkan ahli-ahli geografi Muslim untuk mengukur kembali jarak bumi. Sejak saat itu muncul istilah mil untuk mengukur jarak. Usaha tersebut berhasil, sehingga Al-Makmun memerintahkan para geografer Muslim untuk menciptakan peta bumi yang besar. Di bawah koordinasi Al-Khawarizmi bersama 70 geografer lainnya berhasil membuat peta globe pertama pada tahun 830 M.
Al-Khawarizmi juga berhasil menulis kitab geografi berjudul Surah Al-Ard (Morfologi Bumi) sebuah koreksi terhadap karya Ptolemeus. Yang mana kitab tersebut menjadi landasan ilmiah bagi geografi Muslim tradisional. Pada abad yang sama, Al-Kindi juga menulis sebuah buku bertajuk ‘Keterangan tentang Bumi yang Berpenghuni’. Demikian juga Al-Biruni berhasil menemukan radius bumi mencapai 6.339,6 km dimana dunia Barat belum mampu mengukur radius bumi seperti yang dilakukan Al-Biruni.
Di era kejayaan Dinasti Abbasiyah, perkembangan astronomi Islam, penerjemahan naskah-naskah kuno ke dalam bahasa Arab serta meningkatnya ekspansi perdagangan dan kewajiban menunaikan ibadah haji merndukung semakin berkembangnya geografi di dunia Islam. Semakin banyak bermnculan ahli di bidang geografi, di antaranya
1. Al-Ya’qubi (wafat 897 M), menulis buku geografi berjudul ’’Negeri-negeri’’ dengan studi topografisnya.
2. Ibn Khordadbeh (820 M - 912 M), murid Al-Kindi yang mempelajari jalan-jalan di berbagai provinsi secara cermat dan menuangkannya ke dalam buku Al-Masalik wa Al-Mamalik (Jalan dan Kerajaan).
3. Al-Dinawari (828 M-898 M)
4. Hamdani (893 M - 945 M)
5. Ali al-Masudi (896 M - 956 M), mempelajari faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pembentukan batu-batuan di bumi.
6. .Ahmad ibn Fadlan (abad ke-10 M), menulis ensiklopedia dan kisah perjalanan ke daerah Volga dan Kaspia.
7. Ahmad ibn Rustah (abad ke-10 M), menulis ensiklopedia besar mengenai geografi.
8. Al Balkhi, mendirikan sekolah di kota Baghdad yang secara khusus mengkaji dan membuat peta bumi.
9. Al Istakhar II dan Ibnu Hawqal (abad ke-10 M), membuat pemetaan dunia.
10. Al Baghdadi (1162 M)
11. Abdul-Leteef Mawaffaq (1162 M)
12. Abu Ubaid Al- Bakri (abad 11 M) menulis kitab Mu’jam Al-Ista’jam (Eksiklopedi Geografi). berisi nama-nama tempat di Jazirah Arab dan Al-Masalik wa Al-Mamalik (Jalan dan Kerajaan), berisi pemetaan geografis dunia Arab zaman dahulu.
13. Al-Idrisi (1100 M), membuat peta dunia, menulis kitab Nazhah Al- Muslak fi Ikhtira Al-Falak (Tempat Orang yang Rindu Menembus Cakrawala).. Kitab ini. diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, menjadi Geographia Nubiensis.
14. Dan lain-lain.
D. Kemajuan Ilmu-Ilmu Agama
Ilmu agama yang dimaksud disini adalah ilmu-ilmu yang muncul ditengah-tengah suasana hidup keislaman berkaitan dengan agama dan bahasa Al-Qur’an. Ilmu agama telah berkembang sejak masa Dinasti Umayyah. Namun, pada masa Dinasti Abbasiyah mengalami perkembangan dan kemajuan yang luar biasa. Masa ini melahirkan ulama-ulama besar dan karya-karya yang agung dalam berbagai bidang ilmu agama. Diantara ilmu pengetahuan di bidang agama yang berkembang dan sangat maju adalah ilmu-ilmu sebagai berikut:
1. Ilmu Hadits
Hadist merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Hadis yang merupakan tradisi lisan sejak masa Rasulullah, sahabat hingga tabi’in telah mengalami banyak permasalahan. Diantaranya adalah pemisahan antara Hadist dengan qaul sahabat, klasifikasi Hadist, dan pemalsuan Hadist. Untuk mengatasi hal tersebut, para ulama melakukan penelusuran dan pengklasifikasian Hadits-hadist Rasul tersebut. Dalam sejarah perkembangan ilmu Hadist, kodifikasi dan klasifikasi terhadap Hadist sudah dimulai pada masa Dinasti Bani Umayah, di bawah kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz. Selanjutnya pada masa Dinasti Abbasiyah dilakukan kodifikasi Hadist-hadist didasarkan pada metode kritik matan dan kritik sanad. Untuk menentukan keabsahan dan keotentikan suatu Hadist para ulama meneliti dan mengkaji dengan sungguh-sungguh hadist dari segi sanad, rawi, dan matan (sifat dan bentuk hadist. Para ulama Hadist kemudian menghimpun Hadist-hadist rasul ke dalam berbagai kitab, berupa Sahih, Sunan dan Musnad.
Usaha ini diawali oleh Ishak bin Rawaih (guru Imam Bukhari), yang meminta murid-muridnya untuk menulis kitab yang menghimpun hadis-hadis shahih. Imam Bukhari dan Muslim kemudian menulis kitab Sahih Bukhari dan Sahih Muslim. Berikutnya Abu Dawud, Tirmizi, Nasa'i dan Ibnu Majah yang menyusun kitab Sunan. Dari dua kitab Sahih dan empat Sunan, disebut dengan Kutubus-sittah (Enam Kitab Induk Hadis). Adapun kitab musnad disusun oleh Ahmad bin Hanbal, Musa Al-Abasi, Musaddad al-Basri Asad bin Musa dan Nu'aim bin Hamad al-khaza'i.
Di antara kitab-kitab Hadist yang berkembang, kutubusittah merupakan salah satu di antara kitab hadis yang paling populer dan mendapat perhatian luas dari masyarakat. Di antara ulama bahkan mengatakan tidak ada kitab yang paling sahih setelah Al-Qur’an selain kitab Shahih Al-Bukhari. Anggapan ulama bahwa kitab Shahih Imam al-Bukhari ini memiliki akurasi yang tinggi, bukan tanpa alasan. Tetapi, memang dipahami dari metode Imam al-Bukhari sendiri di dalam menyeleksi Hadist-hadist yang dimasukan ke dalam kitab Shahih-nya. Dengan demikian pada masa kejayaan Dinasti Abbasiyah meninggalkan khazanah yang yang tak ternilai harganya yakni, para ahli Hadist yang termashur.
a) Imam Bukhari, karyanya adalah kitab Jami’ Sahih Al-Bukhari.
b) Imam Muslim, kitab karangannya Sahih Muslim.
c) Ibnu Majah, karyanya Sunan Ibnu Majah.
d) Abu Dawud, karyanya Sunan Abu Dawud.
e) Imam Tirmizi, karyanya Sunan At-Tirmizi.
f) Imam Nasa’i, karyanya Sunan An-Nasa’i
2. llmu Tafsir
Pada masa Abbasiyah ilmu tafsir mengalami perkembangan yang sangat pesat dengan dilakukannya penafsiran secara sistematis, mandiri dan komprehensif, terpisah dari hadist. Pada masa ini terdapat dua cara yang ditempuh oleh para mufassir dalam melakukan penafsira ayat-ayat al-Qur’an. Pertama, metode Tafsir bil Ma’tsur, yaitu metode penafsiran oleh sekelompok mufassir dengan cara memberi penafsiran al-Qur’an dengan hadits dan penjelasan para sahabat. Tokoh-tokohnya adalah Al-Subhi (w.127 H), Muqatil Bin Sulaiman (w.150 H), Muhammad Bin Ishaq, dan yang cukup termasyhur adalah At-Tabari. Nama lengkap Abu Ja'far Muhammad At-Tabari. At-Tabari menyusun kitab tafsir berjudul Jami' Al-Bayan fi Tafsir Al-Qur'an (Himpunan Penjelasan dalam Al-Qur'an) yang corak penafsiran adalah tafsir bil ma'tsur (penafsiran dengan menyandarkan pada ayat Al-Qur'an, hadis dan ijtihad sahabat).
Kedua, Tafsir bi Al-Ro’yi, yaitu penafsiran berdasarkan ijtihad. (akal lebih banyak dari pada Hadist). Tokohnya-tokohnya adalah Abu Bakar Al-Asham (w 240 H) dan Abu Muslim Al-Asfahani (w. 322 H). Corak penafsiran bil Ar-Ra’yi ini kemudian melahirkan kelompok-kelompok yang tidak terikat oleh Hadist maupun perkataan sahabat, dan mendapatkan perkembangan ilmu baru yang disebut Ilmu Kalam.
Menurut A. Hasymy, lahirnya ilmu kalam karena dua faktor yaitu:
1. Untuk membela Islam dengan bersenjatakan filsafat
2. Karena semua masalah termasuk masalah agama, telah berkisar dari pola rasa kepada pola akal dan ilmu.
3. Ilmu Fikih
Dalam sejarah perkembangan Ilmu fikih, pada masa Dinasti Abbasiyah mengalami perkembangan gemilang. Dipandang sebagai periode kesempurnaan, yakni periode munculnya imam-imam mujtahid besar. Pada masa ini juga disebut sebagai periode pembinaan dan pembukuan hukum Islam. Penulisan dan pembukuan hukum Islam dilakukan secara intensif, baik berupa penulisan Hadist-hadist nabi, fatwa-fatwa para sahabat dan tabi’in, tafsir Al-Qur’an, kumpulan pendapat-pendapat imam-imam fiqih, dan penyusunan ilmu ushul fiqh.
Munculah ulama yang dikenal dengan sebutan “Empat Imam Mazhab’’, yang menyusun kitab-kitab fiqih terkenal dan mengembangkan faham/mazhabnya, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hambal.
1. Imam Abu Hanifah, karyanya Fiqhu Akbar, Al-Alim Wal Musta’an, dan Al-Masad.
2. Imam Malik, karyanya Kitab Al-Muwatta’, dan Al-Usul As-Sagir.
3. Imam Syafi’I, karyanya Al-Umm, Al-Ar-Risalah, dan Usul Fiqih.
4. Imam Ahmad Ibnu Hambal, karyanya Al-Musnad, Jami’ As-Sagir, dan Jami’ Al-Kabir.
Fuqaha dibagi menjadi dua golongan yaitu :
1. Ahl al-hadis yaitu golongan yang menyadarkan kepada hadis dalam mengambil hukum (istinbath al-hukum)
2. Ahl-al-Ra’yi adalah golongan yang menggunakan akal di dalam mengambil hokum (istinbath al-hukm). Tokoh dalam bidang ini adalah Imam Abu Hanifah.
Diantara faktor lain yang sangat menentukan pesatnya perkembangan ilmu fiqh khususnya atau ilmu pengetahuan umumnya, pada periode ini adalah sebagai berikut:
1. Adanya perhatian pemerintah (khalifah) yang besar tehadap ilmu fiqh khususnya.
2. Adanya kebebasan berpendapat dan berkembangnya diskusi-diskusi ilmiah diantara para ulama.
3. Telah terkodifikasinya referensi-referensi utama, seperti Al-Qur’an (pada masa khalifah rasyidin), Hadist (pada masa Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz), Tafsir dan Ilmu tafsir pada abad pertama hijriah, yang dirintis Ibnu Abbas (w.68H) dan muridnya Mujahid (w104H) dan kitab-kitab lainnya.
4. Ilmu Tasawuf
Semakin berkembangnya kecenderungan pemikiran yang bersifat filosofis menimbulkan gejolak pemikiran diantara umat Islam, sehingga banyak diantara para pemikir muslim mencoba mencari bentuk gerakan lain, diantaranya gerakan yang kemudian disebut dengan tasawuf. Ilmu tasawuf adalah ilmu syariat yang inti ajarannya menjauhkan diri dari kesenangan dunia dan mendekatkan diri kepada Allah.
Upaya menjauhkan diri dari kesenangan duniawi yang menggoda dan hanya mendekatkan diri kepada Allah dalam tradisi tasawuf dilakukan melalui jalan atau tahapan-tahapan yang disebut maqam.
Tahapan atau maqam yang mesti dilalui oleh para sufi adalah:
1. Zuhud, adalah kehidupan yang telah terbebas dari silaunya duniawi. Tokoh yang masuk kategori ini adalah Sufyan As-Sauri (97-161 H/716-778 M), Abu Hasyim (w. 190 H)
2. Mahabbah, adalah rasa cinta yang sangat mendalam kepada Allah SWT. Tokoh terkenal adalah Rabi’ah A-Adawiyah (w. 185 H/801 M)
3. Ma’rifat, adalah pengalaman ketuhanan. Pada ucapan Zun Nun Al-Misri dan Junaid Al-Baghdadi. Zun Nun Al–Misri lahir di Akhmim pada tahun 155-245 H / 772-860 M.
4. Fana dan baqa, adalah suatu keadaan dimana seorang sufi belum dapat menyatukan dirinya dengan Tuhan sebelum menghancurkan dirinya. Tokoh pertama kali adalah Abu Yazid al-Bustami (w.874 M).
5. Ittihad dan hulul, adalah fase dimana seorang sufi telah merasakan dirinya bersatu dengan Tuhan. Tokohnya adalah Abu Yazid al-Bustami
Tokoh-tokoh sufi terkenal lainnya, yang memberikan sumbangan besar dalam karya tasawuf adalah: Al-Ghazali diantara karyanya dalam ilmu tasawuf adalah Ihya ulum al-din lmu Tasawuf, al Bashut, al Wajiz; Al Qusyairy (wafat 465 H), karyanya: Ar Risalatul Qusyairiyah; Syahabuddin (wafat 632 H), karangannya, Awariful Ma’arif.
E. Kemajuan Seni Kesusateraan dan Arsitektur
Pada masa Bani Umayyah hanya mengenal dunia syair sebagai titik puncak ekspresi seni, dikarenakan Bani Umayyah sangat resisten terhadap pengaruh selain Arab. Berbeda dengan zaman Abbasiyah interaksi peradaban dan budaya dengan bangsa non Arab, dimana heterogintas etnis, suku bangsa, dan bahasa yang ada dilindungi, membawa pada heterogonitas bahasa dan bentuk sastra. Heterogenitas ini membawa pada kekayaan khazanah Islam pada masa Abbasiyah. Bahasa Arab sebagai bahasa resmi negara semakin menyebar, dan mendapatkan penyeimbang dari bahasa-bahasa lainnya, seperti bahasa Persia, Turki, dan India. Kemajemukan bahasa membuka ruang bagi tumbuh suburnya karya-karya kesusastraan. Bermunculanlah para sastrawan yang ahli di bidang seni bahasa ini baik puisi maupun prosa. Wilayah kajian sastra tidak hanya puisi dan prosa tetapi sudah meluas dalam bidang karya tulis lainnya. Sastrawan pada masa ini dianggap sebagai gudangnya ilmu pengetahuan.
Masa golden age Abbasiah pada berbagai bidang membawa kemajuan pesat dalam bidang sastra. Masa Abbasiyah dapat dikatakan sebagai masa keemasan kesusastraan Muslim masa klasik.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadi perkembangan dunia sastra pada masa dinasti Abbasiyah, yakni 1) stabilitas politik, 2) kemajuan sektor ekonomi (kesejahteraan masyarakat), 3) Berkembangnya sistem pendidikan dan meningkatnya semangat pengembangan ilmu pengetahuan, 4) interaksi antar budaya dan peradaban yang semakin meningkat, dan 5) Popularitas para sastrawan, 6) kualitas karya sastra semakin meningkat, dan 7) perkembangan variasi genre sastra, 8) apresiasi masyarakat dan pemerintah yang tinggi terhadap karya sastra.
1. Genre Sastra masa Abbasiyah
a. Perkembangan Prosa
Secara garis besar sastra arab dibagi atas dua bagian yaitu prosa dan syair. Prosa terdiri atas beberapa bagian, yaitu:
1. Kisah (Qisshah), adalah cerita tentang berbagai hal, baik yang bersifat realistis maupun fiktif, disusun menurut urutan penyajian yang logis dan menarik. Kisah meliputi Hikayat, Qissah Qasirah dan Uqushah. Kisah yang berkembang pada masa abbasiyah tidak hanya terbatas pada cerita keagamaan, tetapi sudah berkaitan dengan hal lain yang lebih luas, seperti kisah filsafat.
2. Amsal (peribahasa) dan Kata mutiara (al-hikam) adalah ungkapan singkat yang bertujuan memberikan pengarahan dan bimbingan untuk pembinaan kepribadian dan akhlak. Amsal dan kata mutiara pada masa Abbasiyah dan sesudahnya lebih menggambarkan pada hal yang berhubungan dengan filsafat, sosial, dan politik. Tokoh terkenal pada masa ini adalah Ibnu Al-Muqoffal.
3. Sejarah (tarikh),atau riwayat (sirah). Sejarah atau riwayat mencakup sejarah beberapa negeri dan kisah perjalanan yang dilakukan para tokoh terkenal. Karya sastra yang terkenal dalam bidang ini antara lain: adalah mu’jam al Buldan (ensiklopedi kota dan negara) oleh Yaqut Al-Rumi (1179-1229). Tarikh Al-Hindi (sejarah India) oleh Al- Biruni (w.448 H/ 1048 M). Karya Ilmiah (Abhas ‘Ilmiyyah) mencakup berbagai bidang ilmu, diantaranya yang terkenal berkenaan dengan hal ini adalah kitab al Hawayan (buku tentang hewan).
Pada masa pemerintahan Dinasti Bani Abbasiyah telah terjadi perkembangan yang sangat menarik dalam bidang prosa. Banyak buku sastra novel, riwayat, kumpulan nasihat, dan uraian-uraian sastra yang dikarang atau disalin dari bahasa asing. Muncul sastrawan-sastrawan dengan berbagai karyanya:
1. Abdullah bin Muqaffa (wafat tahun 143 H) buku prosa yang dirintisnya diantaranya Kalilab wa Dimnab, terjemahan dari bahasa Sansekerta, karya seorang filosof India bernama Baidaba, yang kemudian disalinnya dalambahasa Arab.
2. Abdul Hamid Al-Katib, sebagai pelopor seni mengarang surat.
3. Al-Jabidb (wafat 255H), karyanya memiliki nilai sastra tinggi, sehingga menjadi bahasa rujukan dan bahan bacaan bagi para sastrawan kemudian.
4. Ibnu Qutaibab (wafat 276 H). dikenal sebagai ilmuwan dan sastrawan yang sangat cerdas dan memiliki pengetahuan yang sangat luas tentang bahasa kesusastraan.
5. Ibnu Abdi Rabbib (wafat 328 H), seorang penyair yang berbakat memiliki kecendrungan ke sajak drama. Sesuatu yang sangat langka dalam tradisi sastra Arab. Karya terkenalnya adalah Al-Aqdul Farid, semacam ensiklopedia Islam yang memuat banyak Ilmu pengetahuan Islam.
6. Salah satu prosa terkenal dari masa ini ialah ‘Kisah Seribu Satu Malam’.
b. Perkembangan Puisi
Para sastrawan masa Abbasiyah membuat genre sajak/puisi mengombinasikan dengan sesuatu yang bukan berasal dari tradisi Arab. Pada masa ini beberapa cirinya antara lain :
1. Penggunaan kata uslub dan ibarat baru
2. Pengutaran sajak lukisan yang hidup
3. Penyusupan ibarat filsafat
4. Kelahiran kritikus sastra pada zaman ini
Tokoh penyair terkenal pada masa Bani Abbasiah adalah:
1. Abu Nawas (145-198 H) nama aslinya adalah Hasan bin Hani
2. Abu’ At-babiyat (130-211 H)
3. Abu Tamam (wafat 232 H) nama aslinya Habib bin Auwas At-Toba’i
4. Dabal Al-Kbuza’i (wafat 246 H), nama aslinya Da’bal bin Ali Razin dari Kbuza’ab. Penyair besar yang berwatak kritis.
5. Al-Babtury (206-285 H), nama aslinya Abu Ubadab Walid Al-Babtury Al-Qubtbany.
6. Ibnu Rumy (221-283 H). nama aslinya Abu Hasan Ali bin Abbas. Penyair yang berani menciptakan tema-tema baru.
7. Al-Matanabby (303-354 H) nama aslinya Abu Thayib Ahmad bin Husin Al-Kuft penyair istana yang haus hadiah, pemuja yang paling handal.
8. Al-Mu’arry (363-449 H) nama aslinya Abu A’la Al-Mu’arry. Penyair berbakat dan berpengetahuan luas.
c. Perkembangan Seni Musik
Seni musik berkembang pesat di era keemasan Dinasti Abbasiyah. Hal ini tidak lepas dari gencarnya penerjemahan risalah musik dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab. Selain itu, sokongan dan dukungan para penguasa terhadap musisi dan penyair membuat seni musik makin berkembang. Para khalifah dan pembesar istana Bani Abbas memiliki perhatian yang sangat besar terhadap musik.
Apalagi di awal perkembangannya, musik dipandang sebagai cabang dari matematika dan filsafat. Boleh dibilang, peradaban Islam melalui kitab yang ditulis Al-Kindi merupakan yang pertama kali memperkenalkan kata ‘musiqi’. Al-Isfahani (897 M-976 M) dalam Kitab Al-Aghani mencatat beragam pencapaian seni musik di dunia Islam.
Selain itu, pada umumnya orang Arab memiliki bakat musik, sehingga seni suara atau seni musik menjadi suatu keharusan bagi mereka sejak zaman jahiliyah. Diantara para pengarang kitab musik adalah sebagai berikut:
1. Yunus bin Sulaiman (wafat tahun 765 M), pengarang teori musik pertama dalam Islam. Karya musiknya sangat bernilai, sehingga banyak musikus Eropa yang meniru.
2. Kbalib bin Abmad (wafat tahun 791 M). mengarang buku-buku teori musik mengenai not dan irama. Dijadikan sebagai bahan rujukan bagi sekolah-sekolah tinggi musik di seluruh dunia.
3. Ishak bin Ibrahim Al-Mousuly (wafat tahun 850 M), telah berhasil memperbaiki musik jahiliyah dengan sistim baru. Dia mendapat gelar ‘Raja Musik’.
4. Hunain bin Isbak (wafat tahun 873 M). berhasil menerjemahkan buku-buku teori musik karangan Plato dan Aristoteles.
5. Al-Farabi selain sebagai seorang filosof, ia juga dikenal sebagai seniman dan ahli musik. Karyanya banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa dan menjadi bahan rujukan bagi para seniman dan pemusik Eropa.
Masa keemasan Abbasiyah telah menyumbangkan beragam warisan penting bagi masyarakat modern. Peradaban dunia ternyata tak hanya berutang budi karena telah menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan umat Islam di zaman kekhalifahan, tapi juga di bidang musik dan seni rupa. Pencapaian yang tinggi di bidang musik menunjukkan betapa masyarakat muslim telah mencapai peradaban yang sangat tinggi di abad pertengahan.
2. Seni Bangunan dan Arsitektur
Perkembangan arsitektur pada masa Dinasti Bani yang berkuasa lebih dri 500 tahun telah meninggalkan warisan arsitektur Islam yang mengagumkan. Pembeda arsitektur Abbasiyah dan Umayyah adalah pengaruh budaya lokal. Bangunan Umayyah bercorak Arab-Romawi, sedangkan bangunan Abbasiyah bercorak Persia dan Asia Tengah. Pada era itu, perkembangan arsitektur Islam yang begitu besar terlihat pada berikut.
a. Bangunan dan Aristektur Masjid
Masjid merupakan bangunan tempat ibadah umat Islam yang merupakan bentuk menonjol dari Arsitektur Islam. Beberapa mesjid yang didirikan pada masa pemerintahan Bani Abbas:
1. Masjid Samarra, di Baghdad.
Masjid Agung Samarra dibangun oleh Khalifah Al-Mutawakkil pada 647 M. Bangunan masjid ini sangat unik, memiliki menara berbentuk spiral tinggi 52 meter, terbuat dari batu bata bakar.
Apabila datang waktu sholat muadzin menuju ke atas menara dengan menaiki jalan spiral. Hingga kini masjid unik ini masih berdiri dengan kokoh di Samarra dan menjadi masjid terbesar di dunia serta salah satu kebanggaan kebudayaan Islam. .
2. Masjid Ibn Thulun
Didirikan pada tahun 876 M oleh Ahmad bin Thulun, penguasa dinasti Thulun di Mesir. Masjid ini terletak di Sayyeda Zainab, Kairo dan merupakan masjid ketiga terbesar di Mesir sejak penaklukan Mesir oleh Islam.
Masjid ini dihiasi oleh sejumlah ornamen khas Islam, disamping menaranya yang spesifik dengan tangga yang melingkar.
2. Bangunan dan Arsitektur Kota
a. Kota Baghdad
Pada 30 Juli 762 M, Khalifah Al-Mansur menemukan sebuah lokasi di tepian Sungai Tigris yang cocok untuk menjadi ibu kota baru. Khalifah memberi nama kota tersebut Madinat al-Salaam, berarti Kota Perdamaian, sekaligus menjadi nama resmi yang tercetak di koin dinar dan dirham serta dalam penggunaan resmi. Namun penduduknya menyebut nama kota itu Baghdad, nama desa terdekat dari kota tersebut.
Empat tahun sebelum pembangunan Baghdad, tepatnya pada 758 M, Al-Mansur mengumpulkan para insinyur, seniman, dan teknokrat dari seluruh negeri untuk merancang kota perdamaian. Lebih dari 100 ribu pekerja konstruksi terlibat dalam pembangunan kota itu.
Desain kotanya berbentuk lingkaran dengan istana setinggi 39 meter dan Masjid Agung sebagai pusatnya. Ketersediaan air terjamin. Dibangun kanal pengangkut air dari Sungai Tigris yang memenuhi kebutuhan kota.
Baghdad dikelilingi empat tembok besar. Baghdad tumbuh menjadi kota yang makmur dan sejahtera, bergelimang gading, emas, sutra, rempah-rempah, mutiara, serta permata dari Afrika, India, dan timur jauh. Lokasi Baghdad di tepian Sungai Tigris yang berhubungan dengan laut Arab menjadikan Baghdad pusat perdagangan.
Terinspirasi oleh perpustakaan Persia yang memiliki koleksi lengkap, Al-Mansur menginginkan adanya perpustakaan di kota baru itu. Buku-buku ilmu pengetahuan dari umat Hindu, bangsa Persia, dan Yunani kuno dikumpulkan, lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, yang menghabiskan waktu seratus tahun.
b. Kota Samara
Kota Samara pernah menjdi Ibu kota Dinasti Abbasiyah menggantikan kota Baghdad. Pembangunan besar-besaran terjadi pada zaman Khalifah Al-Mu;tasim pada 221 H/836 M. Samarra kemudian menjadi pusat pemerintahan tujuh khalifah Abbasiyah dan kota kebanggaan dengan istana-istana indahnya. Khalifah Al-Mu’tasim mendirikan istana al-Jawsaq dan Khalifah Al-Wasiq, membangun istana al-Haruni. Khalifah Al-Mutawakkil bahkan sempat membangun 24 istana, di antaranya adalah Balkawari, alArus, al-Mukhtar dan al-Wahid. Sementara Al-Mutamid, khalifah terakhir membangun istana al-Masyuq.
Samarra, sekitar 124 km utara Baghdad, adalah salah satu dari empat Kota Suci Islam Irak, dan dianggap sebagai kota kuno terbesar yang diketahui di seluruh Dunia dengan reruntuhan yang megah yang memanjang sekitar 9 km dan 34 km horisontal vertikal di sepanjang timur tepi Tigris.
3. Bangunan dan Arsitektur Istana
Seni bangunan istana khalifah Abbasiyah mempunyai ciri khas dan gaya tersendiri, dalam pintu pilar, lengkung kubah, hiasan lebih bergantung (muqarnas hat). Pemerintah dinasti Abbasiyah adalah kota Baghdad, yang dibangun Al-Mansur (136-158 H/754-775). Tempat lokasi di tepi sungai Eufrat (Furat) dan Dajlah (Tigris). Pembangunan ini diarsiteki oleh Hajjaj bin Artbab dan Amran bin Wadldlah.
Tepat di tengah Kota Baghdad didirikan istana khalifah yang bernama Al-Qasr Az-Zahabi (Istana Emas), melambangkan keagungan dan kemegahan, luasnya sekitar 160.000 Hasta persegi. Dibangun juga masjid raya bernama Masjid Jami' Al-Mansur, di depannya memiliki luas areal sekitar 40.000 hasta persegi. Tak ketinggalan dibangun perumahan penduduk, pasar, dan kantor-kantor pemerintahan.
Sekitar tahun 157 H, Al-Mansur membangun istana baru di luar kota yang diberi nama Istana abadi (Qasbrul Khuldi) khalifah Al-Mansur membagi kota Baghdad menjadi empat daerah, yang masing-masing daerah dikepalai oleh seorang Naib Amir (wakil gubernur) dan tiap-tiap daerah diberi hak mengurusi wilayah sendiri yaitu daerah otonom.
F. Kemajuan Pendidikan dan Perpustakaan
1. Pendidikan
Pada masa Abbasiyah, yang disebut lembaga pendidikan dasar (kuttab) umumnya merupakan bagian terpadu dengan masjid, bahkan memfungsikan masjid sebagai sekolah dasar. Kurang lebih 30.000 masjid yang digunakan sebagai lembaga pendidikan dasar. Selain itu, terdapat kegiatan pendidikan di rumah-rumah pendudukan dan di tempat-tempat lain, seperti maktab, zawiyah dan halaqah. Kurikulum utamanya dipusatkan pada Al-Quran sebagai bacaan utama para siswa, selain belajar membaca dan menulis. Anak-anak perempuan mendapat kesempatan yang sama dengan anak laki-laki untuk mempelajari ajaran-ajaran agama pada tingkatan yang lebih rendah sesuai dengan kemampuannya.
Untuk pendidikan lanjutan, dilakukan di Bait al-Hikmah, sebagai lembaga pendidikan menengah pertama dalam Islam, didirikan oleh Khalifah Al-Makmun (830 M). Kurikulumnya meliputi pelajaran tafsir, Hadis, ushul fiqh, ilmu kalam, ilmu matiq dan kesusasteraan. Bait al-Hikmah, selain berfungsi sebagai pusat penerjemahan, dikenal sebagai pusat kajian akademis, dan perpustakaan umum, serta memiliki sebuah observatorium. Bahkan, pada saat itu observatorium-observatorium bermunculan sebagai pusat pembelajaran astronomi. Adapun untuk pendidikan sejenis perguruan tinggi didirikan Madarasah Nizhamiyah oleh Nizham al-Mulk (1065-1067). Madarasah ini dibangun sebagai pusat studi teologi (mdrasah), khususnya untuk mempelajari ajaran-ajaran Mazhab Syafi’i dan teologi Asy’ariyah. Alquran dan puisi-puisi Arab kuno menjadi sumber utama pengembangan dan penngkajiann ilmu-ilmu humaniora dan sastra (‘ilm al-adab), hal yang sama dilakukan oleh orang Eropa klasik beberapa abad kemudian. Sebagian sejarawan mengatakan bahwa berbagai kegiatan Madarasah Nizhamiyah ini ditiru oleh orang Eropa untuk membangun universitas-universitas Eropa yang pertama.
2. Perpustakaan
Masjid, selain sebagai pusat pendidikan, juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan buku. Buku-buku didapat dari hadiah-hadiah atau hasil pencarian dari berbagai sumber. Karenanya, masjid pada saaat itu memiliki khazanah buku-buku keagamaan yang sangat kaya. Salah seorang donatur buku-buku itu adalah seorang sejarawan terkenal yaitu al-Khatib al-Baghdadi (1002-1017) yang menyerahkan buku-bukunya sebgai wakaf untuk umat Islam.
Perpustakaan-perpustakaan (khizanat al-kutub) lain dibangun oleh kalangan bangsawan atau orang kaya sebagai lembaga-lembaga kajian untuk umum, menyimpan koleksi sejumlah buku logika, filsafat, astronomi dan bidang ilmu lainnya. Salah satu diantaranya yang dibangun oleh penguasa Buwaihi, Abdud Ad-Dawlah, di Syirazi, yang semua buku-bukunya disusun di atas lemari-lemari, didaftar dalam katalog, dan diatur dengan baik oleh staf administrator yang berjaga secara bergiliran.
Selain perpustakaan, gambaran tentang kemajuan budaya baca pada masa Abbasiyah bisa dilihat dari banyaknya toko buku. Toko-toko ini berpengaruh besar bagi pengembangan dunia pendidikan, Al-Ya’qubi meriwayatkan bahwa pada masanya (sekitar 819 M) ibukota negara diramaikan oleh lebih dara seratus toko buku yang berderet di satu ruas jalan yang sama.
Hinga awal abad ke-3 Hijriah, bahan yang umum digunaka untuk menulis adalah kain perca dan papirus. Baru kemudian setelah, kertas Cina mulai masuk ke Irak. industri kertas tumbuh menjamur. Industri itu pertama kali muncul di Samarkand, yang diperkenalkan oleh beberapa tawanan Cina pada 751.
Comments
Post a Comment